10/31/2012

10 Greatest Conqueror in History


1. Jenghis Khan
Jenghis Khan (bahasa Mongolia: Чингис Хаан), juga dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan, dll, nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen, (sek. 1162 – 18 Agustus 1227) adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah di Asia, termasuk utara Tiongkok (Dinasti Jin), Xia Barat, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia. Penggantinya akan meluaskan penguasaan Mongolia menjadi kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China.

Sejarah mencatat invasi yang dipimpin oleh Jenghis Khan sendiri dengan ratusan ribu tentara terpilih ke kerajaan Khawarizmi yang pada waktu itu menguasai seluruh wilayah Timur Tengah diawali dengan pedagang Mongolia yang dibunuh dan harta mereka dirampas oleh panglima Khawarizmi yang serakah. Keserakahan itu membawa bencana bagi bangsanya. Jenghis Khan berhasil menawan dan menghukum mati panglima tersebut dengan cara menuangkan logam panas ke matanya. Kerajaan Khawarizmi menderita kerugian yang tidak terhitung. Amarah Jenghis Khan bertambah setelah cucu kesayangannya terbunuh. Populasi rakyat Timur Tengah berkurang hingga 10%, dan wilayah Mongolia pun bertambah luas sampai kebagian barat benua Asia.

Pada saat Jenghis Khan mundur kembali ke Mongolia, ia sempat memerintahkan dua jendral terbaiknya, Jebe dan Subotai Baatur untuk menyelidiki daerah barat dan membasmi sisa musuh sampai ke wilayah Russia. Jebe dan Subotai pernah menginjak daratan Eropa pada saat itu, dan mengalami konfrontasi dan menghancurkan pasukan Salib yang hendak menyerang wilayah Arab. Sumber konfrontasi itu diperkirakan terjadi karena pasukan Salib dari Eropa mengira pasukan Mongol adalah pasukan Arab.
Wilayah Kekuasaan Jenghis Khan


2. Umar Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.

Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.

Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.

Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ekspansi Islam Hingga Kekhalifaan Umar Bin Khattab


2. Alexander The Great
Alexander The Great, walaupun hanya memerintah selama 13 tahun, semasa kepemimpinannya ia mampu membangun sebuah imperium yang lebih besar dari setiap imperium yang pernah ada sebelumnya. Pada saat ia meninggal, luas wilayah yang diperintah Alexander berukuran 50 kali lebih besar daripada yang diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua (Eropa, Afrika, dan Asia).

Penyatuan wilayah dari makedonia hingga persia oleh Alexander Agung menyebabkan terbetuknya perpaduaan kebudayaan Yunani, Mediterrrania, Mesir, dan Persia yang disebut dengan kebudayaan Hellenisme. Pengaruh Hellenisme ini bahkan sampai ke India dan Cina. Khusus di Cina, pengaruh kebudayaan ini dapat ditelusuri di antaranya dengan artefak yang ditemukan di Tunhuang.

Alexander selama ekspansinya juga mendirikan beberapa kota yang semuanya dinamai berdasarkan namanya, seperti Alexandria atau Alexandropolis. Salah satu dari kota bernama Alexandria yang berada di Mesir, kelak menjadi terkenal karena perpustakaannya yang lengkap dan bertahan hingga seribu tahun lamanya serta berkembang menjadi pusat pembelajaran terhebat di dunia pada masa itu.

Gelar The Great atau Agung di belakang namanya diberikan karena kehebatannya sebagai seorang raja dan pemimpin perang lain serta keberhasilanya menaklukkan wilayah yang sangat luas hanya dalam waktu 10 tahun.
Wilayah Kekuasaan Alexander The Great


3. Salahuddin Al Ayubi
Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi . Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Salat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.

Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.

Aun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-’Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan diantara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.
Wilayah kekuasaan Salahuddin Al Ayyubi


4. Richard Lion Heart
Richard I (6 September 1157 – 6 April 1199) adalah raja Inggris antara tahun 1189 sampai 1199. Ia sering juga dijuluki Richard si Hati Singa (Inggris: Lionheart, Perancis: Cœur de Lion) karena keberaniannya. Ia adalah anak ketiga dari Henry II dari Inggris, dan merebut tahta Inggris dari ayahnya dengan bekerja sama dengan Phillip II dari Perancis pada tahun 1189. Richard I terkenal sebagai salah satu tokoh dalam Perang Salib, di mana salah satu keberhasilannya dalam perang tersebut adalah merebut Siprus untuk mendukung pasukan Perang Salib. setelah sampai di Acre Richard kemudian merebut Kota Acre pada tahun 1191 dan kemudian Richard mulai mengarahkan Pasukannya untuk menyerbu Yerusalem. Pasukan Richard berjalan melalui garis pantai antara kota Acre dan Jaffa ketika perjalanan menuju Kota Jaffa pasukan Richard dihadang pasukan Saladin dan terjadilah pertempuran didekat kota Arsuf yang dimenangkan Richard dan memaksa Saladin mundur ke Yerusalem untuk bertahan. Richard akhirnya memasuki kota jaffa tanpa perlawanan karena kota sudah dibakar oleh Saladin.


5. Muhammad Al Fatih
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq. 
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.

Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.

Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ‘ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ‘ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sulthan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Wilayah Kekuasaan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II)


6. Napoleon Bonaparte
Ia menjadi siswa di Akademi Militer Brienne tahun 1779 pada usia 10 tahun, kecerdasannya membuat Napoleon lulus akademi di usia 15 tahun. Karier militernya menanjak pesat setelah dia berhasil menumpas kerusuhan yang dimotori kaum pendukung royalis dengan cara yang sangat mengejutkan: menembakkan meriam di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun 1795 saat Napoleon berusia 26 tahun. Berbagai perang yang dimenangkannya diantaranya melawan Austria dan Prusia.
Pada masa kejayaannya, Napoleon Bonaparte menguasai hampir seluruh dataran Eropa baik dengan diplomasi maupun peperangan. Diantaranya adalah Belanda dengan diangkatnya adiknya Louis Napoleon,Spanyol dengan diangkatnya Joseph Napoleon, Swedia dengan diangkatnya Jenderal Bernadotte sebagai raja yang kemudian melakukan pengkhianatan, sebagian besar wilayah Italia yang direbut dari Austria dan Polandia dengan diangkatnya Joseph Poniatowski sebagai wali negara Polandia.

Namun tidak semua peperangan di Eropa dimenangkannya. Kegagalannya menghadapi gerilyawan di Spanyol. Kekalahan pada pertempuran laut di Trafalgar antara armada Perancis-Spanyol yang dipimpin oleh Admiral Villeneuve dengan armada Britania Raya yang dipimpin oleh Laksamana Nelson meskipun Nelson gugur dalam pertempuran ini (terkena tembakan sniper Perancis). Kegagalan dalam kampanye di Mesir yang akibatnya berhadapan dengan kekuatan Britania, Mesir dan Turki. Kegagalan dalam menyerang Rusia karena ketangguhan dan kecerdikan strategi Jendral Kotusov dan Tsar Aleksandr I dalam menghadapi pasukan Perancis dengan memanfaatkan musim dingin Rusia yang dikenal mematikan serta pengkhianatan Raja Swedia Jendral Bernadotte. Strategi Rusia dalam hal ini adalah membakar kota Moskwa ketika Napoleon berhasil menaklukkan kota itu dan mengharapkan sumber logistik baru. Kekalahan di Rusia diulangi lagi oleh Adolf Hitler dari Jerman pada Perang Dunia II. Kekalahan yang mengakhiri kariernya sebagai Kaisar Perancis setelah melarikan diri dari Pulau Elba dan memerintah kembali di Perancis selama 100 hari adalah kekalahan di Waterloo ketika berhadapan dengan kekuatan Inggris yang dipimpin Duke of Wellington, Belanda oleh Pangeran van Oranje dan Prusia yang dipimpin oleh General Blücher serta persenjataan baru hasil temuan Jendral Shrapnel dari Inggris, yang mengakibatkan dia dibuang ke Pulau Saint Helena sampai wafatnya.
Wilayah Kekuasaan Napoleon Bonaparte


