11/28/2015

Sempitnya Waktuku

Apakah kita..

Sering luput dari dzikir pagi dan petang?

Merasa tidak sempat untuk sholat rawatib?

Merasa sibuk untuk menghadiri majelis ilmu?

Kehabisan waktu untuk membaca 1 halaman Al Qur'an?

Merasa lelah ketika akan sholat malam?

Dan kehabisan agenda untuk mengunjungi  teman yang sakit?

Tetapi kita...

Selalu sempat menonton berita di internet.

Tidak pernah ketinggalan up date dan mengikuti status di facebook.

Selalu aktif berkomentar dalam grup-grup watsapp.

Dan, tidak pernah absen dalam menghadiri majelis ghibah dan senda gurau.

Apakah kita...

Merasa waktu kita sangat sempit dan sedikit untuk melakukan hal-hal bermanfaat?

Merasa kesibukan dunia kita terlalu padat sehingga sering berudzur meninggalkan ibadah kita?

Mungkin... itu tanda tidak adanya keberkahan dalam waktu kita.

Berkata seorang sahabat Nabi yang mulia Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu:

"Aku tidaklah menyesali sesuatu lebih besar dari pada penyesalanku terhadap satu hari yang berlalu, berkurang umurku, dan tidaklah bertambah amalku."

Seorang ulama salaf, Hakim, juga berkata:

"Barangsiapa yang harinya berlalu tanpa ada kebenaran yang ia tegakkan;

atau kewajiban yang ia laksanakan;

atau kemuliaan yang ia raih;

atau perbuatan terpuji yang ia kerjakan;

atau kebaikan yang ia rintis, atau ilmu yang ia kutip.

Sungguh ia telah mendurhakai waktunya, dan mendzolimi dirinya."

Maka mari kita perhatikan, bahwa para salafus shalih tidaklah menilai bahwa suatu waktu menjadi bermanfaat dari banyaknya kekayaan dihasilkan;

Atau gelar kehormatan yang diraih;

atau ketenaran didapat.

Tetapi, dari banyaknya amal sholih yang dihasilkan dari waktu tersebut.

Para salaf terdahulu adalah orang-orang yang sangat memperhatikan masalah waktu, mereka berkata:

"Sesungguhya menyia-nyiakan waktu itu  lebih berat daripada kematian, karena menyia-nyiakan waktu  memutuskan seseorang dari Allah dan akhirat, sedangkan kematian memutuskan seseorang dari keluarga dan dunianya."

Berkata Hasan Al Bashri rahimahullah:

"Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah hari-hari. Apabila pergi harimu, berarti telah pergi sebagian dirimu."

Juga ia berkata:

"Tidaklah hari itu muncul bersama terbitnya fajar, keculai ia berkata:

'Wahai anak Adam, aku adalah makhluk yang baru, dan aku bersaksi atas amal-amalmu, maka berbekallah denganku, karena sesungguhnya bila aku pergi aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat nanti'."

Janganlah kita mengira bahwa perkataan mereka hanyalah perkataan kosong tanpa bukti.

Sebaliknya, sangat banyak catatan-catatan mengenai semangat mereka dan kesungguhan mereka dalam menjaga waktu.

Di antaranya perkataan orang-orang tentang Abdullah putra Imam Ahmad:

"Demi Allah, kita tidak melihatnya kecuali ia sedang tersenyum, sedang membaca atau sedang menelaah kitab."

Begitu pula, dikatakan  tentang Al Khatib Al Baghdadi:

"Tidaklah kami melihat beliau kecuali beliau sedang menelaah sebuah kitab."

Imam Ad Dzahabi menyebutkan tentang Abdul Wahab Bin Abdil Wahhab Al Amiin:

"Sesungguhya ia sangat menjaga waktunya, tidaklah berlalu 1 jam kecuali ia membaca Al Qur'an atau berdzikir atau sholat tahajjud atau memperdengarkan bacaan Al Qur'an."

Masih banyak kisah yang menakjubkan dari para salaf dalam memanfaatkan waktu..

Berkata seorang murid Al Imam Abdur Rahman bin Mahdi rahimahullah tentang Imam Hammad bin Salamah:

"Seandainya dikatakan kepada Hamad bin Salamah bahwa esok ia mati, maka ia tidak sanggup lagi untuk menambah amalannya sedikitpun."

MasyaAllah..

Hal itu dikarenakan banyaknya amalan yang ia lakukan secara rutin!

Berkata Ammar bin Raja':

"Saya melewati 30 tahun tidak makan dengan tanganku di malam hari, dan saudara perempuankulah yang menyuapiku, karena kesibukanku menulis hadist."

Begitu pelitnya beliau dengan waktu, sampai tidak mau waktunya berkurang karena makan!

Tidak kalah mengagumkan kisah Imam Ibnu Jarir At Thabari. Dikisahkan bahwa ia berkata pada  teman-temannya:

"Apakah kalian berminat menulis tafsir Al Qur'an?"

Mereka menjawab:

"Berapa panjangnya?"

Ia berkata:

"30 ribu lembar."

Para sahabatnya terkejut dan berkata:

"Kalau begitu bisa habis umur kami."

Maka beliau pun meringkasnya menjadi tiga ribu lembar dan mendiktekannya kepada para sahabatnya selama 7 tahun.

Setelah selesai,  ia kembali berkata:

"Apakah kalian berminat pada tarikh (sejarah) sejak Nabi Adam sampai jaman kita ini?"

Mereka kembali bertanya:

"Berapa panjangnya?"

Dan beliau menyebutkan sebagaimana perkataan beliau pada tafsir, maka mereka menjawab dengan jawaban yang sama, maka Ibnu Jarir berkata:

"Inna lillah.. Sungguh telah mati kesungguhan."

Dan ia pun kembali meringkasnya sebagaimana ia meringkas tafsir.

Kita mungkin tidak bisa meraih keberkahan seperti mereka, tapi setidaknya kita dapat mengusahakannya, agar waktu kita dapat menjadi ladang amal yang bermanfaat di akhirat kelak.

Bukan sebaiknya, menjadi sumber penyesalan dan kerugian di akhirat nanti.

Beberapa cara agar waktu kita menjadi barakah adalah:

▪️ Beriman dan bertakwa
▪️ Melazimi Al Qur'an, karena Allah berfirman yang artinya:

"Dan Kitab ini (Al Qur'an) yang kami turunkan dengan penuh berkah, maka ikutilah ia dan bertakwalah agar engkau mendapat rahmat."

(QS Al An'am: 155)

▪️ Memperbanyak beramal sholih baik dengan hati, lisan dan perbuatan

▪️ Bersegera beramal sejak pagi hari, sebagaimana doa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:

"Ya Allah, berkahilah umatku pada pagi hari mereka."

▪️ Menjaga sholat fajr (sholat subuh) karena menjaga sholat subuh adalah kunci keberkahan sepanjang hari.

▪️ Belajar ilmu atau mengajarkannya

Maka, mari kita bersungguh sungguh memanfaatkan waktu kita.

Ingatlah, bahwa suatu saat nanti kita akan menghadapi hari dimana kita harus mempertanggung jawabkannya.

Hari di mana seorang raja tidak akan meminta kembali istananya; seorang pemimpin tidak akan meminta kembali kekuasaannya dan orang yang kaya tidak akan meminta dikembalikan hartanya.

Tetapi mereka semua akan meminta dikembalikan WAKTU yang mereka habiskan tanpa amal shalih!

✒Ummu Shālih,
Di kota Al Madīnah An Nabawiyyah
______________________________

11/20/2015

Waktu itu Mahal atau Murah?

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

Waktu adalah sesuatu yg paling berharga, tapi dia sekarang ini menjadi sesuatu yang paling murah di tengah-tengah kita.

Kita biasa melewati waktu demi waktu tanpa ada faedah apapun, bahkan kita biasa menghabiskan waktu demi waktu dalam perkara yg mendatangkan mudhorot.

Dan aku tidak sedang membicarakan satu orang saja, tapi aku sedang membicarakan kaum muslimin secara umum. Sekarang ini -sangat disayangkan sekali- mereka dalam keadaan lengah, terlena, dan lupa.

