8/14/2012

Cerita Kesabaran Umar bin Khatab Dengan Isterinya

Ramadan 1433 H pada tahun ini alhamdulillah semakin disempurnakan dengan acara TV yang berjudul OMAR di setiap waktu sahur, salah satu episodenya memberi pesan yang patut untuk kita resapi, berikut kisahnya:

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khattab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah, tak tahan dengan kecerewetan isterinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar isteri Khalifah Umar bin Khattab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi isteri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan isterinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan isterinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khattab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat isterinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan? padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun.

Umar berdiam diri karena mengingat 5 hal tentang isterinya.

1. Isteri adalah Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal: syahwat. Adalah sang isteri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah isteri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada isteri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang isteri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, dan pastinya lebih indah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu isteri yang solehah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Isteri adalah Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada isteri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada isteri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada isterinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan isterinya, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Isteri adalah Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam malah berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan sang isteri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Isteri adalah Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang isteri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan isteri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Isteri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah isteri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, anda mengaku? akulah yang membuatnya begitu! Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khattab r.a paham benar akan hal itu.

5. Isteri adalah Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; padahal saat berbelanja isterinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu pula suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk isteri si juru masak. Tanpa perhitungan isteri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khattab r.a kerap diam setiap isterinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Isteri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang isteri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah. Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan isteri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila isteri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga bisa terhindar dari pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khattab r.a ini? Beliau tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.

(sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar