11/12/2019

JANGANLAH IRI

Sufyan Ats-Tsauri -rahimahullah- mengatakan:

Wahai saudaraku, JANGANLAH IRI kepada ahli maksiat dengan kemaksiatan mereka

Dan jangan pula iri kepada mereka dengan GELIMANGAN NIKMAT yang ada pada mereka. 

Karena di hadapan mereka; ADA SEBUAH HARI yang kaki-kaki mereka akan terpleset, jasad-jasad mereka akan gemetar, rona wajah mereka akan berubah (pucat), waktu berdiri (menanti hisab) akan panjang, proses hisab amalan mereka akan SANGAT KERAS, dan hati-hati mereka di hari itu akan beterbangan hingga sampai ke kerongkongan-kerongkongan mereka!

Maka, bagaimana besarnya PENYELASAN mereka (ketika itu), atas maksiat-maksiat yang telah mereka lakukan dahulu. 

[Hilyatul Aulia: 7/24]

7/08/2019

7 Nasihat Rumah Tangga

Nasihat singkat ini disampaikan oleh Al Ustadz Yazid hafizahullah sebagai penutup dari Tabligh Akbar waktu Ahad, 27 Syawwal 1440 H / 30 Juni 2019 di Masjid Jakarta Islamic Centre :
  1. Wajib Menegakkan Rumah Tangga Diatas Agama Allah (Bertaqwa kepada Allah, Menegakkan Tauhid, Sunnah, Solat 5 waktu, dll.) 
  2. Ingatkan dari awal pasca akad nikah kepada istri agar taat kepada suami, bahwa suami adalah surga atau neraka istri.
  3. Wajib Menegakkan Akhlak Mulia dalam Rumah tangga.
  4. Tolong menolong dalam Rumah Tangga.
  5. Berlomba-lomba dalam Kebaikan.
  6. Banyak berdzikir, Tilawah Qur'an, Baca Buku.
  7. Banyak berdoa' untuk kebaikan Rumah Tangga.

7 KESALAHAN FATAL MEMBACA AL-FATIHAH

*1. BACAAN BASMALLAH*
✅BENAR.
بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
⛔SALAH
بسم الله الرهمن الرهيم
Dengan Nama ALLAH Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan.
Jangan menyamakan hح dengan Hه

*2. AYAT 1*
✅BENAR
الحمد لله رب العالمين
Segala Puji hanya untuk ALLAH  Tuhan Pemelihara Alam semesta.
⛔SALAH
الهمد لله رب الآلمين
Segala diam, pasif dan mati untuk ALLAH Tuhan Pemelihara segala penyakit.
Jangan menyamakan ع dengan ؤ ئ أ

*3. AYAT 2*
✅BENAR.
الرحمن الرحيم
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
⛔SALAH
الرهمن الرهيم
Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan.
Jangan menyamakan hح dengan H

*4. AYAT 3*
✅BENAR
مالك يوم الدين
Yang Menguasai hari pembalasan.
⛔SALAH
مالكي يوم الدين
Yang Menguasaiku / Yang menjadi Tuhanku adalah hari pembalasan. (bukan ALLAH tuhanku).
Memberi spasi di MALIKI ,-, YAUMIDDIN  saat membaca ayat ini adalah sama dengan memanjangkan bacaaan مالك menjadi مالكي.

*5. AYAT 4*
✅BENAR
إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
Hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.
⛔SALAH
إيياكا نأبد و إيياكا نستئين
Kami lebih abadi dari Engkau, dan kami minta perpanjangan waktu.
Jangan memanjangkan bacaan pendek dan jangan memendekkan bacaan panjang
Jangan menukar ع dengan إ ؤ ئ / ء

*6. AYAT 5*
✅BENAR
اهدنا الصراط المستقيم
Tunjuki kami jalan yg lurus
⛔SALAH
اهدنا السرات المستكيم
Berikan kami sertifikat segundukan seperti gundukan punuk onta.
Jangan mengganti
ص dengan س
ط dengan ت
ق dengan ك

*7. AYAT 6 dan 7*
✅BENAR
صراط الّذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضآلّين
yaitu jalan orang orang yg Engkau berikan nikmat, bukan jalan orang orang yg Engkau murkai dan bukan jalan orang orang yg sesat.
⛔SALAH
سرات الذين أنئمت أليهم كير المكدوب أليهم ولا الدآلّين
yaitu sertifikat org org yg kau beri seperti auman singa yg keras dan sertifikat seujung kuku dan sertifikat yg tidak benar
Jangan menukar
ص dengan س
ع dengan ئ ؤ أ ء
غ dengan ك
ض dengan د

Dari pemaparan di atas, terlihat jelas kesalahan-kesalahan *fatal* (lahn jahl) yang bisa merubah kandungan makna di dalam setiap ayat. Mari kita sama-sama saling memperbaiki bacaan, terus menerus melakukan perbaikan dalam bacaan al Quran. Semoga kita menjadi pecinta Al Quran dan fasih di dalam membacanya!

Mengajak Keluarga Ke Surga dengan Mendidik Diatas Al-Qur'an dan As-Sunnah

[1]- MUQADDIMAH:
Ketika banyak kemungkaran, kemaksiatan dan musibah; maka kita harus instropeksi diri-diri kita; karena telah banyak kemakisatan dari diri kita, anak dan istri kita. Sehingga dengan memperbaiki diri dan keluarga; maka akan mewujudkan kebaikan dalam masyarakat dan Negara. Dan perubahan bukanlah dari arah pemimpin  tapi dari arah kita.
Allah -Ta’aala- berfirman:
‎{...إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ...}
“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Perubahan itu bukan dengan pergantian penguasa, perubahan terjadi dengan sebab yang Allah sebutkan dalam ayat di atas. Allah tidak menyebutkan perubahan ada pada penguasa dan hukum mereka; akan tetapi perubahan adalah pada diri kita dulu, dimulai dari rumah tangga. Keluarga harus diajak kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah, kembali kepada Islam yang benar. Dengan kebaikan masyarakat; maka akan Allah bukakan barakah. Allah –Ta’aalaa- berfirman:
‎{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ...}
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,...” (QS. Al-A’raf: 96)
Jadi kita mulai dengan diri-diri kita.

