8/23/2012

Perintah mengawali dan mengakhiri puasa ramadan karena melihat bulan, dan penjabaran metode seputar rukyah global, lokal, hisab

Pada edisi kali ini saya akan membahas hadits-hadits seputar puasa dan bulan ramadan yang derajatnya sahih & hasan, bukan yang dhaif (lemah) atapun maudhu (palsu). Sehingga dapat dipercaya untuk diamalkan. Sebagai catatan saya mengambil dua nama setiap hadits yang diriwayatkan oleh imam besar, sisanya dll, karena sesungguhnya ada banyak sekali hadits-hadits sahih atau hasan tersebut yang juga diriwayatkan para imam & ulama lainnya.

"Peritah mengawali dan mengakhiri puasa ramadan karena melihat bulan"

Rasulullah bersabda, "Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berbukalah kalan karena melihatnya. Sekiranya awan menutupi kalian, maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh." Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa, Imam At-Tirmidzi, Imam Al-Bukhari, dll.
Ini menjadi dasar kuat dalam metode rukyah yang sering kita dengar untuk mengawali & mengakhiri ramadan setelah melihat hilal (bulan fase I), hal ini juga selaras dengan perintah Tuhan dalam surat Al-Baqarah: 185 "Barang siapa telah menyaksikan bulan, maka hendaknya dia puasa." Begitu pula jika bulan tak terlihat dipenghujung ramadan dikarenakan cuaca buruk (awan tebal & mendung), maka hendaknya bulan ramadan digenapkan menjadi 30 hari.

Berikutnya adalah metode hisab (perhitungan dengan kalender). Penanggalan kalender adalah masalah ijtihadiyah, mereka yang membuatnya adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar, akan tetapi jadwal pada kalender ini bermanfaat bagi para muadzin dan imam dalam menentukan waktu-waktu shalat secara perkiraan. Syaikh Arthiyah Muhammad Shaqr, seorang mantan Ketua Lajnah Fatwa Al-Azhar Asy-Syarif Mesir mengatakan, "Tema menyatukan permulaan puasa dan juga menyamakan hari raya di negeri-negeri muslim adalah tema yang sering diperdebatkan oleh para ahli fiqih sejak dulu, sebagaimana dibicarakan oleh para ulama di Majna Al-Buhus Al-Islamiyah pada beberapa tahun terakhir, pada dasarnya mereka sepakat bahwa sama sekali tidak ada pertentangan antara agama dan ilmu. Agama sendiri bahkan menyuruh umatnya menuntut ilmu." Nah sekiranya bulan tidak bisa dilihat dengan mata kepala, kita akan berpaling kepada ilmu. Tapi orang-orang yang berusaha melihat bulan pun sebenarnya mereka menggunakan teleskop dan beberapa peralatan lain, dimana ini semua juga merupakan bagian dari sarana keilmuan.
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Ibnu Taimiyah dalam buku Majmu Al-Fatawa jilid 2 Ibnu Taimiyah Hlm.78 Program Al-Maktabah Asy-Syamilah berkata, "Para ahli hisab yang cerdas sepakat bahwa tampaknya bulan (hilal) itu tidak bisa ditentukan dengan ilmu hisab secara pasti dan akurat. itulah makanya mereka tidak mau berbicara dalam masalah ini, bahkan mereka mengingkarinya. Dan sesungguhnya mereka adalah generasi mutaakhirin saja. Yang demikian ini adalah kesesatan dari agama Allah."

Lalu bagaimana dengan penerapan di Indonesia? Di indonesia kita mengenal 3 metode, yaitu: rukyat global, rukyat lokal, dan hisab. metode hisab sudah saya jelaskan diatas, metode hisab ini di indonesia populer diterapkan oleh muhammadiyah. Lalu mengenai rukyat juga sudah dijelaskan diatas yaitu dengan melihat bulan (hilal), rukyat global berlaku untuk umat muslim diseluruh dunia, dengan syarat salah satu saja seorang muslim dibelahan dunia manapun sudah melihat bulan dan bersedia disumpah maka sah sudah, rukyat global ini bermadzhab hanafi-maliki-hambali, sedangkan rukyat lokal berlaku untuk teritorial atau suatu daerah tertentu, dan rukyat lokal ini bermadzhab syafi'i. Kenapa bisa muncul rukyat lokal? karena pada jaman dahulu kuda adalah alat tercepat dalam penyampaian komunikasi sehingga bagi umat muslim yang lokasinya berjauhan tak terjangkau informasi hilal tersebut, maka ulama mempbolehkan untuk suatu daerah diberi kewenangan melihat sendiri hilalnya. Nah pemerintah indonesia bersama nadhatul ulama menerapkan rukyatul lokal melalui sidang itsbatnya dengan memantau munculnya hilal di wilayah indonesia. Pada ramadan 1433 H tahun ini muhammadiyah dengan metode hisabnya sudah menentukan awal ramadan jauh2 hari pada tanggal 20 juli 2012, Bagaimana dengan rukyatul global? Ternyata di mesir, arab dan belahan timur tengah lainnya hilal sudah nampak pada tanggal 19, namun karena perbedaan waktu dengan indonesia berita ini baru dapat diketahui sekitar pukul 03.00 wib dini hari tanggal 20, oleh karenanya sebagian kaum muslim penganut rukyat global di indonesia berpuasa pada tanggal 20 juli. Sedangkan bagi penganut rukyatul lokal hilal di indonesia ternyata baru nampak jelas pada tanggal 20 maghrib sehingga puasanya dimulai pada tanggal 21 Juli 2012.

Hikmah & ibrah:
Ketiga metode (hisab, rukyat lokal & rukyat global) memiliki dalil yang sahih, dan sah saja bagi umat muslim untuk memilih salah satunya, yang penting tahu dasarnya.
1. Hisab bisa dijadikan pegangan apabila tidak bisa dilakukan rukyah, Rasulullah sendiri selalu mencontohkan dengan melihat bulan. Dan dari sisi profesi saya sebagai seorang auditor, secara logika tentu pemeriksaan fisik lebih kuat / valid daripada perhitungan angka. Artinya rukyah lebih utama.
2. Rukyatul lokal mungkin sudah tidak relevan diterapkan lagi karena pada era modern sekarang ini tidak terdapat keterbatasan atau hambatan komunikasi seperti jaman dulu. Dan bila ada individu muslim di indonesia yang berdalil ikut pemerintah karena dianggap ulil amri, sebagai pengingat saja pemerintah indonesia tidak bisa dikatakan ulil amri, karena ulil amri menurut QS 4:59 adalah Rasul atau khalifah sepeninggalya yang menerapkan syariah secara total. apakah indonesia seperti ini? mohon yang baru tahu masalah ini  direvisi dalilnya ya karena syari'i (mengikuti madzhab syafi'i) bukan karena "ikut2an" pemerintah.
3. Jadi saya pribadi menganut rukyat global, karena petunjuk ini jelas terdapat dalam Al-Quran dan Hadits Rasulullah Saw seperti yang penulis jabarkan diatas. Dan sekali lagi masalah perbedaan jarak dan waktu sudah tidak ada lagi di jaman sekarang, karena keterbatasan jarak bisa diatasi dengan komunikasi instan dan sejauh2nya lokasi dibumi tidak akan lebih dari 13 jam, artinya tetap ketemu malam yang sama dalam sehari. :)

Penutup: beda fiqih biarlah ada, yang penting bagi kita untuk mensegerakan penyatuan umat muslim dibawah bendera khilafah agar dikemudian hari tidak ada perbedaan-perbedaan semacam ini.

Wallahu a’lam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar