2/24/2016

ENAM PERKARA PENTING DALAM AGAMA

1.    Ikhlas dalam agama dan melawan kemusyrikan

Ikhlas menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin yaitu beribadah kepada Allah semata-mata hanya untuk taqarub (mendekatkan diri) kepadaNya dan untuk memperoleh apa yang ada disisiNya. Hal ini dilakukan dengan cara memurnikan tujuan, cinta dan pengagungan hanya hanya kepada Allah juga memurnikan seluruh apa saja yang bersifat lahir maupun batin dalam beribadah tidak dikehendaki dan diharapkan dari semua itu kecuali hanya ridhaNya. Allah berfirman:

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta Alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). [Qs. Al-An'am: 162-163]

Tauhid dan ikhlas ini telah diwujudkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersih dari segala sesuatu yang bisa mengotorinya, tidak cukup itu saja bahkan setiap yang membuka peluang untuk masuknya syirik maka beliau sumbat rapat-rapat. Seperti larangan beliau kepada orang yang mengucapkan:

"Atas kehendak Allah dan kehendak Anda." beliau bersabda: "Apakah kamu hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah?" tapi (ucapkan): "Atas kehendak Allah saja!"

Beliau juga melarang sumpah dengan selain Allah karena disitu ada unsur pengagungan terhadap makhluk yang ia gunakan bersumpah. Sebagai lawan dari tauhid dan ikhlas yaitu syirik, Allah berfirman:

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun." [An-Nisaa': 36]

Oleh karena itu hendaklah kita berhati-hati dan waspada terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik itu yang besar (akbar) dan dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, yang kecil (asghar) maupun yang tersembunyi (khafiy).

2.    Bersatu dalam agama dan tidak berpecah belah

Perkara ini diperintahkan dalam Al-Qur'an, As-Sunnah serta merupakan jalan hidup para shahabat dan salafus shalih. Firman Allah:

"Dan berpenganglah kamu semua kepada tali agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai" [Qs. Ali Imran : 103]

Sabda Rasulullah: "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, maka tidak boleh salah satu menzhalimi yang lain, tidak pula merendahkan dan menghinanya." [HR. Bukhari].

"Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan lain" [HR. Bukhari].

Demikian ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya agar saling mengasihi dan mencintai serta melarang bermusuhan dan bercerai berai.

Memang para shahabat pernah berbeda pendapat, akan tetapi tidak menyebabkan perpecahan, permusuhan dan saling benci karena hakikatnya mereka sama-sama berjalan diatas hukum yang dicantumkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Seperti ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari perang Ahzab Jibril as memerintahkan agar segera ke Bani Quraidhah karena mereka melanggar perjanjian, maka Rasulullah bersabda:

"Kalian semua jangan shalat Ashar dulu, kecuali kalau sudah sampai di Bani Quraidhah." [HR. Bukhari].

Akhirnya mereka meninggalkan Madinah menuju Bani Qudraidhah dan bersamaan dengan itu tiba waktu Ashar, maka sebagian sahabat ada yang shalat Ashar dulu dan sebagian lagi ada yang tidak. Hal ini tidak dicela oleh Rasullah dan dengan kasus ini para shahabt tidak lantas saling bermusuhan atau benci antara satu dengan lain. Demikian pula para salafus shalih ketika berbeda pendapat, selagi dalam masalah ijtihadiyah yang disitu berlaku hukum ijtihad maka perbedaan itu tidak menyebabkan permusuhan dan lain benci, bahkan dalam perbedaan yang sangat tajam sekalipun. Inilah salah satu kaidah pokok Ahlussunnah dalam masalah khilafiyah.