[2]- PERNIKAHAN ADALAH FITRAH
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
‎{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ}
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Ar-Ruum: 30)
Pernikahan yang benar adalah laki-laki dan perempuan, dan inilah yang kita bahas. Dan kita tidak membahas pernikahan yang tidak benar dan yang menyalahi fitrah; seperti: pernikahan laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan.
Kemudian karena yang menikahi adalah laki-laki; maka pembicaraan tentang pernikahan ini diarahkan kepada laki-laki. Allah berfirman:
‎{...فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ...}
“…maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat...” (QS. An-Nisa’: 3)
Dan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian memiliki kemampuan untuk menikah; maka menikahlah, karena nikah lebih menundukkan pandangan, dan ia lebih membentengi“farji” (kema1uan). Dan barangsiapa yang tidak mampu; maka hendaklah dia berpuasa, karena ia (puasa itu)dapat membentengi diri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Di sini Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-  menyebutkan bagi orang yang mampu untuk menikah: untuk segera menikah; karena akan lebih menundukkan pandangannya. Dengannya ia tidak akan melangar syari’at; seperti “istimnaa’” (onani); maka ini hukumnya haram dalam Islam, sebab Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-  memberikan solusi bagi yang belum mampu menikah untuk berpuasa; bukan dengan onani.
Pernikahan yang sah akan membawa kepada separuh agama. Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-  bersabda:
‎إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ؛ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنَ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِيَ
“Siapa saja yang menikah; maka diatelah melengkapi separuh imannya,maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Ath-Thabrani)
Imam Al-Munawi -rahimahullaah-menjelaskan: “Rasulullah menjadikan takwa ke dalam dua bagian: satu bagian dapat diraih dengan menikah,dan satu bagian lagi dengan amal shalih selainnya. Abu Hatim -rahimahullaah- berkata: ‘Secara umum yang menguasai agama seseorang adalah kemaluan dan perutnya, dan salah satu dari keduanya dapat dicukupi dengan menikah’.”
Nabi juga bersabda dalam hadits yang lain:
‎مَنْ رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً؛ فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِيْ
“Siapa saja yang dikaruniai oleh Allah istri shalihah; maka sungguh Allah telah membantu dia dalam melaksanakan separuh agamanya. Hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya lagi.” (HR. Ath-Thabrani)
Seorang istri yang shalihah dapat mambantu untuk menjaga separuh agama. Dengan menikah; maka banyak keutamaan dan ganjarannya. Di antaranya: seorang memberikan nafkah kepada istri yang ini lebih utama dari infak untuk orang miskin, membebaskan budak, dan infak dalam jihad fi sabilillah.
Kalau orang belum menikah kemudian bekerja mencari uang; maka uangnya untuk apa?! Tapi kalau dia menikah; maka dia memberi nafkah kepada istri dan anak, membiayai sekolah anak: dan dia akan mendapat ganjaran.
Juga seorang akan terjaga dari zina, homo, dan lain-lain.
Sehingga Islam tidak menyukai hidup membujang. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فََإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan pada nabi pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad dan lainnya).
Pernah suatu ketika tiga orang Shahabat datang bertanya kepada Ummahatul Mukminin tentang ibadah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-. Setelah diterangkan; maka ketiganya spontan ingin meningkatkan ibadah masing-masing. Salah seorang dari mereka berkata: “Sungguh, aku akan berpuasa sepanjang masa tanpa putus.” Shahabat lain berkata: “Aku akan shalat malam selamanya.” Dan yang satu lagi berkata: “Akan aku jauhi wanita,sehingga saya tidak akan menikah selama-lamanya....”
Ketika hal itu didengar oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; makabeliau segera keluar seraya bersabda:
‎أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Benarkah kalian yang telah mengatakan begini dan begitu? Demi Allah, sungguh akulah yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya di antara kalian. Meski demikian, aku tetap berpuasa dan aku berbuka (tidak puasa), aku shalat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka,  siapa saja yang tidak menyukai sunnahku; maka dia tidak termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-menyebutkan: bahwa menikah termasuk Sunnah beliau; sehingga laki-laki harus segera menikah. Beliau bersabda:
‎النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي، فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي، وَتَزَوَّجُوا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ، وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ، فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ
“Menikah adalah sunnahku. Siapa yang enggan mengerjakan sunnahku; maka dia bukan dari golonganku. Menlkahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh umat kelak. Siapa yang memiliki kemampuan untuk menikah; maka menikahlah. Dan siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat) .” (HR. Ibnu Majah)
Para nabi dan rasul juga menikah.Allah -Ta’aalaa- berfirman:
‎{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً...}
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan…” (QS. Ar-Ra’d: 38)

[3]- TUJUAN PERNIKAHAN
Jalan yang sah adalah dengan menikah, bukan dengan pacaran, kumpul kebo dan lainnya.
Adapun zina; maka dosa besar yang keji. Allah berfirman:
‎{وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا}
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa’: 32)
Menikah akan mendatangkan kebahagiaan, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dan hal ini akan dia dapatkan dengan melaksanakan ibadah dalam rumah tangganya, karena kita memang diciptakan untuk beribadah kepada Allah.
Allah berfirman:
‎{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21).
Antara orang yang sudah menikah dengan yang belum adalah berbeda. Orang yang telah menikah akan mendapatkan ketenangan. Ketika pulang kerja; maka istri sudah siap untuk menyambutnya, karena istri memang tugasnya di rumah; bukan bekerja di luar rumah.
Dan kecintaan yang hakiki ada setelah pernikahan bukan dengan pacaran, dan kecintaan ini ada bahkan pada orang kafir sehingga ada di antara mereka yang bisa langgeng pernikahannya sampai usia tua.
Rasulullah bersabda:
‎لَمْ يُرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
“Tidak pernah terlihat dua insan yang saling mencintai seperti halnya yang terlihat dalam pernikahan.” (HR. Ibnu Majah dan lainnya)
Cinta orang pacaran adalah semu: motor pinjam, dandan juga demikian, dan seterusnya. Semuanya pura-pura. Cinta yang dibungkusdengan kepura-puraan.
Berduaan dengan perempuan adalah haram, melihat perempuan yang tidak halal juga haram, meraba perempuan yang tidak halal juga haram.
Di antara tujuan pernikahan juga adalah: mendapatkan keturunan yang shalih. Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
‎{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ}
“Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkanmu, di antara kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang tua renta (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (QS. An-Nahl: 72)
Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah -dengan izin Allah- ia akan mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga. Karena anak yang shalih akan senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya, serta dapat menjadikan amal seseorang terus mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah
di dalam kubur. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‎إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Bahkan ada orang tua yang sedikit amalnya kemudian Allah masukkan ke dalam Surga dengan sebab istighfar anaknya. Ketika anak meminta ampunan kepada Allah setiap hari; maka akan diampuni dosa orang tua sehingga bisa masuk Surga. Ini kalau satu anak; bagaimana kalau banya anak yang memintakan ampunan untuk orang tua. Sehingga KB (membatasi kelahiran) dalam Islam adalah haram. Dan Nabi ingin umatnya banyak anak, dan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga mendo’akan Anas untuk banyak anak dan banyak rezeki:
‎اللّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya apa-apa yang Engkau anugerahkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Dengan kehendak Allah, Anasmenjadi orang yang paling banyak anaknya dan paling banyak hartanya pada waktu itu di Madinah. Anas pun menyatakan: “Putriku, Umainah, memberithukan bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia berjumlah 120 sekian orang sewaktu Hajjaj bin Yusuf memasuki kota Bashrah.”
Seorang muslim tidak boleh khawatir tentang masa depan. Allah Yang Menciptakan; maka Allah juga Yang Memberi Rezeki. Allah Al-Khaliq dan juga Ar-Razzaq. Akan tetapi dibisiki oleh setan dari jenis jin dan setan dari jenis manusia: nanti makannya bagaimana, sekolahnya bagaimana. Maka antum jangan mau dibisiki setan dan jangan jadi setan. Wajib kita menyerahkan segala urusan kepada Allah.
Allah berfirman:
‎{الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)
Orang dulu tidak pernah berfikir kalau banyak anak bagaimana makan dan sekolahnya, orang sekarang yang banyak takutnya. Dan -sekali lagi- Nabi menyukai umatnya untuk banyak anak.
Di antara manfaat memiliki banyak anak adalah:
a. Mendapat karunia yang sangat besar yang lebih tinggi nilainya daripada harta.
b. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.
c. Sarana untuk memperoleh ganjaran dari sisi Allah.
d. Di dunia mereka bisa tolong-menolong dalam kebajikan.
e. Dapat membantu meringankan beban orang tua.
f. Doa mereka menjadi amal yang bermanfaat ketika kedua orang tua tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
g. Jika salah satunya ditakdirkan meninggal tatkala masih kecil atau belum baligh; insya Allah dia menjadi syafa’at (penghalang masuknya seseorang ke dalam Neraka) bagi kedua orang tua di akhirat.
h. Menjadi hijab (pembatas) antara dirinya dan api Neraka, manakala orang tuanya mampu mendidik mereka hingga menjadi anak yang shalih dan shalihah.
i. Menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin ketika jihadfi sabilillah diserukan, karena jumlah mereka yang sangat banyak.
j. Membuat Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; berbangga pada hari Kiamat, dengan sebab jumlah umatnya yang begitu banyak.

[4]- HAK ISTRI YANG WAJIB DIPENUHI OLEH SUAMI
Di antara yang paling pokok adalah: memberikan nafkah yang lahir maupun bathin, memberikan pakaian, dan mendidiknya.
Dan nafkah harus dari harta yang halal, karena kalau diberikan dari yang haram; maka do’anya bisa tidak dikabulkan oleh Allah.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- menyebutkan orang yang lama bepergian, yang rambutnya kusut, berdebu, dan ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: ‘Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!’ Sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi kecukupan dengan yang haram; maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?!” (HR. Muslim)
Safar merupakan sebab untuk dikabulkannya do’a. Akan tetapi disebutkan bahwa ada penghalang berupa makan dari yang haram; sehingga do’anya tidak dikabulkan oleh Allah.
Sehingga suami harus mencarai harta yang halal, karena daging yang tumbuh dari yang haram; maka lebih berhak untuk Neraka.
Dan memberi nafkah untuk keluarga adalah besar pahalanya.
Yang wajib memberi nafkan adalah laki-laki, sedangkan istri tidak wajib. Karena mencari nafkah memang kewajiban laki-laki
Allah berfirman:
‎{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ...}
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya...” (QS. An-Nisaa’: 34)
Seorang suami harus mencari nafkah, tidak boleh begantung kepada orang lain, tidak boleh bergantung kepada orang tua, dan semisalnya.
Dan ini ganjarannya besar, sedangnkan menyaia-nyiakan keluarga ada ancaman dari Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Seorang suami juga wajib untuk mengajak istri ke Surga, dengan cara mendidiknya. Inilah fokus pembahasn kita.
Allah berfirman:
‎{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Menjaga keluarga dari api Neraka mengandung maksud: menasihati mereka agar ta’at, bertakwa kepada Allah -’Azza Wa Jalla- dan mentauhidkan-Nya serta menjauhkan syirik, mengajarkan kepada mereka tentang syari’at Islam, dan tentang adab-adabnya. Para Sahabat dan mufassirin (ahli tafsir) menjelaskan tentang tafsir ayat tersebut sebagai berikut.
Ali bin Abi Thalib -radhiyallaahu ‘anhu- berkata: “Ajarkanlah agama kepada keluarga kalian, dan ajarkan pula adab-adab Islam.”
Qatadah -rahimahullaah- berkata: “Suruh keluarga kalian untuk ta’at kepada Allah! Cegah mereka dari berbuat maksiat! Hendaknya mereka melaksanakan perintah Allah danbantulah mereka! Apabila kalian melihat mereka berbuat maksiat; maka cegah dan laranglah mereka!”
Ibnu Jarir ath-Thabari -rahimahullaah- berkata: “Ajarkan kepada keluarga kalian: keta’atan kepada Allah yang hal itu dapat menyelamatkan diri mereka dari api Neraka.”
Imam Asy-Syaukani -rahimahullaah-mengutip perkataan Ibnu Jarir: “Wajib bagi kita mengajarkan anak-anak kita dienul islam (ajaran agama Islam), serta mengajarkan segala kebaikan danadab-adab Islam.”
Maka wajib untuk memerintahkan keluarga kepada yang ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar. Dan ma’ruf yang paling ma’ruf adalah Tauhid dan mungkar yang paling mungkar adalah syirik. Maka ini harus diajarkan.
Oleh karena itulah setelah seorang laki-laki melakukan akad nikah; maka suami langsung mengatakan kepada istrinya: “Kewajiban kamu adalah untuk ta’at kepadaku.” Karena setelah ayahnya menyerahkan anak perempuannya kepada suaminya; maka tanggung jawab diserahkan kepada suami. Dan suami untuk bisa memikul tanggung jawab tersebut harus dengan menuntut ilmu. Ketika orang-orang sibuk dengan pemilihan pemimpin Negara; maka harusnya kita menyibukkan diri sendiri dengan kepemimpinan sebagai pemimpin yang baik bagi keluarga.
Tapi banyak suami yang menjadi makmum, dan pemimpinnya adalah istrinya. Apa yang dikatakan oleh istrinya; maka dia mendengar dan ta’at. Ini adalah suami yang bodoh. Allah menjadikan kepemimpinan pada suami -sebagaimana dalam ayat (QS. An-Nisaa’: 34) di atas-.
Dan setiap orang hendaknya berdo’a untuk bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, dengan beragama berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf. Dan setiap orang harus meluangkan waktu untuk menuntut ilmu (yang ini merupakan bentuk ibadah). Dan manusia diciptakan untuk beribadah, adapaun mencari nafkah; adalah sekedarnya. Sehingga seorang harus meluangkan waktunya untuk menuntut ilmu.
Kalau istri tidak masak; maka suami tidak berdosa. Akan tetapi ketika istri tidak bisa wudhu’ dan tidak bisa Shalat; maka suaminya berdosa.
Kemudian suami juga harus memperhatikan pendidikan anaknya, bukan hanya diserahkan kepada sekolah Islam.

[5]- KEWAJIBAN UNTUK MENDIDIK ANAK
Kita ditanya tentang istri dan anak kita, kita tidak ditanya tentang siapa pemimpin kita: apakah 01 ataukah 02. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Banyak rumah tangga berantakan karena suami sibuk dengan politik, dagang, kerja, usaha; sehingga tidak memperhatikan istri dan anaknya.
Wajib mendidik anak dengan baik dan sabar agar mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Dan pendidikan yang palin pokok adalah Tauhid. Allah -Ta’aalaa- berfirman:
‎{وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya: ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Juga mengajarkan kalimat-kalimat yang baik: dzikir-dzikir dan membaca Al-Qur-an. Sehingga orang tua juga harus rajin membaca Al-Qur-an, minimal satu juz; agar bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Disamping kita menyekolahkan anak di sekolah-sekolah Islam; maka pendidikan di rumah juga jangan ditinggalkan. Terus ajarkan adab-adab Islami: adab makan dan minum dengan tangan kanan, bacaan ketika masuk dan keluar WC, bacaan tidur, dan lain-lain. Dan yang harus diperhatikan juga adalah Shalat, mulai disuruh Shalat pada umur tujuh tahun umur tiga/empat tahun diajarkan maka tidak masalah, tapi jangan diajak ke masjid jika mengganggu. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan kalau sudah berusia sepuluh tahun meninggalkan shalat, maka pukullah dia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita) .” (HR. Abu Dawud)
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
‎{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى}
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Jika istri sibuk dengan masak, anak sibuk dengan main; maka kepala rumah tangga harus memerintahkan untuk Shalat. Maka kita boleh agak keras untuk ini, karena kalau tidak; maka kasihan mereka nantinya.
Dan dengan mengerjakan Shalat; maka Allah akan memberikan rezeki -sebagaimana dalam ayat di atas-.
Nabi Ibrahim -‘alaihis salaam- selain berdo’a agar anak cucunya tidak meyembah berhala: juga berdo’a agar anak cucunya tetap Shalat. Allah berfirman:
‎{رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ}
“Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku.” (QS. Ibrahim: 40)
Anak istri harus benar shalatnya, hafal do’a-do’anya, dan memahami makna-makna dari apa yang dibaca.
Maka harus diperhatikan waktu-waktu Shalat, wudhu’-nya, dan Shalat berjama’ah bagi laki-laki. Allah berfirman:
‎{وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ}
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Imam Ibnu Katsir -rahimahullaah- berkata: “Banyak ulama berdalil dengan ayat ini atas wajibnya shalat berjama’ah.”
Adapun perempuan; maka yang terbaik adalah Shalat di rumah.
Orang tua juga harus memperhatikan akhlak anak-anaknya dan juga lisan-lisan mereka. Dan yang terbanyak memasukkan ke Neraka adalah lisan.
‎سُئِلَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الجَنَّةَ، فَقَالَ: ((تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ)) وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ، فَقَالَ: ((الفَمُ وَالفَرْجُ))
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Surga; maka beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Dan ketika ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Neraka, maka beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan.” (HR, At-Tirmidzi)
Juga harus memperhatikan pergaulan anak, karena Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang bergantung kepada agama teman karibnya; maka hendaklah seorang dari kalian melihat dengan siapa dia berteman.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan lainnya)
Pergaulan anak harus dijaga, baik pergaulan dengan manusia atau juga dengan HP. Karena anak bisa melihat hal yang haram atau bermain yang menghabiskan waktu. Belum lagi syubhat yang ada di HP itu.
Kita senantiasa berdo’a kepada Allah agar dianugerahi anak-anak yang shalih, seperti yang Allah firmankan tentang do’a hamba-hamba Allah:
‎{...رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: )
Selain berdo’a juga harus ada usaha. Sama seperti berdo’a untuk diberi ilmu; maka juga harus ada usaha dengan menuntut ilmu.
Di antara pendidikan terhadap keluarga adalah dengan mengajarkan do’a-do’a dan dzikir-dzikir yang shahih. Seperti dzikir pagi & sore, dzikir mulai dari bangun tidaur sampai mau tidur lagi.
Selain juga hal-hal lain: seperti mengajarkan untuk bersedekah. Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- menyebutkan bahwa yang banyak masuk Neraka adalah para wanita dan beliau perintahkan mereka untuk bersedekah.
Maka yang paling pertama diperhatikan adalah keadan suami itu sendiri, kemudian istri yang harus ta’at kepada suami. Dan ada tabi’at yang bengkok dan susah untuk diperbaiki; maka harus bersabar.
Kewajiban suami untuk mendidik istri, karena terkadang pendidikan yang baik bagi anak tidak disetujui oleh istri; sehingga harsu mendidik istri terlebih dahulu.

