5/04/2017

Adab Mendengar Ilmu

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

1. Diam, fokus, dan hilangkan pemikiran lain. Dengarkan dengan seksama!

2. Ingat az-Zumar 17-18, “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya[1310] dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[1311]. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”

3. Para sahabat Nabi, saat mendatangi majelis rasulullah, mereka duduk seakan-akan di kepala mereka bertengger seekor burung. Tidak ada gerak dan perkataan, saking khusyu’ nya.

4. Yang harus dimiliki penuntut ilmu : niat ikhlas; diam & mendengarkan dengan seksama; memahaminya; mengamalkan; mendakwahkannya.

5. Dalam Surat Al Hujurat : 2, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu[1408], sedangkan kamu tidak menyadari.”

6. Maka, saat hadits dibacakan, hukumnya sama saja dengan saat mendengar Nabi bersabda. Jika kita berbicara sendiri, sama artinya dengan meninggikan suara melebihi suara Nabi. Apalagi, jika yang dibacakan adalah Al Qur’an.

7. Di majelis Abdurrahman bin Mahdi,seorang ulama. Suasanya seakan seperti sedang shalat, hening. Tidak ada yang berbicara. Bahkan tidak ada yang berani sekedar meraut pensil, khawatir akan muncul suara yang mengganggu.

8. Suatu ketika, di majelis tersebut, ada seseorang penuntut ilmu yang tiba-tiba tertawa cekikik entah karena alasan apa. Lalu, sang ulama bertanya, “Siapa yang tertawa?”, ditunjuklah orang tersebut. Lalu apa yang dikatakan sang alim, “Anda belajar ilmu hadits, dan anda tertawa. Maka pengajian ini saya liburkan satu bulan!”. Dalam riwayat lain, beliau langsung menutup majelis, dan mengambil alas kaki untuk pergi dari majelis tersebut.

9. Khusus hal di atas, ini terjadi karena sang penuntut ilmu sudah terkondisikan sebagai orang-orang yang sangat haus akan ilmu. Maka, hukuman yang diberikan al ustadz memang dapat memberikan pelajaran berharga untuk tidak main-main di majelis ilmu. Bagaimana dengan perlakuan jaman sekarang?

10. Sang ulama tersebut memberi hukuman, bukanlah karena merasa hak-nya sebagai pembicara tidak dipenuhi, melainkan karena Allah. Marahnya karena Allah dan rasulNya. Ya, marahnya adalah karena sabda Nabi tidak didengarkan dengan seksama.  Sang ulama cemburu karena Allah tidak diperhatikan oleh para penuntut ilmu.

11. Mengeraskan volume suara di hadapan hadits dibacakan adalah sama saja mengeraskan suara di hadapat rasulullah. Bukankah itu dilarang? Rasul saja tidak dihargai, apalagi ustadznya.

12. Diam atau mendengarnya kita dengan seksama adalah menunjukkan pengagungan dan penghormatan kita pada Allah dan rasulnya.

13. Jenuh, biasa. Tapi, bagaimana kita jangan sampai terpancing untuk berbicara sendiri atau melakukan hal-hal yang tidak penting. Ibarat kita sedang berada duduk di kursi VIP di hadapan presiden dan jajarannya. Lalu sang presiden menyampaikan pidato kenegaraan. Apakah kita berani untuk sekedar memutar badan karena pegal, apalagi berbincang sendiri, atau sms-an/BBM-an?

14. Teringat kisah Imam Malik yang menahan rasa sakit di kakinya, ketika suatu majelis masih berlangsung. Dan nyatanya, rasa sakit itu adalah karena gigitan berkali-kali dari seekor kalajengkin yang masuk ke dalam sepatu boatnya.

15. Saat ditanya oleh seorang murid, “Apa yang mencegah Al Imam untuk berteriak atau menyampaikan permasalahan itu saat gigitan kalajengking yang pertama?”

16. Apa kata sang Imam, “Aku malu dengan Rasul. Aku sungkan ketika hadits Nabi dibacakan, tetapi justru aku potong karena rasa sakit yang aku rasakan!”. Itu sama saja memotong pembicaraan nabi yang sedang berbicara di hadapan kita. Memotong pembicaraan atasan saja kita tidak berani. Apalagi rasul?

17. Ingat, perintah Allah yang kita hadapi sekarang bukanlah perintah menumpahkan darah di medan perang, atau hal yang lain, melainkan hanya perintah untuk diam di dalam majelis ilmu.

18. Di antara alasan kita diam tersebut adalah agar tidak mendzalimi orang lain, yaitu dengan mengajak berbincang sehingga ia terganggu tidak mendengarkan, atau dengan merusak konsentrasinya. Yang lebih parah jika ada penjelasan yang terpotong karena konsentrasinya teralihkan pada kita. Padahal, mendzalimi orang yang beraktivitas mubah saja tidak diperbolehkan. Apalagi mengganggu orang yang nyata-nyata sedang beribadah (yaitu mencari ilmu)

19. Terakhir, kita diperintahkan untuk menjaga anak-anak kita supaya tidak mengganggu saat kajian berlangsung. Membawa anak ke majelis ilmu sangat dianjurkan, tapi kewajiban kita pula adalah menjaganya agar tidak mendzalimi yang lain.

# Catatan dari mendengar kajian radio sunnah.