Mereka tidak bersungguh-sungguh dalam perkara agama mereka. Kebanyakan mereka dalam keadaan lengah dan bermewah-mewahan. Yang mereka lihat adalah apa yg bisa memanjakan badan mereka, walaupun harus merusak agama mereka.

[Kitab: Syarah Riyadhus Sholihin, 1/345].

---------

Untukmu wahai saudaraku yg sedang membaca pesan ini... bila keadaan di atas menimpamu, maka cepatlah berubah, sebelum semuanya tinggal kenangan dan penyesalan... Ingatlah selalu firman Allah ta'ala (yg artinya):

"... hingga ketika KEMATIAN mendatangi salah seorang dari mereka, dia mengatakan:

'Ya Rabb, kembalikan aku (ke dunia lagi), sehingga aku bisa beramal shaleh pada apa yg dulu kutinggalkan'.

Tentu itu tidak mungkin, tapi sungguh kalimat itu akan dia katakan". [QS. Almukminun: 99-100].

Oleh Ustadz Musyafa Ad Dariny, MA حفظه الله تعالى

11/12/2015

TUJUAN HIDUP

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.أَمَّا بَعْدُ:

Ma'āsyiral muslimīn, bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudariku, rahimanī wa rahimakumullāh..

Seorang, yang ketika dia keluar dari rumahnya, dia pasti memiliki tujuan, kemana dia akan melangkah.

Kita pasti yakin, orang yang ketika melangkah keluar dari rumahnya tanpa tujuan maka langkahnya akan jauh dari impian yang dia inginkan.

Orang yang hidup di dunia jika tanpa tujuan maka dia akan banyak tersesat, dia akan menyimpang dari jalan yang sebenarnya.

Oleh karena itulah, sungguh sangat amat penting untuk seorang hamba mengetahui kemana tujuan sebenarnya dia hidup.

Ketika orang itu tahu tujuan hidupnya maka semua aktifitasnya akan terarah kepada tujuan tersebut.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

(QS Adz Dzariyāt: 56)

Inilah, ma'āsyiral muslimīn, tujuan hidup yang sebenarnya..

Untuk kita menghambakan diri kepada Allāh, untuk kita beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

✓Allāh yang menciptakan kita.

✓Allāh yang menghidupkan kita.

Allāh telah mengatakan bahwasannya tujuan Allāh menciptakan kita adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya.

Allāh juga berfirman:

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

"Apakah manusia mengira mereka hidup begitu saja di dunia (tanpa ada tujuan yang sebenarnya)?"

(QS Al Qiyāmah: 36)

Apakah manusia mengira dia hidup di dunia ini sia-sia begitu saja?

Tentu jawabannya, tidak.

Manusia bukan sebagaimana binatang (hewan); mereka hidup, makan, minum, bekerja, bersenang-senang melampiaskan syahwatnya kemudian mati begitu saja.

Tidak, manusia lebih mulia daripada itu semuanya.

Manusia, Allāh ciptakan dengan hikmah yang sangat mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan dengan rahmat dan kasih sayang Allāh Subhānahu wa Ta'āla, (ketika) Allāh memberitahukan kepada manusia (tentang) tujuan hidupnya (yaitu) untuk beribadah kepada-Nya.

Allāh pun memberikan rambu-rambu, memberikan aturan, kemana dia atau dengan apa dia beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Syaikhul Islām Muhammad At Tamimi rahimahullāh Ta'āla berkata:

الله خلقنا ورزقنا ولم يتركنا هملا بل أرسل إلينا رسولاً، فمن أطاعه دخل الجنة، ومن عصاه دخل النار.

"Allāh yang menciptakan kita, Allāh yang memberi rizki kepada kita, namun Allāh tidak membiarkan kita begitu saja sia-sia hidup di atas muka bumi ini.

Bahkan Allāh mengutus kepada kita seorang rasul;

• Barang siapa mentaati rasul maka, dia akan masuk surga.

• Dan barang siapa menyelisihi (memaksiati) rasul, maka dia masuk ke dalam api neraka."

Inilah, ma'āsyiral muslimīn rahimanī wa rahimakumullāh..