[6]- HAK SUAMI YANG WAJIB DIPENUHI OLEH ISTRI
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
‎{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ...}
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)...” (QS. An-Nisa’: 34)
Seorang istri punya kewajiban ta’at yang besar kepada suaminya. Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh untuk menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain; maka aku akan perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya.” (HR. At-Tirmidzi dan lainnya).
Dan perempuan kalau dia ta’at kepada suaminya; maka dia masuk Surga. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
‎إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خُمُسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وحصَّنت فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang istri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taطat kepada suaminya: niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ibnu Hibban)
Nabi sebutkan empat yang tidak berat untuk dilakukan istri agar bisa masuk Surga.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah & bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga:
“… Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan setia kepada suaminya yang jika suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata: ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha?” (HR. Ath-Thabrani)
Seorang istri tidak bisa memenuhi hak Allah sampai dia memenuhi hal suaminya. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-bersabda:
‎وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا، وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ، لَمْ تَمْنَعْهُ
“… Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan sanggup menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya (untuk berhubungan intim) ketika berada di atas punggung unta; maka ia tetap tidak boleh menolak.” (HR. Ibnu Majah)

RINGKASAN KAJIAN USTADZ YAZID BIN ‘ABDUL QADIR JAWAS -hafizhahullaah-
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix hafidzahullaah.

6/06/2019

Fawaid Ramadhan 1440 H

Bismillah tlg dicatat nasihat indah ulama ini dibuku2 kita sebagai bekal, tidak lah seseorang bisa berkata seperti demikian kecuali karena kedalaman ilmunya dan keberkahan lisannya.

Hadiah ini saya dapatkan di malam terakhir Ramadhan 1440 H.

-------

Terkadang sebagian orang memandangmu sebagai orang yang bertakwa…

Sebagian lainnya memandangmu sebagai orang yang berlumur dosa..

Dan sebagian yang lain memandangmu begini.. begini.. dan begitu..

Namun pada hakikatnya, engkaulah yang paling tahu tentang dirimu sendiri.

 

Satu-satunya rahasia yang tidak diketahui oleh orang lain selainmu

Ialah "Rahasia hubunganmu dengan Robbmu”

Maka janganlah terperdaya dengan orang-orang yang memujimu,

Dan jangan pula resah terhadap orang-orang yang mencelamu,

Karena sejatinya {بل الإنسان على نفسه بصيرة - Al Qiyamah : 14}

(Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri)

 

Hidup itu diantara dua pilihan : Antara Taat dan Maksiat.

Sesungguhnya engkau juga tak akan tahu diantara kedua itu mana titik akhirnya?

Bertaatlah dengan penuh keikhlasan, bukan pelarian,

Jagalah amalan sunnah untuk terus mendekatkan diri dengan Allah ‘azza wa jalla bukan untuk mendapat sanjungan,

Demi Allah engkau lebih membutuhkan ketaatan, sedangkan Robbmu Subhaanahu tidak membutuhkan itu.

 

Jangan jadikan ambisimu agar dicintai manusia, sementara hati mereka selalu berubah-ubah.

Bisa jadi hari ini mereka begitu mencintaimu, namun keesokan harinya mereka sangat membencimu.

Karena yang seharusnya menjadi ambisimu adalah bagaimana caranya meraih cintanya Robb seluruh manusia, karena bila Ia mencintaimu maka Dia akan buat hati-hati manusia mencintaimu.

 

Perkara haram tetaplah haram walaupun semua orang mengerjakannya...

Maka janganlah engkau merubah pendirianmu, tinggalkan saja mereka,

karena pada akhirnya nanti engkau akan dihisab seorang diri..

Oleh karena itu Istiqomahlah sebagaimana yang diperintahkan padamu, bukan berdasarkan seleramu.

 

Jadikanlah rahasia kebaikanmu tiada yang mengetahuinya kecuali Allah La ilaaha illallah.

Sebagaimana dosa yang tersembunyi bisa menjadi penyebab kebinasaan,

Demikian pula kebaikan yang tersembunyi bisa membawa pada keselamatan.

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبً

“Sesungguhnya Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”

Ketahuilah bahwa konferensi terbesar sepanjang sejarah adalah konferensi yang berlangsung dibawah pohon (janji setia perang khaibar)..

Ya Allah, sungguh aku pasrahkan segala urusanku padamu..

 

Salah seorang ulama pernah berkata, “Sesungguhnya aku berdoa kepada Allah untuk suatu kebutuhan, Jika Ia mengabulkan doaku maka bahagiaku hanya sekali, dan jika tidak dikabulkan maka kebahagianku justru sepuluh kali lipat.

Karena pengabulan yang pertama adalah pilihanku, sedangkan yang kedua adalah pilihan Allah yang maha mengetahui hal ghaib yang tidak kita ketahui.”

 

Yang dinamakan keindahan itu adalah keyakinan kepada Tuhan seluruh hamba

Allah subhanahu wa ta’ala maha mengetahui, sedangkan kita tidak mengetahui

Itulah jawaban yang tepat atas pertanyaan “Mengapa hal itu terjadi padaku?”

 

Bahwa orang-orang yang keluar masuk dalam hidupmu merupakan rahmat dari Tuhanmu..

Kita juga tidak akan menyadari sebuah rahmat kecuali oleh sebab waktu..

Waktu dapat merubah banyak hal, bahkan merubah bentuk gunung,

Bukan hal mustahil juga waktu akan merubah kepribadian seseorang.

 

Jikalau kita belajar bagaimana rasanya saat kita mendapat bayaran diganti dengan balasan

Niscaya kita tidak mengharapkan cepatnya sebuah kenyamanan

Karena tidak ada satu hal yang diambil dari kita kecuali untuk diberikan kembali

Maka terimalah takdir Allah terhadap kita dengan perkataan kita “Alhamdulillah..”

 

Para ulama salafush shalih terdahulu mewasiatkan tiga kalimat yang jikalau ditimbang dengan emas, pasti lebih berat timbangannya daripada emas :

1.       Barang siapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah ta’ala, niscaya Ia akan memperbaiki hubungannya dengan orang lain.

2.       Barang siapa yang memperbaiki perbuatannya sendiri, Niscaya Allah ‘azza wa jalla memperbaiki perbuatannya yang terlihat oleh orang lain.

3.       Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai prioritasnya, Niscaya Allah robbul alamin menjaminkan / melapangkan urusan dunia dan akhiratnya.

 

Kerugian terbesar adalah bahwa surga yang luasnya tak terkira melebihi langit dan bumi, akan tetapi tidak ada tempat (walau sejengkal) didalamnya bagimu..

Manfaatkanlah hidupmu sebagai bekal akhiratmu…

Semoga Allah mengampuni dosaku dan juga kalian.. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi yang mulia Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

 

📚 Al Muntada Asy Syaikh Fawwaz Al Madkholy Hafidzohullah Ta'ala.

2/17/2019

MEMBERSIHKAN HATI DARI FITNAH SYAHWAT DAN FITNAH SYUBHAT

Dari Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى

Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

تُـعْـرَضُ الْـفِـتَـنُ عَلَـى الْـقُـلُـوْبِ كَالْـحَصِيْـرِ عُـوْدًا عُوْدًا ، فَـأَيُّ قَـلْبٍ أُشْرِبَـهَا نُـكِتَ فِـيْـهِ نُـكْـتَـةٌ سَوْدَاءُ ، وَأَيُّ قَـلْبٍ أَنْـكَـرَهَا نُـكِتَ فِـيْـهِ نُـكْتَـةٌ بَيْضَاءُ ، حَتَّىٰ تَصِيْـرَ عَلَـىٰ قَـلْبَيْـنِ : عَلَـىٰ أَبْـيَـضَ مِثْـلِ الصَّفَا ، فَـلَا تَـضُرُّهُ فِـتْـنَـةٌ مَـا دَامَتِ السَّمٰـوَاتُ وَالْأَرْضُ ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُـرْبَادًّا ، كَالْكُوْزِ مُـجَخِّـيًا : لَا يَعْرِفُ مَعْرُوْفًـا وَلَا يُـنْـكِرُ مُنْكَـرًا ، إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ.