7. Julius Caesar
Dapat dikatakan nama Julius Caesar sudah sangat dikenal di berbagai pelosok dunia. Penguasa Republik Romawi (100 SM – 44 SM) ini adalah salah satu figur besar dunia yang sangat berpengaruh pada peradaban manusia. Namun tentunya tidak banyak yang tahu secara terperinci riwayat hidup Caesar ini, kecuali mungkin sejarahwan atau penggemar sejarah.
Dilahirkan pada 100 sebelum Masehi, Gaius Julius Caesar begitu mahir dalam orasi, politik dan militer sehingga tidak heran jika sejak muda kariernya melejit. Namun musuhnya makin bertambah karena banyak orang merasa terancam oleh kecemerlangannya. Caesar akhirnya terpaksa meninggalkan kota Roma ketika diktator Romawi Lucius Sulla  mengancam mengeksekusinya.

Caesar pun terjun ke medan perang dan mampu menunjukkan keberanian dan kejeniusan dalam strategi perang sehingga ia akhirnya dipulihkan status kewarganegaraannya. Kemudian Caesar memusatkan kariernya di dunia politik dan militer. Ia membawa agenda populis yang menentang korupsi kaum aristokrat yang mendominasi politik Roamwi saat itu. Kemenangan demi kemenangan baik di politik maupun militer membuatnya ia menjadi penguasa baru Romawi yang presistenya sukar ditandingi penguasa Romawi manapun.

Julius Caesar bertarung dan memenangkan sebuah perang saudara yang menjadikannya penguasa terhebat dunia Romawi, dan memulai reformasi besar-besaran terhadap masyarakat dan pemerintah Romawi. Dia menjadi diktator seumur hidup, dan memusatkan pemerintahan yang makin melemah dalam republik tersebut.

Caesar meninggal dunia pada 15 Maret 44 SM akibat ditusuk hingga mati oleh Marcus Junius Brutus dan beberapa senator Romawi. Aksi pembunuhan terhadapnya pada hari Idi Maret tersebut menjadi pemicu perang saudara kedua yang menjadi akhir Republik Romawi dan awal Kekaisaran Romawi di bawah kekuasaan cucu lelaki dan putra angkatnya, Kaisar Augustus.
Peta Peperangan Julius Caesar


8. Qin Shi Huang (Ti)
Qin Shi Huang (Hanzi: 秦始皇) (November atau Desember 260 SM – 10 September 210 SM), dilahirkan dengan nama Ying Zheng (贏政), juga dipanggil Shi Huang Di yang artinya adalah Kaisar Pertama, adalah raja dari Negara Qin dari 247 SM sampai 221 SM, setelah mempersatukan Tiongkok dengan menaklukkan 6 negara lainnya, ia kemudian mendirikan Dinasti Qin dan mengangkat diri menjadi kaisar dari Tiongkok yang bersatu – dari 221 SM hingga 210 SM – bertakhta dengan sebutan Kaisar Pertama.
Setelah menyatukan Tiongkok, dia dan perdana menterinya Li Si menciptakan berbagai perubahan yang ditujukan untuk memperkuat persatuan, dan mereka menjalankan banyak reformasi dalam pemerintahan, menyatukan tulisan baku, alat ukur standar dan juga meneruskan pembangunan Tembok Besar yang sudah ada sejak Zaman Negara-negara Berperang. Walaupun dengan kekuasaan tangan besi, Qin Shi Huang masih dianggap oleh sejarah Tiongkok hingga sekarang sebagai pendiri Tiongkok masa lalu. Persatuan bangsa Tiongkok telah berlangsung lebih dari dua ribu tahun.Qin Shi Huang hanya membutuhkan 16 tahun sejak ia naik tahta menjadi Raja Qin hingga ia mempersatukan China. Tentu, pendahulunya telah meletakkan pondasi sebelumnya. Setelah pemersatuan, Qin Shi Huang sering menjelajah kerajaan barunya, memeriksa wilayah kekuasaannya. Dibangunnya jalan tol yang menuju ke berbagai wilayah di China, yang memungkinkan cepatnya mobilisasi angkatan bersenjatanya. Jalan lebar ini dikatakan sanggup menampung empat kereta kuda secara pararel. Ia dibangun terbentang dari ibukota menuju ke wilayah-wilayah terpencil di perbatasan kerajaannya.