Adapun perselisihan yang tidak bisa dikompromi adalah apa saja yang menyelisihi shahabat dan tabi'in seperti dalam hal i'tiqad dan kenyakinan yang mana sebelumnya tidak pernah ada dan munculnyapun setelah qurun mufaddlalah (masa generasi terbaik)

3.    Mendengar dan patuh kepada pemegang urusan kaum muslimin (ulil amri)

Ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri diantara kamu." [Qs. An-Nisaa': 59]

Sedangkan dari hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam diantaranya adalah:

"Hendaklah kalian semua mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang hamba habasyi" [HR. Al Bukhari]

"Barangsiapa yang melihat sesuatu (yang dibenci) pada imamnya maka hendaklah ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari Al-Jama'ah sejengkal saja, kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahilliyah." [HR. Al Bukhari]

Akan tetapi ketaatan terhadap amir tidaklah mutlak, yaitu selagi ia tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam:

"Wajib seorang muslim untuk mendengar dan taat baik terhadap perkara yang ia sukai maupun yang ia benci kecuali jika disuruh untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat." [HR. Al Bukhari]

Dan yang dimaksud amir disini adalah bukan sebagaimana yang diklaim oleh kelompok-kelompok yang ada saat ini. Mereka semua salah dalam menerapkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berkaitan dengan imamah, sehingga bukannya bersatu tapi malah memperbanyak jumlah kelompok dan makin menceraiberaikan umat.

4.    Tentang ilmu dan fuqahaa serta orang yang seperti mereka padahal bukan

Ilmu yang dimaksud disini ialah ilmu syar'i yaitu pengetahuan tentang apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang diberikan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam baik itu Al Kitab maupun Al Hikmah (As Sunnah). Allah subhanahu wata’ala berfirman:

"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." [Qs. Az-Zumar: 9]

Adapun selain ilmu syari'i jika itu untuk tujuan kebaikan maka itu baik naum jika untuk tujuan yang buruk maka ia jadi buruk, dan jika tidak ada tujuan apa-apa maka termasuk kategori menyia-nyiakan waktu. Ilmu memiliki banyak keutamaan diantaranya adalah:

·         Bahwa orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah.

·         Ilmu adalah warisan para Rasulullah.

·         Ilmu akan tetap tinggal meskipun pemiliknya telah meninggal.

·         Salah satu iri yang dibolehkan adalah iri terhadap orang yang berilmu dan mengamalkannya.

·         Ilmu merupakan cahaya untuk menerangi jalan kehidupan.

·         Orang alim ibarat lentera yang menerangi orang-orang disekitarnya.

Yang sangat ditekankan adalah bahwa kita harus tahu siapa sebenarnya ulama dan fuqaha itu sebab ada juga orang-orang yang menyerupai ulama namun pada hakekatnya adalah bukan. Mereka mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil dan pandai menghiasi perbuatan dan ucapannya sehingga kesesatan dan kebid'ahan yang ia lakukan disangka oleh orang sebagai ilmu padahal bukan, ibarat fatamorgana yang disangka air namum ternyata kosong dan semu belaka.

5.    Mengenal wali-wali Allah yang sebenarnya

Wali Allah adalah siapa saja yang beriman kepadaNya, bertakwa dan beristiqamah diatas agamaNya, Allah berfirman:

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa". [Qs. Yunus: 62-63]

Jadi jika seseorang itu beriman dan bertakwa kepada Allah maka dia adalah waliNya. Bukan sebagaimana yang dinyakini sebagian orang bahwa wali adalah orang yang maksum (terjaga dari dosa) dan ia mempunyai jalan (tharikat) tersendiri yang langsung dari Allah, bukan syari'at yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, atau dengan kata lain bahwa wali Allah itu biasanya orangnya nyeleh (tidak wajar). Maka tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini tidak layak untuk disebut wali Allah, dan tidak pantas untuk mengaku bahwa dirinya adalah wali. Allah yang lebih tahu siapa yang menjadi waliNya. Dan yang pasti mereka adalah orang-orang yang selalu berpegang teguh kepada kitabNya dan sunnah RasulNya.

Allah telah menjelaskan bahwa tingkatan hambaNya yang diberi nikmat dimulai dari Rasululliahyyin (para Rasulullah), Shiddiqin (jujur dan benar imannya), syuhadaa (para syahid) kemudian shalihin (orang shalih), mereka semua ini adalah wali-wali Allah berdasarkan kesepakatan salafus shalih.

6.    Melawan shubhat yang ditanamkan syetan untuk menjauhkan kita dari Al-Qur'an dan As-Sunnah

Yaitu mereka bisikkan bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya boleh dipelajari oleh orang yang mencapai derajat mujtahid mutlak setingkat Abu Bakar atau Umar radhiyallahu anhuma. Jikalau seseorang mempelajarinya maka akan jadi kafir atau zindik. Alhamdulillah syubhat ini dengan pertolongan Allah telah dijawab oleh para ulama dengan meletakkan dasar dan syarat-syarat dalam ijtihad serta penjelasan dari mereka tentang tidak bolehnya seseorang untuk taklid buta, namun hendaknya setiap orang berusaha untuk mengkaji Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Adapun taklid dibolehkan jika seseorang memang benar-benar awam tidak tahu menahu dan tidak bisa memahami suatu hukum atau sebenarnya mampu namun mengalami kesulitan yang sangat besar maka ia boleh taklid dalam bab yang tidak mampu memahaminya.

Wallahu a'lam bis shawab.

2/13/2016

Solusi Konkrit Menyatukan Umat

SATUKAN HATI UMAT ISLAM

بسم اللّه والصلاة والسلام على رسول الله
   
Ada satu fenomena yang mungkin semua kita melihatnya, yaitu fenomena perpecahan & pertikaian yang terjadi diantara umat Islam yang terjadi di negeri kita ini.

Kalau kita berbicara tentang penyebab terjadinya, maka akan banyak dan solusinya pun akan beragam.

Tapi ada satu hal yang in syā Allāh kalau kita menyelesaikan satu masalah ini, maka perpecahan dan pertikaian yang terjadi yang begitu besarnya niscaya akan menjadi kecil.

Masalah apa?

Yaitu masalah shaf pada waktu shalat.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ أَوْ بَيْنَ قُلُوبِكُم

"Kalian ini benar-benar luruskan/rapihkan shaf kalian atau kalau tidak, kita akan bertikai atau hati kita akan berselisih."

Kalian ini benar-benar luruskan shaf kalian, rapihkan shaf kalian atau kalau tidak, apa yang akan terjadi?

Hati kita akan bertikai, hati kita akan berselisih.

Shalat berjama'ah itu diperintahkan agar kita melaksanakannya.

Tapi yang jadi masalah dan yang kita lihat di masjid-masjid kita, yaitu ketika orang-orang berada di rumah Allāh, ternyata di situ mereka belum bisa meluruskan shaf mereka.

Kalau tidak lurus dan rapih shaf kita (kadangkala renggang-renggang), maka hati kitapun akan bertikai.

Tatkala shalat ada salah satu diantara kita yang maju ke depan sedikit dan yang lain ke belakang sedikit, kemudian kadangkala ada yang renggang.

Bahkan ada yang membawa sajadah besar sehingga kalau ada orang yang ingin merapatkan shafnya ke dia, diapun melihatnya karena mungkin sajadahnya harganya mahal.

Oke, kita ini sedang shalat berjama'ah, kita sedang menghadap Allāh Jalla Jalāluh.

Kita sama rata dan satu pangkat di hadapan Allāh, hamba semuanya...

Maka semua titel, semua jabatan, semua kedudukan, tatkala berada di hadapan Allāh, ditanggalkan semuanya...

Yang ada adalah (predikat) hamba Allāh Jalla Jalāluh.

Karena terus terang, ada beberapa teman yang ketika hendak meluruskan shafnya, imam masjid malah mengatakan:

"Bagi yang ingin rapat-rapat shafnya maka jangan shalat disini !"

Subhanallāh..

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah Nabi kita, kita semua adalah umatnya Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Siapa panutan kita?

Yaitu Nabi kita Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bagaimana Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala akan shalat?

Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala akan shalat itu tidak sembrono, tidak langsung masuk dan langsung bertakbir "Allāhu akbar", tidak !

Akan tetapi Beliau luruskan terlebih dahulu shafnya.

Bahkan dalam hadits Ibn 'Umar Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

أَقِيْمُوُا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّمَا تَصُفُّوْنَ بِصُفُوْفِ الْمَلاَئِكَةِ, وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسَدُّوْا الْخَلَلَ وَلِيْنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ. وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Luruskanlah shaf-shaf, sejajarkanlah pundak dengan pundak, isilah bagian yang masih renggang, bersikap lembutlah terhadap lengan teman-teman kalian (ketika mengatur shaf), dan jangan biarkan ada celah untuk (dimasuki oleh) syaithan.

Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allāh akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya), dan barangsiapa yang memutus shaf maka Allāh akan memutuskannya (dari rahmat-Nya).”

(HR Ahmad, Abū Dāwūd, An Nasā’iy dan lainnya. Dishahihkan oleh Al Albaniy dalam Silsilah Al Ahādits Ash Shahīhah (743))

⇒Nabi berkata:

"Luruskan shaf kalian itu, pundak kalian ini lurus, jangan ada yang lebih, jangan ada yang kurang, mundur luruskan, itu yang renggang-renggang dirapatkan !"

Dan bila diajak merapatkan shaf maka ikutlah, karena kita ingin bersatu, kita ingin umat Islam bersatu.

Jangan tinggalkan sela-sela untuk syaithān karena syaithān main diantara sela-sela kita, dia mempermainkan hati kita

Tapi tatkala kita tutup rapat celah syaithān, dan kalau ada seorang di samping kita dia akan merasa kalau dia saudara kita; baik kaya atau miskin, tatkala di hadapan Allāh kita bersatu, maka in syā Allāh hati kita akan bersatu.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga melanjutkan dalam hadits itu:

"Barangsiapa yang menyambung shaf, maka Allāh akan sambung dia."

⇒ Walaupun seseorang memiliki urusan yang susah dan memiliki berbagai problematika yang mungkin dia tidak dapat menyelesaikannya, tetapi dengan menyambung shaf maka Allāh akan menyambungkan dia.

"Barangsiapa yang memutuskan shaf, maka Allāh akan memutuskan dia."

Tolonglah Saudara-saudaraku..

Kita ini kalau ke masjid hendaknya ingat bahwa kita adalah hamba Allāh dan memang,

النَّاسُ أَعْدَاءُ مَا جَهِلُوا

"Orang itu memusuhi sesuatu yang tidak dia ketahui."

⇒ Dia berpikir bahwa meluruskan shaf adalah tidak benar, padahal ini ajaran Nabi kita.

Kalau tidak percaya, bacalah itu kitab-kitab hadits, kitab Bukhāri, kitab Muslim...

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memulai shalatnya, kecuali Beliau sudah meluruskan shaf.

Tetapi kalau sudah mengerti semua (tentang meluruskan shaf), maka Nabi langsung shalat.

Tapi ingat, kalau kita ingin persatuan umat Islam dan meninggalkan perpecahan/pertikaian, maka luruskan shaf shalat kita dan apa yang dijanjikan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, yaitu persatuan umat akan kita dapatkan.

Kita akan saling tolong menolong, tidak ada perbedaan diantara kita karena satu perbedaanpun.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ

"Yang paling baik (mulia) diantara kalian disisi Allāh adalah yang paling bertaqwa."

(QS Al Hujurāt: 13)

Semoga kita bisa mengamalkannya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________

Oleh: Ustadz DR Syafiq Reza Basalamah, MA hafidzohulloh

Jangan Terperdaya dengan Amalanmu

Jangan pernah menyangka bahwa istiqomahmu dan ketegaranmu merupakan pruduk murni keberhasilanmu dan ketaatanmu.

Sesungguhnya Allah telah berkata kpd Nabi-Nya :
وَلَوْلَا أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا

“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka”
(Al-Isroo’ : 74)

Ini pernyataan Allah tentang Nabi, bagaimana lagi dengan dirimu?

Tatkala Allah memilihmu untuk menempuh jalan hidayah, bukanlah karena engkau sosok spesial karena ketaatanmu, akan tetapi karena rahmat Allah yang meliputimu. Bisa saja Allah mencabut rahmat-Nya darimu kapan saja Allah kehendaki.

Karenanya janganlah pernah bangga dan terpedaya oleh amalan dan ketaatanmu dan jangan pernah pula merendahkan orang yg tersesat…, karena kalau bukan rahmat dan kasih sayang Allah kepadamu, maka bisa jadi engkaulah yg berada di posisi orang yg tersesat tersebut.

✒️ Ustadz Firanda Andirja, MA