Fitnah-fitnah menempel dalam lubuk hati manusia sedikit demi sedikit bagaikan tenunan sehelai tikar. Hati yang menerimanya, niscaya timbul bercak (noktah) hitam, sedangkan hati yang mengingkarinya (menolak fitnah tersebut), niscaya akan tetap putih (cemerlang). Sehingga hati menjadi dua : yaitu hati yang putih seperti batu yang halus lagi licin, tidak ada fitnah yang membahayakannya selama langit dan bumi masih ada. Adapun hati yang terkena bercak (noktah) hitam, maka (sedikit demi sedikit) akan menjadi hitam legam bagaikan belanga yang tertelungkup (terbalik), tidak lagi mengenal yang ma’ruf (kebaikan) dan tidak mengingkari kemungkaran, kecuali ia mengikuti apa yang dicintai oleh hawa nafsunya.”

TAKHRIJ HADITS:
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh :
1. Imam Muslim dalam Shahiih-nya (no. 144),
2. Imam Ahmad dalam Musnad-nya (V/405),
3. Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 4218).

SYARAH HADITS:
Menurut bahasa, kata fitnah –bentuk tunggal dari kata fitan- berarti musibah, cobaan dan ujian. Makna kata ini berasal dari perkataan: فَتَنْتُ الْفِضَّةَ وَالذَّهَبَ, artinya aku uji perak dan emas dengan api agar dapat dibedakan antara yang buruk dan yang baik[1].

Menurut istilah (terminologi), kata fitnah disebutkan berulang dalam al-Qur’ân pada 72 ayat, dan seluruh maknanya berkisar pada ketiga makna di atas.

Setiap hari hati manusia didera oleh fitnah. Fitnah terbagi dua macam, yaitu fitnah syahwat dan fitnah syubhat (dan ini adalah fitnah yang paling besar). Keduanya bisa ada dalam diri seseorang, atau hanya salah satunya saja. Fitnah syahwat adalah fitnah keduniaan, seperti harta, kedudukan, pujian, sanjungan, wanita, dan yang lainnya. Fitnah syubhat adalah fitnah pada pemahaman, keyakinan, aliran, juga pemikiran yang menyimpang.

Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) menjelaskan tentang fitnah syubhat dan syahwat, “Fitnah syubhat ada karena lemahnya pengetahuan dan sedikitnya ilmu, apalagi jika dibarengi dengan jeleknya niat serta terturutinya hawa nafsu, maka itu adalah fitnah dan musibah yang besar. Maka katakanlah semaumu tentang orang sesat dan niatnya jelek, yang menjadi hakimnya adalah hawa nafsunya bukan petunjuk, dibarengi dengan lemahnya pengetahuan, tidak banyak tahu tentang ajaran yang dibawa Rasulullah, maka dia termasuk salah satu dari yang disebutkan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya :

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ

“… Mereka hanya mengikuti dugaan, dan apa yang diingini oleh keinginannya …” [an-Najm/53:23]

Allâh Azza wa Jalla telah mengabarkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan seseorang dari jalan Allâh Azza wa Jalla , Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

(Allâh berfirman), ‘Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allâh. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allâh akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.’” [Shâd/38:26]

Dan ujung dari fitnah ini adalah kekufuran dan kemunafikan. Dialah fitnahnya orang munafiqin, fitnahnya ahlul bid’ah sesuai dengan tingkatan kebid’ahan mereka. Mereka berbuat bid’ah dikarenakan fitnah syubhat yang menyebabkan al-haq menjadi tersamar bagi mereka dengan kebathilan, petunjuk tersamarkan dengan kesesatan.

Dan seseorang tidak akan selamat dari fitnah ini kecuali dengan mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , berhukum dengannya dalam masalah agama yang kecil maupun yang besar, yang zhahir maupun bathin, dalam masalah keyakinan dan perbuatan, hak-haknya dan syariatnya. Maka dia menerima hakikat iman, syariat Islam, dan apa-apa yang Allâh tetapkan berupa sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, serta nama-nama-Nya, dan apa-apa yang Allâh nafikan dari-Nya. Sebagaimana dia menerima dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kewajiban shalat, waktu-waktunya, dan jumlah raka’atnya, kadar nishab zakat dan orang-orang yang berhak menerimanya, kewajiban berwudhu dan mandi junub, serta puasa Ramadhan. Jadi dia tidak boleh menjadikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasul dalam satu urusan agama dan tidak dalam urusan agama yang lain, tetapi dia (harus) menjadikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasul dalam segala sesuatu yang dibutuhkan oleh ummat dalam ilmu dan amal, dia tidak mengambil (syari’at) kecuali darinya. Jadi petunjuk itu tidak keluar dari perkataan dan perbuatan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan semua yang tidak sesuai dengannya (dengan syari’at yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa) adalah kesesatan.

Jenis fitnah yang kedua yaitu fitnah syahwat. Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan fitnah tersebut dalam firman-Nya :

كَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا فَاسْتَمْتَعُوا بِخَلَاقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُمْ بِخَلَاقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ بِخَلَاقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

(Keadaan kamu kaum munafik dan musyrikin) seperti orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya. Maka mereka telah menikmati bagiannya, dan kamu telah menikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal-hal yang bathil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” [at-Taubah/9:69]

Maksudnya, bersenang-senanglah dengan bagian kalian di dunia dan syahwatnya. al-Khalâq yaitu bagian yang telah ditentukan. Kemudian Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا (dan kamu mempercakapkan (hal-hal yang bathil) sebagaimana mereka mempercakapkannya…” Percakapan yang bathil ini adalah syubhat.

Allâh Azza wa Jalla mengisyaratkan dalam ayat tersebut apa-apa yang bisa menimbulkan kerusakan hati dan agama, yaitu bersenang-senang dengan dunia (berupa harta dan anak-anak) dan percakapan-percakapan yang bathil. Karena kerusakan agama itu bisa terjadi dengan sebab keyakinan bathil dan membicarakannya, atau dengan perbuatan yang tidak sesuai dengan ilmu yang benar. Yang pertama adalah bid’ah dan sejenisnya, dan yang kedua adalah kefasikan amalan. Kerusakan pertama merupakan kerusakan dari segi syubhat, dan yang kedua dari segi syahwat.

Karena inilah Ulama salaf berkata, “Berhati-hatilah dari dua jenis manusia : Pengekor hawa nafsu yang terfitnah oleh hawa nafsunya dan pecinta dunia yang telah dibutakan oleh dunia.”

Mereka juga berkata, “Berhati-hatilah dari fitnah orang alim yang fajir (menyimpang), dan orang yang suka beribadah tetapi bodoh, karena fitnah mereka berdua adalah fitnah bagi orang-orang yang terfitnah.”

Asal atau akar dari semua fitnah itu adalah perbuatan mendahulukan akal daripada syari’at, dan hawa nafsu daripada akal. Yang pertama merupakan akar fitnah syubhat, dan yang kedua adalah akar fitnah syahwat.

Fitnah syubhat itu harus ditangkal dengan keyakinan, dan fitnah syahwat ditangkal dengan kesabaran. Karena itulah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kepemimpinan agama bergantung kepada dua perkara ini (sabar dan yakin). Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [as-Sajdah/32:24]

Ayat tersebut menunjukkan bahwa dengan sabar dan yakin, kepemimpinan dalam agama akan dapat diraih. Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatukan keduanya juga dalam firman-Nya:

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“…Serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” [al-‘Ashr/103:3]

Maka saling menasehati dalam kebenaran akan dapat melawan syubhat, dan saling menasehati dalam kesabaran akan menghentikan syahwat. Allâh menyatukan keduanya dalam firman-Nya :

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya‘qub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi).” [Shâd/38:45]

Al-Aidii adalah kekuatan dalam beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan taat kepada-Nya, al-Abshâr adalah ilmu dalam agama Allâh. Perkataan para Ulama salaf pun berkisar pada pengertian tersebut.