Guna menangkal gangguan dari suku nomad Xungnu di Utara, Qin Shi Huang memerintahkan penyambungan Tembok Panjang sepanjang perbatasan Utara dari berbagai bekas negara bertikai. Garis perbentengan sepanjang lebih dari 3.000 mil, yang sekarang dikenal sebagai Tembok Besar China. Butuh 400.000 buruh muda selama bertahun-tahun untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Sejak itu Tembok Besar diperkuat lebih lanjut oleh generasi selanjutnya dan sekarang lebih tinggi dan kokoh dibandingkan jaman Qin Shi Huang.
Tembok Besar Cina

Qin Shi Huang terus menyokong para intelektual dan menciptakan posisi doktor resmi bagi mereka. Posisi doktor ini adalah gelaran dan tidak mengemban kekuasaan dan tanggung jawab. Walaupun begitu, menandakan prestasi intelektual mereka, dan setara dengan tingkat PhD modern. Setiap kali ada kekosongan di pemerintahan, para intelektual doktor ini berkemungkinan mengisi posisi itu.

Intelektual ini datang dari berbagai berbagai sekolah yang dikenal sebagai 100 Sekolah, termasuk Taoisme dan Konfusianisme. Beberapa penyihir laki-laki yang mengklaim bahwa mereka dapat menemukan dewa atau mencari resep untuk keabadian. Tidak jarang bahwa para intelektual akan membahas atau bahkan bersengketa atas isu-isu sosial dan politik. Ketika diskusi atau sengketa bertabrakan dengan kebijakan yang ada, Qin Shi Huang akan ‘mendiamkan’ mereka. Beberapa intelektual doktor akan terus mengkritik kebijakan kontemporer dan urusan politik, yang hanya akan mengakibatkan perintah lebih keras dari Qin Shi Huang.

Pada tahun 213 SM, Qin Shi Huang mengeluarkan perintah untuk mengubur hidup-hidup 460 intelektual doktor. Dia juga memerintahkan penghancuran semua arsip sejarah negara sebelumnya, menyembunyikan karya 100 Sekolah, termasuk sekolah Konfusianisme, dan buku-buku lain dengan pengecualian Arsip Sejarah Qin, buku-buku tentang obat-obatan, meramal, pertanian, salinan Puisi klasik Doktor Nasional dan Sejarah klasik. Dekrit juga dikeluarkan untuk melarang diskusi puisi klasik dan Sejarah klasik untuk menyingkirkan kemungkinan refleksi politik kontemporer melalui diskusi tidak langsung dari peristiwa sejarah. Para pelanggar akan dihukum maksimal sesuai hukum, termasuk dihukum mati.

Kertas belum ditemukan saat itu dan semua buku yang ditulis pada potongan bambu, diikat dengan tali tipis. Pendidikan tidak luas pada waktu itu dan intelektual berpendidikan tinggi sedikit jumlahnya. Akibatnya, pembakaran buku bambu dan penguburan para intelektual dicatat dalam sejarah sebagai gambaran tentang pemerintahan Qin Shi Huang.

Inovasi politik setelah penyatuan China oleh Qin Shi Huang menjadi standar model kekuasaan kerajaan bagi generasi berikutnya selama lebih dari 2.000 tahun di China. Bahkan saat ini di China, orang masih melihat warisan Qin dalam Kabinet dan pengaturan di pemerintahan kabupaten. Sayangnya, pembakaran buku-buku dan penguburan para intelektual juga dijalankan, dalam bentuk modern, dalam zaman Internet ini.

Beberapa sinologis berpendapat bahwa sebagian besar intelektual yang dikubur Qin Shi Huang adalah penyihir laki-laki, yang mengaku mereka bisa membuat kaisar berhubungan dengan dewa dan membantunya menemukan resep untuk kehidupan abadi. Arsip sejarah mencatat bahwa empat penyihir seperti itu menghabiskan jumlah uang yang terlalu besar dalam mencari dewa dan kehidupan kekal untuk kaisar. Mereka tidak kembali karena gagal memenuhi janji-janji mereka. Marah oleh kebohongan terang-terangan ini, Qin Shi Huang memerintahkan penguburan hidup-hidup semua penyihir, yang mencapai lebih dari 400.

Salah satu dari empat penyihir yang lolos bernama Xu Fu. Xu memimpin 3.000 anak laki-laki dan perempuan dan berbagai teknologi dan artefak China untuk berlayar ke timur untuk mencari dewa, tapi ia tidak pernah kembali. Menurut catatan di China dan Jepang, Xu tiba di Jepang. Teknologi pertanian dan lainnya yang dibawanya membantu mengakhiri Zaman Batu dan mengantar fase peradaban baru di Jepang.

Dalam dongeng rakyat China kuno, orang-orang mengaitkan Qin Shi Huang sebagai tirani kejam. Para kaisar disarankan oleh para intelektual untuk tidak mencontohnya, meskipun saran ini tidak diperhatikan. Pada saat yang sama, sejumlah intelektual telah mendapatkan pemahaman rasional tentang peran Qin Shi Huang dalam sejarah. Bagaimanapun, kekuasaan kekaisaran tak terbatas, Sembilan Kabinet dan sistem Kabupaten yang diciptakannya dan wilayah taklukan yang besar tak tertandingi berdampak pada pemimpin China generasi selanjutnya yang menggantikannya.

Pekerjaan konstruksi besar, termasuk Tembok Besar China dan Istana Epang yang mewah dan kampanye militer terhadap suku nomad Xungnu di Utara dan leluhur Vietnam di Selatan saat ini, telah menyebabkan Dinasti Qin bangkrut. Orang-orang, yang hidup dalam kemiskinan, juga mengeluhkan tentang aturan keras hukum Qin. Hanya tiga tahun setelah kematian Qin Shi Huang, Dinasti Qin, yang keempat dalam sejarah China, runtuh karena pemberontakan petani di seluruh kekaisaran.

Pada 210 SM, Qin Shi Huang sakit sewaktu memeriksa negara. Ia meninggal, sewaktu dipulangkan ke ibukota, pada usai 49.
Peta Dinasti Qin Shi Huang (Ti)


9. Karel Agung (Charlemagne)
Karel yang Agung atau Karel Agung (Perancis: Charlemagne; bahasa Latin: Carolus Magnus atau Karolus Magnus; bahasa Jerman: Karl der Große; bahasa Inggris: Charles the Great, bahasa Italia: Carlo Magno) (742 atau 747 – 28 Januari 814), adalah raja kaum Frank dari 768 sampai 814 dan kaum Lombard dari 774 sampai 814. Ia dinobatkan sebagai Imperator Augustus di Roma pada hari natal tahun 800 oleh Paus Leo III, dan karenanya dianggap merupakan pendiri Kekaisaran Romawi Suci (dengan gelar Karel I). Melalui penaklukan dan pertahanan, ia mengukuhkan dan mengembangkan kekuasaannya hingga meliputi sebagian besar Eropa Barat. Ia sering dianggap merupakan bapak pendiri Perancis dan Jerman, bahkan kadang sebagai Bapak pendiri Eropa. Ia adalah kaisar pertama di Barat sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi.

