9/28/2014

Penuntut Ilmu Sejati

Syaikh Abdurrozaq pernah mengunjungi suatu kampung yang terkenal memiliki banyak penuntut ilmu. Maka beliau pun shalat di masjid tersebut..

Di sana, beliau bertemu seorang kakek, lantas beliau berkata seraya memberi kabar gembira kepada sang Kakek, “Masya Allah, dikampung kakek banyak sekali penuntut ilmu.”

Tapi, sang Kakek malah menimpali dengan perkataan sinis, “Tidak ada tullabul ‘ilm (para penuntut ilmu) di kampung ini! Sebab, orang yang tidak shalat subuh berjamaah bukan penuntut ilmu!”

Syaikh Abdurrozaq tertegun mendengar kalimat sang Kakek. Rupanya benar, banyak penuntut ilmu di kampung tersebut tidak menghadiri shalat subuh berjamaah.

Syaikh pun membenarkan perkataan sang Kakek, “Anda benar, bahwa ilmu itu untuk diamalkan. Bisa jadi kita mendapatkan seorang penuntut ilmu yang semalam suntuk membahas tentang hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan keutamaan shalat Subuh  berjamaah, bahkan bisa jadi Ia pun menghafal hadits-hadits tersebut di luar kepalanya. Akan tetapi tatkala tiba waktu mengamalkan hadits-hadits yang dihafalkannya itu, dia tidak mengamalkannya, dia tidak shalat subuh berjamaah.”

Memang benar bahwasanya tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Rasulullah
bersabda:

ﺍﻟﻘُﺮْﺁﻥُ ﺣُﺠَّﺔٌ ﻟَﻚَ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻴْﻚ
َ
Al-Quran akan menjadi hujjah (yang akan membela) engkau atau akan menjadi bumerang yang akan menyerangmu. (HR Muslim no 223)

Saya teringat nasihat Syaikh Utsaimin rahimahullah yang disampaikan di hadapan para mahasiswa Universitas Islam Madinah, bahwasanya ilmu itu hanya akan memberi dua pilihan, dan tidak ada pilihan ketiga, Pertama; Membela pemiliknya, atau Kedua; Menyerang di hari kiamat jika tidak diamalkan!

Oleh karena itu, hendaknya seseorang tidak menuntut ilmu hanya untuk menambah wawasannya, tetapi dengan niat untuk diamalkan agar tidak menjadi bumerang yang akan menyerangnya pada hari kiamat kelak!

Renungkan…!
* Sudah berapa lama kita ikut pengajian?
* Sudah berapa kitab yang kita baca?
* Sudah berapa muhadhorah yang kita dengarkan?

Sungguh suatu kenikmatan ketika seseorang bisa aktif ikut pengajian, akan tetapi apakah kita siap untuk menjawab pertanyaan yang pasti akan ditanyakan kepada kita semua, sebagaimana yang
dikabarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

ﻭﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻤِﻪِ , ﻣَﺎﺫَﺍ ﻋَﻤِﻞَ ﻓِﻴﻪِ؟

“Dia akan ditanyakan tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan dari ilmunya?”

Dari Group Lajnah Amal Shaleh.

Warisan dari Ayah untuk AnakNya

Masih ingat kisah seorang Khalifah besar yg sukses memakmurkan rakyatnya sampai2 pada saat pemberian zakat mereka kesulitan untuk mencari rakyat yang berhak menerimanya? Kemudian pegawai pemerintahan diberi gaji besar? Dan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dikembalikan kepada pemiliknya? Termasuk menjual barang-barang mewahnya untuk disumbahkan ke baitul mal? Dibalik segala prestasinya tersebut, Ia hanya meninggalkan warisan berupa 1/2 dinar atau sekitar 1 juta rupiah kepada anak2nya.. Subhanallah... Ia adalah Umar bin Abdul Azis Rahimahullah. Silahkan disimak penggalan kisahnya disini >> http://abdullahrams.blogspot.com/2013/12/warisan-terbaik.html

Kemudian, simaklah kedua ayat ini:

1. Ayat Pertama;

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (Qs. Al Kahfi: 82)

Ayat ini mengisahkan tentang anak yatim yang hartanya masih terus dijaga Allah, bahkan Allah kirimkan orang shalih yang membangunkan rumahnya yang nyaris roboh dengan gratis. Semua penjagaan Allah itu sebabnya adalah keshalihan ayahnya saat masih hidup.

Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan,
“Ayat ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala menjaga orang shalih pada dirinya dan pada anaknya walaupun mereka jauh darinya. Telah diriwayatkan bahwa Allah ta’ala menjaga orang shalih pada tujuh keturunannya.”

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menukil kalimat Hannadah binti Malik Asy Syaibaniyyah,
“Disebutkan bahwa kedua (anak yatim itu) dijaga karena kesholehan ayahnya. Tidak disebutkan kesholehan keduanya. Antara keduanya dan ayah yang disebutkan keshalihan adalah 7 turunan. Pekerjaannya dulu adalah tukang tenun.”

Selanjutnya Ibnu Katsir menerangkan,
“Kalimat: (dahulu ayah keduanya orang yang sholeh) menunjukkan bahwa seorang yang shalih akan dijaga keturunannya. Keberkahan ibadahnya akan melingkupi mereka di dunia dan akhirat dengan syafaat bagi mereka, diangkatnya derajat pada derajat tertinggi di surga, agar ia senang bisa melihat mereka, sebagaimana dalam Al Quran dan Hadits. Said bin Jubair berkata dari Ibnu Abbas: kedua anak itu dijaga karena keshalihan ayah mereka. Dan tidak disebutkan kesholehan mereka. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa ia adalah ayahnya jauh. Wallahu A’lam."

2. Ayat Kedua;

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ

“Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (Qs. Al A’raf: 196)

Ayat ini mengirimkan keyakinan pada orang beriman bahwa Allah yang kuasa menurunkan al Kitab sebagai bukti rahmatNya bagi makhlukNya, Dia pula yang akan mengurusi, menjaga dan menolong orang-orang shalih dengan kuasa dan rahmatNya. Sekuat inilah seharusnya keyakinan kita sebagai orang beriman. Termasuk keyakinan kita terhadap anak-anak kita sepeninggal kita.

* Ibroh:
- Bagi yang mau meninggalkan jaminan masa depan anaknya berupa tabungan, asuransi atau perusahaan, simpankan untuk anak-anak dari harta yang tak diragukan kehalalannya.
- Hati-hati bersandar pada harta dan hitung-hitungan belaka. Dan lupa akan Allah yang Maha Mengetahui yang akan terjadi.
- Jaminan yang paling berharga (bagi yang berharta ataupun yang tidak), yang akan menjamin masa depan anak-anak adalah: keshalihan para ayah dan keshalihan anak-anak. Dengan keshalihan ayah, mereka dijaga. Dan dengan keshalihan anak-anak, mereka akan diurusi, dijaga, dan ditolong Allah.