Maka dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, fitnah syahwat dapat dilawan, dan dengan kesempurnaan ilmu dan keyakinan, fitnah syubhat dapat dilawan. Wallahul musta’an.”[2]

Penyakit syahwat juga dijelaskan dengan ayat dan hadits. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allâh-lah tempat kembali yang baik.” [Ali ‘Imrân/3:14]

Kemudian Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dalam ayat ini adalah kebaikan itu bukan dengan syahwat, akan tetapi kebaikan itu yaitu apa-apa yang disediakan Allâh Subhanahu wa Ta’ala bagi siapa saja dari para hamba-Nya yang bertakwa dan selamat dari tujuan syahwat ini dan bersembunyi dari syahwat dengan apa-apa yang sudah dihalalkan oleh Allâh, serta sabar atas apa yang diharamkan oleh Allâh. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَٰلِكُمْ ۚ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Katakanlah: Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu. Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allâh), pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allâh. Dan Allâh Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. [Ali ‘Imrân/3:15]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Siapa saja di antara mereka yang bersabar terhadap fitnah, niscaya akan selamat dari fitnah yang lebih besar. Sebaliknya, siapa saja yang terbenam dalam fitnah, niscaya akan jatuh ke dalam fitnah yang lebih buruk lagi. Jika orang yang tengah hanyut dalam fitnah segera bertaubat dengan benar niscaya dia akan selamat. Namun, jika ia tetap tenggelam di dalamnya berati orang itu berada di atas jalan orang yang binasa. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الِرّجَالِ مِنَ الِنّسَاءِ.

“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita.[3,4]

Penyakit syahwat juga dijelaskan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga orang yang di dalam hatinya ada penyakit menginginkan sesuatu…” [al-Ahzâb/33: 32]

Hati yang sakit akan terganggu oleh syahwat sekecil apa pun dan tidak akan mampu menangkal syubhat yang mendatanginya. Sementara hati yang sehat dan kuat, meski sering didatangi syahwat atau syubhat, namun ia berhasil menghalaunya dengan pertolongan Allâh Azza wa Jalla dan dengan kekuatan iman dan kesehatannya.

Sedangkan penyakit syubhat adalah sebagaimana dinyatakan di dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya oleh Allâh…” [Al-Baqarah/2: 10]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِـكُـلِّ أُمَّـةٍ فِتْنَـةً وَفِتْنَـةُ أُمَّـتِـي الْـمَـالُ.

Setiap ummat itu ada fitnahnya, dan fitnahnya ummatku adalah harta.[5]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الِرّجَالِ مِنَ الِنّسَاءِ

Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita.[6]

Fitnah ini akan masuk ke dalam hati manusia yang merupakan sebab hati menjadi sakit. Dan fitnah ini banyak sekali macamnya.

Di antara Jenis Fitnah Syahwat:
• Melihat kepada perkara-perkara yang haram dilihat, sering memandang perempuan yang bukan mahram, membaca majalah porno, melihat gambar-gambar yang terbuka auratnya, menonton film cabul, menonton TV, sinetron, dan lain-lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

… فَزِنَـى الْـعَيْـنَيـْنِ الـنَّظَـرُ …

… dan zinanya kedua mata adalah dengan memandang… [7]

Menjaga pandangan dan kemaluan termasuk dalam tazkiyatun nufus. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” [an-Nûr/24:30]

• Ikhtilâth (campur-baur laki-laki dan perempuan), khalwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan), pacaran, mabuk asmara (kasmaran), dan sebagainya. Pacaran hukumnya haram dalam Islam.

• Bersentuhan antara laki-laki dan perempuan, atau berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dan sebagainya. Berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram.

• Zina, kumpul kebo, nikah mut’ah, dan sebagainya. Nikah mut’ah sama dengan zina. Zina itu haram dan dosa besar.

• Homosex dan sodomi yang merupakan perbuatan kaum Luth. Hukumnya haram dan dosa besar.

• Onani dan masturbasi. Hukumnya haram.

Adapun di antara jenis fitnah syubhat adalah sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya oleh Allâh … [al-Baqarah/2:10]

Qatâdah, Mujâhid, dan lain-lain rahimahumullaah menafsirkan, “Di hatinya ada penyakit, yaitu penyakit syakk (keragu-raguan).”[8]

Fitnah syubhat adalah fitnah kesesatan, maksiat, bid’ah, kezhaliman, kebodohan, keyakinan, pemikiran, pemahaman yang sesat, aliran-aliran yang sesat, dan yang lainnya.

Fitnah syahwat membuat rusak niat dan tujuan dalam ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dan fitnah syubhat membuat rusaknya ilmu dan keyakinan.

Tatkala manusia dihadapkan pada fitnah berupa syahwat dan syubhat, maka hati manusia akan terbagi menjadi dua macam:

Pertama: Hati yang ketika datang fitnah langsung menyerapnya seperti spons yang menyerap air, lalu muncul titik hitam di tubuhnya. Ia terus menyerap setiap fitnah yang ditawarkan kepadanya sehingga tubuhnya menghitam dan miring. Bila sudah hitam dan miring ia akan berhadapan dengan dua malapetaka yang sangat bahaya:

1. Tidak dapat membedakan mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (buruk).
Terkadang penyakit ini semakin parah sehingga ia menganggap yang ma’ruf adalah munkar dan yang munkar adalah ma’ruf. Yang sunnah dianggap bid’ah dan yang bid’ah dianggap sunnah. Yang benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata :

هَـلَـكَ مَنْ لَـمْ يَعْرِفْ قَلْبُـهُ الْـمَعْرُوْفَ وَيُنْـكِرْ قَلْبُـهُ الْـمُنْـكَـرَ.

Binasalah orang yang hatinya tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. [9]

2. Menjadikan hawa nafsu sebagai sumber hukum yang lebih tinggi daripada apa yang diajarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , selalu tunduk kepada hawa nafsu dan mengikuti kemauannya.

Kedua: Hati putih yang telah disinari oleh cahaya iman yang terang benderang. Jika hati semacam ini ditawari fitnah, ia akan mengingkari dan menolaknya sehingga sinarnya menjadi lebih kuat dan lebih terang.[10]

Nasihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
Janganlah engkau jadikan hatimu seperti busa dalam menampung segala yang datang dan syubhat-syubhat, ia menyerapnya sehingga yang keluar dari busa tadi adalah syubhat-syubhat yang diserapnya tadi. Namun jadikanlah hatimu itu seperti kaca yang kokoh dan rapat (air tidak dapat merembes ke dalamnya) sehingga syubhat-syubhat tersebut hanya lewat di depannya dan tidak menempel di kaca. Dia melihat syubhat-syubhat tersebut dengan kejernihannya dan menolaknya dengan sebab kekokohannya. Karena kalau tidak demikian, apabila hatimu menyerap setiap syubhat yang datang kepadanya, maka hati tersebut akan menjadi tempat tinggal bagi segala syubhat.[11]

Wajib diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah bahwa hati manusia senantiasa berbolak balik. Hati ini tidak mudah dikendalikan. Hati sangatlah mudah untuk berubah. Bisa jadi, di pagi hari seseorang masih dalam keadaan beriman, namun sore harinya berubah kafir, atau sore hari ia beriman tapi di pagi harinya ia berubah kafir. Di pagi hari ia masih mengikuti Sunnah, namun di sore harinya ia meninggalkan Sunnah. Di pagi hari ia memulai dengan amal-amal ketaatan namun di sore hari ia bermaksiat. Pagi hari ia memanfaatkan waktu dengan amal-amal yang bermanfaat, namun di sore harinya ia mengerjakan hal-hal yang sia-sia.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بَادِرُوْا بِالْأَعْمَـالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْـمُظْلِمِ ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا ، أَوْ يُمْسِي مُـؤْمِنًـا وَيُصْبِحُ كَافِرًا ، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا.