Karel Agung, yang adalah cucu dari Karel Martel, pahlawan penyelamat Eropa, mengakhiri era bangsa barbar di Eropa dengan menjadi pemerintah pertama yang diakui oleh Paus dan dibaptis menjadi Kristen sejak zaman raja barbar Odoaker. Bangsa-bangsa di Eropa yang sejak kejatuhan kekaisaran Romawi tidak memiliki pemerintahan Kristen dan jatuh ke tangan bangsa-bangsa barbar dari Eropa Utara, sekarang disatukan kembali di bawah pemerintahan Karel Agung. Dengan adanya persatuan maka peperangan pun menjadi jarang dan rakyat di bawah pemerintahan Karel I dapat memfokuskan diri kepada hal-hal yang lain seperti pendidikan, kebudayaan, agama, dan keuangan. Negara-negara Arab yang selama Abad Pertengahan mengalami kemajuan yang pesat, perlahan-lahan mulai tertinggal dari bangsa Eropa yang mulai disusun ulang berdasarkan ajaran kekristenan. Kemajuan ini hingga sekarang masih tampak jelas.

Pada tahun 771, ketika Karel Agung naik takhta, ia memulai dengan penaklukan selama tiga dekade. Ia mendorong perbatasan kerajaannya ke arah timur dan akhirnya ia menguasai Burgundy, sebagian besar Italia, Alamania, Bavaria dan Thurginia. Di utara ia menguasai Saxony dan Frisia. Di sebelah timur kedua daerah tersebut, ia menciptakan daerah-daerah dengan organisasi militer khusus yang disebut marches. Daerah-daerah itu terbentang dari Laut Baltik sampai ke Adriatik. Untuk pertama kali, sebagian besar Eropa menikmati kepemimpinan yang stabil.

Sampai pada hari Natal tahun 800, Karel Agung memegang gelar raja kaum Frank. Pada hari suci itu, Paus Leo II menobatkan dia sebagai kaisar kekaisaran Romawi Suci, dan sekali lagi tampaknya Eropa Barat mempunyai seorang kaisar yang mengikuti jejak Konstantin yang Agung.

Meskipun Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Renaisans Karoling atau Kebangkitan Karolingia. Kaisar tersebut mensponsori sebuah sekolah istana di ibu kota kekaisaran, Aachen. Alcuin, seorang terpelajar Anglo-Saxon menjadi guru di sana; ia menasihati murid-muridnya: “Waktu berjalan seperti air yang mengalir. Jangan sia-siakan hari-hari belajar dengan bermalas-malasan!” Alcuin menulis buku teks tentang tata bahasa, ejaan, retorika dan logika. Ia juga menulis ulasan-ulasan Injil, dan berpihak pada paham ortodoks dalam berbagai perdebatan teologi.

Kebangkitan Karolingia berhasil memelihara banyak tulisan dunia kuno. Karena para biarawan membuat salinan-salinan karya Latin kuno – beberapa di antaranya terhias dengan cantik – biara-biara pun menjadi “bank kebudayaan”. Dalam banyak hal, tanpa jerih-payah para biarawan ini, karya-karya kuno mungkin sudah hilang dari jangkauan kita.

Pada masa kekacauan dan peperangan, pemerintahan Karel Agung memberi stabilitas politik dan kebudayaan. Dia menjamin bahwa Barat akan memelihara pusaka kuno ini, bahwa kekristenan akan tersebar di kekaisarannya, dan bahwa biara akan mengajar elemen dasar keyakinan itu sendiri. Ia juga memberi Paus perlindungannya.

Ketika Karel Agung wafat pada tahun 814, kekaisarannya sedikit demi sedikit mulai pecah, terbagi-bagi di antara tiga orang putranya, dan perlahan-lahan Paus pun meraup kekuasaan. Kerajaan Karel Agung terbagi menjadi tiga setelah ia mati, seorang cucunya mendapatkan bagian barat kekaisaran yang menjadi cikal-bakal kerajaan Perancis, cucunya yang lain mendapat bagian timur yang menjadi cikal-bakal kekaisaran Jerman, dan daerah di antara kedua bagian itu diberikan pada cucunya yang seorang lagi.
Peta Wilayah kekuasaan Charlemagne


10. Attila The Hun
Attila sang Hun (bahasa Islandia Atle, Atli; bahasa Jerman Etzel; sekitar 406–453) adalah raja Hun terakhir dan paling berkuasa di Eropa. Dia memerintah kekaisaran terbesar di Eropa masa itu, sejak tahun 434 Masehi hingga kematiannya. Kekaisarannya membentang dari Eropa Tengah ke Laut Hitam dan dari Sungai Danube ke Laut Baltik.

Semasa pemerintahannya dia merupakan musuh terbesar bagi Kekaisaran Romawi Timur dan Barat: dia menyerang Balkan sebanyak dua kali dan mengepung Konstantinopel dalam penyerangan kedua. Dia bergerak melalui Prancis hingga Orleans sebelum dipukul mundur dalam Pertempuran Chalons; dan dia mengusir maharaja barat Valentinian III dari ibukotanya di Ravenna pada tahun 452 Masehi.
Walaupun kekaisarannya terkubur dengan kematiannya, dan dia tidak meninggalkan warisan apa pun, dia menjadi legenda dalam sejarah Eropa. Di kebanyakan Eropa Barat, dia diperingati sebagai lambang (epitome) kerakusan dan kekejaman. Beberapa sejarawan menonjolkannya sebagai raja agung yang bangsawan, dan dia memainkan peranan penting sebagai salah satu dalam tiga Bangsawan Skandinavia.

Suku Huns Eropa kemungkinan berkembang dari Xiongnu (Xiōngnú), (匈奴) ke arah barat, kumpulan dari proto-Mongolian atau proto-Turki kaum pengembara dari timur laut Tiongkok dan Asia Tengah. Mereka memiliki banyak tentara dan berhasil menumpaskan musuh mereka (kebanyakan bertamadun dan mempunyai kebudayaan tinggi) melalui kesediaan untuk bertempur, kemampuan bergerak cepat yang mengagumkan, dan memiliki senjata seperti busar Hun.

Kekaisaran Hun meliputi padang-padang rumput Asia Tengah sampai ke Jerman selarang ini, dan dari sungai Danube sampai Laut Baltik. Menjelang 432, Bangsa Hun bersatu di bawah were Rua. Pada tahun 434 Rua meninggal, meninggalkan anak saudaranya Attila dan Bleda, anak kepada saudara lelakinya Mundzuk, mengawal persekutuan suku-kaum Hun. Pada ketika penabalan mereka, kaum Huns sedang berunding dengan wakil Theodosius II mengenai pemulangan beberapa kaum yang berpaling tadah yang mencari perlindungan di Empire Byzantine.

Pada tahun berikutnya, Attila dan Bleda bertemu dengan wakil imperial (imperial legation) di Margus (masa kini Požarevac) dan kesemua mereka duduk di belakang kuda menurut adat kaum Hun, berunding perjanjian yang berjaya: orang Rom bersetuju untuk memulangkan kaum pelarian (yang merupakan bantuan diperlukan bagi menentang Vandals), tetapi juga menganda hantaran 350 paun Rom (sekitar. 114.5 kg) emas dahulu, membuka pasar mereka kepada pedagang Hun, dan membayar tebusan lapan siling solidus bagi setiap orang tahanan Rom yang ada pada puak Huns. Puak Huns, berpuas hati dengan perjanjian tersebut, beredar dari empayar dan bergerak ketengah benua, kemungkinannya untuk mengukuh dan mengemas empayar mereka. Theodosius menggunakan peluang ini bagi mengukuhkan dinding Constantinople, membina dinding laut bandar Constantinople yang pertama, dan membina pertahanan sempadan sepanjang Danube.

Berpuas hati buat seketika, raja-raja Hun mundur kependalaman kekaisaran mereka. Menurut Jordanes (menurut Priscus), tidak lama pada masa damai selepas mundurnya Hun dari daerah Byzantium (kemungkinannya sekitar 445), Bleda mmeninggal diketahui dibunuh oleh Attila, dan Attila menduduki takhta seorang diri.Terdapat perdebatan dikalangan sejarawan mengenai apakah Attila membunuh saudaranya, atau apakah Bleda meninggal disebabkan hal lain. Dalam kasus lain, Attila sekarang merupakan ketua yang tidak diperdebatkan oleh suku Hun, dan sekali lagi memberi perhatiannya kepada bagian Timur kekaisarannya.
Peta Wilayah Kekuasaan Attila The Hun