Bersegeralah mengerjakan amal-amal shalih sebelum kedatangan fitnah-fitnah itu yang seperti potongan malam yang gelap; di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan di sore hari menjadi kafir, atau di sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari menjadi kafir karena ia menjual agamanya dengan keuntungan duniawi yang sedikit[12]

Inilah hati, yang selalu berbolak-balik karena ia berada di antara jari dari jari-jemari Allâh Yang Maha Penyayang. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada ummatnya untuk memperbanyak permohonan kepada Allâh agar diberikan ketetapan hati.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengucapkan :

يَـا مُـقَـلِـّبَ الْـقُـلُـوْبِ ، ثَـبّـِتْ قَـلْبِـيْ عَلَـىٰ دِيْـنِـكَ

Ya Allâh, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.

Anas Radhiyallahu anhu melanjutkan, “Wahai Rasûlullâh ! Kami telah beriman kepadamu dan kepada apa (ajaran) yang engkau bawa. Masihkah ada yang membuatmu khawatir atas kami?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

نَـعَمْ ، إِنَّ الْـقُـلُوْبَ بَـيْـنَ أُصْبُـعَـيْـنِ مِنْ أَصَابِعِ اللّٰـهِ يُـقَلِـّبُـهَـا كَـيْـفَ يَـشَاءُ.

Benar (ada yang aku khawatirkan kepada kalian), sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua jari dari jari-jemari Allâh, dimana Dia membolak-balikkan hati itu sekehendak-Nya.[13]

Hadits-hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Ummu Salamah, ‘Aisyah, Shahabat-Shahabat lainnya Radhiyallahu anhum.[14]

Al-Qur-an adalah penawar dari penyakit syahwat dan syubhat. Sebab, al-Qur’ân berisi bukti-bukti dan dalil-dalil mutlak yang bisa membedakan antara haq (benar) dan bathil sehingga penyakit-penyakit syubhat yang merusak ilmu, keyakinan, dan pemahaman bisa hilang. Karena seseorang bisa melihat segala sesuatu sesuai dalil dari al-Qur’ân dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Al-Qur’ân juga dapat mengobati penyakit syahwat karena di dalamnya terdapat hikmah dan petuah yang baik melalui targhîb (anjuran), tarhîb (peringatan), anjuran untuk bersikap zuhud terhadap dunia dan mengutamakan akhirat, contoh-contoh dan kisah-kisah yang mengandung banyak pelajaran dan petuah. Sehingga, apabila hati yang sehat mengetahui hal itu, ia akan menyukai hal-hal yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat, dan membenci segala yang merugikan dirinya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari al-Qur’ân sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Sedangkan bagi orang yang zhalim (al-Qur’ân) itu hanya akan menambah kerugian.” [Al-Isrâ’/17:82]

Setiap orang hendaklah mempelajari tanda-tanda (ciri-ciri) hati yang sakit dan hati yang sehat agar dapat mengetahui kondisi hatinya secara tepat. Bila hatinya sakit, ia harus berusaha untuk mengobatinya dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih serta senantiasa menjaga kesehatannya, mudah-mudahan kita meninggal dunia dengan hati yang selamat (sehat). Karena hati yang baik, sehat, dan selamatlah yang akan diterima oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala pada hari Kiamat.[15]

FAWAA-ID:
1. Hati adalah tempat ujian.

2. Hati manusia setiap hari dimasuki oleh fitnah, baik fitnah syahwat maupun fitnah syubhat.

3. Fitnah syahwat berkaitan dengan fitnah keduniaan, seperti harta, kedudukan, pujian, sedangkan fitnah syubhat berkaitan dengan fitnah pada pemahaman, keyakinan, aliran, juga pemikiran yang menyimpang.

4. Sumber fitnah syubhat yaitu perbuatan mendahulukan akal daripada syari’at sedangkan asal fitnah syahwat mendahulukan hawa nafsu daripada akal.

5. Fitnah syubhat adalah fitnahnya orang-orang munafik dan ahlul bid’ah karena fitnah syubhat ini membuat mereka tidak memberdakan antara yang haq dan yang bathil, dan antara petunjuk dan kesesatan. Semuanya menjadi rancu

6. Fitnah syubhat bisa ditangkal dengan keyakinan dan fitnah syubhat ditolak dengan kesabaran.

7. Hidup dan bersihnya hati merupakan pokok segala kebaikan, adapun mati dan gelapnya hati adalah pokok segala keburukan.

8. Seseorang tidak akan selamat dari fitnah syubhat dan syahwat kecuali dengan mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

9. Fitnah syahwat bisa merusak niat dan tujuan dalam ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan fitnah syubhat merusak ilmu dan keyakinan.

10.Wajib bagi kita berhati-hati dalam berbicara dan beramal, jangan mengikuti langkah-langkah setan yang telah mengotori hati manusia dengan fitnah syubhat dan syahwat.

11. Orang yang terkena fitnah syubhat atau syahwat tidak bisa membedakan lagi antara yang ma’ruf dan munkar, kecuali mengikuti hawa nafsunya.

12. Obat yang paling mujarab untuk membersihkan hati adalah dengan menuntut ilmu syar’i berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah menurut pemahaman salafus shalih, mentauhidkan Allâh dan menjauhkan syirik, ikhlas, beriman dengan keimanan yang benar, serta menjauhkan perbuatan nifak dan bid’ah.

13.Selalu berdo’a dengan do’a yang diajarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَـا مُـقَـلِـّبَ الْـقُـلُـوْبِ ، ثَـبّـِتْ قَـلْبِـيْ عَلَـىٰ دِيْـنِـكَ

Ya Allâh, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk penulis dan para pembaca. Dan mudah-mudahan Allâh melindungi kita dari fitnah syahwat dan syubhat dan menunjuki kita di atas sunnah, menetapkan hati kita di atas Islam dan Sunnah, serta diberikan istiqamah sampai akhir hayat.

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVI/1433H/2012M.

Catatan kaki :

[1]. Lisânul ‘Arab (XIII/317).
[2]. Ighâtsatul Lahfân fi Mashâyidisy Syaithân, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, ditakhrîj oleh Syaikh al-Albâni dan ditahqiq oleh Syaikh Ali Abdul Hamid al-Halabi, (II/887-891), dengan sedikit diringkas.
[3]. Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5096) dan Muslim (no. 2740 (97)), dari Shahabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhuma .
[4]. Ighâtsatul Lahfân fi Mashâyidisy Syaithân, (II/886). Lihat al-Fitnah wa Mauqiful Muslim minha, Dr. Muhammad Abdul Wahhab al-‘Aqil, cet. Daar Adhwa-us Salaf, hlm. 25.
[5]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 2336), Ahmad (IV/160), Ibnu Hibban (no. 2470-al-Mawârid), dan al-Hâkim (IV/318), lafazh ini milik at-Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Shahabat Ka’ab bin ‘Iyadh Radhiyallahu anhu . Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 592).
[6]. Shahih: HR. al-Bukhari (no. 5096) dan Muslim (no. 2740 (97)), dari Shahabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhuma.
[7]. Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6612), Muslim (no. 2657 (20)), Ahmad (II/276) dan Abu Dawud (no. 2152).
[8]. Tafsîr Ibni Katsîr, tahqiq Sami Salamah, cet. Daar Thaybah, (I/180).
[9]. Atsar shahih: HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (IX/no. 8564) dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 38577). Imam al-Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawâ-id (VII/257), “Rawi-rawinya adalah rawi-rawi kitab ash-Shahîh.”
[10]. Lihat Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahfân (hlm. 39-40) dan al-Bahrur Râ-iq fiz Zuhdi war Raqâ-iq (hlm. 54-55).
[11]. Lihat Miftâh Dâris Sa’âdah (I/443) oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi.
[12]. Shahih: HR. Muslim (no. 118 (186)), at-Tirmidzi (no. 2195), Ahmad (II/304, 523), Ibnu Hibban (no. 1868-Mawârid), dan selainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu .
[13]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 2140), dan selainnya.
[14]. Sunan at-Tirmidzi (no. 3522) dengan sanad yang shahih.
[15]. Lihat buku penulis “Tazkiyatun Nufus”, hlm. 41-42, cet. Pustaka at-Taqwa.

Fawaid Kajian Ilmu

*Fawaid Kajian Ust. Abdul Hakim Abdat -hafizhahullaah- (18 Muharram 1440, Masjid Jaami' Ponpes Abu Hurairah Mataram)*
-------------

Kita berkumpul di Masjid, sebaik-baik tempat di muka bumi, untuk menuntut ilmu.

Ilmu adalah kekuatan besar Islam dan kaum muslimin.

Allah berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

_Maka *ilmuilah*, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu._ -Sura Muhammad, Ayah 19

Imam al-Bukhari berdalil dengan ayat di atas bahwa ilmu wajib ada sebelum berucap dan beramal.

Allah berfirman;

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

_Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya._ -Sura Al-Isra', Ayah 36

Sebagian ulama menafsirkan "walaa taqfu" dalam ayat di atas; "jangan kamu mengikuti siapapun juga tanpa ilmu"

Ayat ini menjelaskan bahwa Islam mendasari segala sesuatunya dengan ilmu.

Dengan demikian wajib memulai agama ini dengan ilmu. Allah memulai memperkenalkan tauhid, yaitu "Laa-ilaaha illallaah", dengan perintah untuk berilmu lebih dahulu.

*Urgensi ilmu: Tanpanya, seseorang bisa binasa*
🍒 Suatu ketika seorang sahabat terluka kepalanya, dia tengah junub. Sementara cuaca sangat dingin. Dia bertanya; adakah keringanan untukku (untuk tidak mandi junub)...??. Mereka mengatakan; tidak. Dia pun mandi, dan meninggal. Berita itu sampai kepada Nabi. Nabi ﷺ lantas bersabda;

قتلوه قاتلهم الله ألا سألوا إذا لم يعلموا
_"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak mengetahui??..."_

Disebabkan fatwa tanpa ilmu, nyawa seseorang melayang. Nabi ﷺ marah besar kepada mereka yang berfatwa tanpa ilmu.

🍒 Sifat Nabi yang mulia, tidak akan pernah diam akan kesalahan yang dilakukan oleh sahabat. Jika beliau diam atas suatu perbuatan Sahabat, berarti beliau setuju. Inilah yang disebut sebagai Sunnah Taqririyyah.

🍒 Dalam Sunan Abi Dawud, diriwayatkan bahwa seorang Sahabat shalat 2 rakaat setelah shalat Subuh. Nabi lantas menegur dan bertanya. Sahabat itu menjawab; itu adalah shalat Sunnah fajar yang belum sempat dia lakukan. Nabi lantas diam sebagai tanda bahwa beliau menyetujui apa yang dilakukan sahabat tersebut.

🍒 Nabi ﷺ terkadang mendengarkan para sahabat yang tengah bercerita mengenang kisah-kisah masa jahiliah. Para sahabat tertawa, lantas Nabi ﷺ hanya tersenyum. Ini juga contoh Sunnah Taqririyyah.

🍒 'Amr ibn. Al-'Ash pernah diutus dalam suatu peperangan sebagai amir. Suatu hari 'Amr janabah, dia tidak mandi, karena waktu itu sangat dingin, dia hanya tayammum. Para sahabat melaporkan hal tersebut pada Rasulullah ﷺ. Lantas Rasulullah ﷺ bertanya kepada 'Amr. Lantas 'Amr menjawab; Yaa Rasulullah ﷺ, aku mendapati Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

_Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. *Dan janganlah kamu membunuh dirimu*. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu._ -Sura An-Nisa', Ayah 29

Rasulullah ﷺ lantas tertawa sebagai tanda persetujuan dan ketakjuban atas kecerdasan 'Amr. Berbeda dengan sebagian orang zaman ini yang justru bunuh diri untuk membunuh kaum muslimin yang lain. Ini adalah kebodohan yang besar. Sekaligus menggambarkan betapa dahsyatnya akibat beramal tanpa ilmu.

Kisah-kisah di atas bermuara pada satu kesimpulan; betapa penting dan urgennya ilmu dalam Islam.

🍒 Nuntut ilmu itu penting sekali. Berbicara tanpa ilmu bisa membinasakan orang lain. Ini manhaj Rasul yang wajib kita ikuti.

🍒 Hakikat Ilmu dalam Islam adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah:

العلم معرفة الحق بالدليل

_"Ilmu adalah pengetahuan tentang kebenaran berdasarkan dalil."_ Jika tanpa dalil, maka itu taqlid.

🍒 Tanpa ilmu, orang tidak akan tahu apa itu "Laa-ilaaha illallaah".

🍒 *Asas tauhid ada dua;*
1. U'budullaah; ibadahi hanya Allah saja. Ini meliputi pembahasan tentang; Iman, Aqidah yang shahiihah, manhaj, firqoh yang selamat, dan seterusnya. Ini adalah asas yang pertama.

2. Ijtanib at-Thaaguut; jauhi segala hal yang diibadahi selain Allah. Masuk dalam pembahasan ini adalah syirik (lawan dari tauhid), aqidah-aqidah yang sesat, firqoh-firqoh yang menyimpang, dll.

Jika dakwah tanpa 2 asas tersebut, maka Islam yang Haq ini tidak tampak (dengan tampilan yang seharusnya).

Hadits berikut ini menjelaskan 2 asas di atas.

🍒 Ibnu Mas'ud mengisahkan bahwa Nabi ﷺ menggaris satu garis lurus. Lalu membuat garis di samping kiri-kanan garis yang banyak. Kemudian Nabi menunjuk satu garis lurus tersebut sambil bersabda; _hadza sabiilullaah mustaqiiman_ (inilah jalan Allah yang lurus). Berarti jalan yang benar itu hanya satu, tidak berbilang.

Kemudian Nabi ﷺ menunjuk garis-garis di samping itu seraya bersabda; _haadzihi subuulun mutafarriqoh_ (ini adalah jalan-jalan Syaithan yang memecah belah). Berarti jalan kesesatan itu banyak jumlahnya dan beragam, juga pasti mengakibatkan perpecahan. Lantas Nabi ﷺ menukil firman Allah:

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

_Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa._ -Sura Al-An'am, Ayah 153

🍒 Hadits di atas menjelaskan 2 asas dalam dakwah; menyampaikan jalan yang Haq (Tauhid, Sunnah, dan amal shalih), dan juga dibarengi dengan menyampaikan jalan yang batil (syirik, bid'ah dan maksiat). Tidak bisa dalam dakwah hanya mengambil salah satu asas, tapi harus kedua-duanya. Tidak bisa hanya menjelaskan tauhid atau Sunnah saja, tanpa menjelaskan syirik dan bid'ah.**

🍒 Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ telah menerangkan kepada para Sahabat manhaj dalam beragama. Bagaimana metode yang benar dalam mengambil ilmu agama, dan bagaimana metode yang menyesatkan.

🍒 Mujahid menafsirkan subul dalam ayat di atas sebagai; al-bida' (kebid'ahan-kebid'ahan).

🍒 Yang membuat umat ini berpecah adalah perbedaan dalam masalah manhaj dan aqidah.

🍒 Perpecahan umat saat ini lebih parah daripada perpecahan di zaman salaf. Dulu jahimyah jelas, khawarij jelas. Sekarang, jahmiyyah dan khawarij malah mengaku ahlussunah.

🍒 Menyibukkan diri dalam pembahasan politik yang tidak syar'i, bagi penuntut ilmu, adalah perbuatan sia-sia. Pembahasan politik itu ada dalam Islam, tapi politik yang syar'i. Politik yang sekarang, tidak syar'i. Menyibukkan diri di dalamnya, berarti sama saja dengan orang awam di warung kopi.

🍒 Jangan dengarkan orang yang mengatakan; nanti akan terjadi begini, nanti begitu, ini lebih mirip peramal. Padahal tidak terjadi apa-apa. Ini adalah omongan orang-orang politik. Untuk itu, sibukkan diri dengan firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasulullah ﷺ. Saya melihat sebagian penuntut ilmu sibuk membahas politik, jadilah dia pengamat politik.

🍒 Politik yang syar'i harus terpenuhi 2 unsur syarat;
1. Berdasarkan Wahyu (al-Quran, al-Hadits) dan ijma'.
2. Tidak bertentangan dengan wahyu dan ijma'.

_________
** _Ringkasan di atas ditulis secara bebas untuk memudahkan penyampaian makna._

✍️ Johan Saputra Halim, M.H.I (Abu Ziyan)