Suatu hal yang sangat prinsip (urgen) untuk kita ketahui, yaitu bahwasanya:

◆ Tujuan hidup kita di atas muka bumi ini untuk beribadah kepada Allāh.

Marilah kita bersama-sama melangkahkan kaki kita menuju kepada tujuan yang satu yaitu beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Marilah kita bersama-sama melangkahkan kaki kita untuk menelusuri jejak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengakhirkan kita dengan khusnul khātimah.

أقول قولي هذا وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________

Materi Tematik:
Ustadz Abdurrahman Thoyib,  Lc

⬇️ Download audio:
https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYWm9lRENVWnpUeXM/view?usp=docslist_api

Sumber:
https://youtu.be/nFr1Jj1KxVk

11/07/2015

TAKUT KEPADA ALLĀH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Halaqah yang ke-22 dari Silsilah Belajar Tauhid adalah tentang "Takut Kepada Allāh".

Ayyuhal ikhwah,

Di antara keyakinan seorang muslim adalah bahwasanya manfaat dan mudharat adalah di tangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla semata.

Seorang Muslim tidak takut kecuali kepada Allāh dan tidak bertawakal kecuali kepada Allāh.

✓ Takut kepada Allāh yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk:

⑴ Merendahkan diri di hadapan Allāh.

⑵ MengagungkanNya.

⑶ Membawanya untuk menjauhi larangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⑷ Melaksanakan perintahNya.

✘ Bukan takut :

⑴ Yang berlebihan yang membawa kepada keputusasaan terhadap rahmat Allāh.

⑵ Yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada keta'atan kepada Allāh .

Takut seperti ini adalah ibadah.

Tidak boleh sekali-sekali seorang Muslim menyerahkan takut seperti ini kepada selain Allāh.

Dan barangsiapa menyerahkannya kepada selain Allāh, maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

Seperti orang yang takut (terkena) mudharat (dengan) wali fulan yang sudah meninggal kemudian takut tersebut menjadikan dia merendahkan diri di hadapan kuburannya dan juga mengagungkannya.

Hendaknya seorang Muslim meneladani Nabi Ibrāhīm 'Alaihissalām ketika beliau berkata yang artinya:

"Dan aku tidak takut dengan sesembahan kalian, mereka tidak memudharati aku kecuali apabila Rabbku menghendakinya."

(QS Al An'ām: 80)

Di antara takut yang diharamkan adalah takutnya seseorang kepada makhluq yang melebihi takutnya kepada Allāh, sehingga takut tersebut membuat dia meninggalkan perintah Allāh atau melanggar larangan Allāh.

Seperti:

• Orang yang meninggalkan jihad yang wajib atasnya karena takut kepada orang-orang kafir.

Atau,

• Tidak melarang kemungkaran karena takut celaan manusia padahal dia mampu.

Allāh berfirman yang artinya:

"Sesungguhnya itu hanyalah syaithān yang menakut-nakuti kalian, wahai orang-orang yang beriman, dengan wali-walinya (penolong-penolongnya).

Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kalian kepadaKu jika kalian benar-benar orang yang beriman."

(QS Āli 'Imrān: 175 )

Di antara cara menghilangkan rasa takut kepada makhluq yang diharamkan adalah:

⑴ Berlindung kepada Allāh dari bisikan syaithan.

⑵ Mengingat sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang artinya:

"Ketahuilah bahwa seandainya umat semuanya berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak bisa memberikan manfaat kecuali dengan apa yang sudah Allāh tulis.

Dan seandainya mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu niscaya mereka tidak bisa memberikan mudharat kecuali dengan apa yang sudah Allāh tulis."

(HR Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al Albani Rahimahullāh)

Diperbolehkan takut yang merupakan tabiat manusia, seperti:

⑴ Takut kepada panasnya api.

⑵ Takut kepada binatang buas.

Dan takut seperti ini bukanlah takut yang merupakan ibadah dan juga bukan takut yang membawa seseorang meninggalkan perintah atau melanggar larangan Allāh.

Ini adalah takut yang tabiat, yang para Nabi pun tidak terlepas darinya.

Itulah halaqah yang ke-22 dan sampai bertemu kembali pada halaqah yang selanjutnya.

و صلى الله على نبينا محمد و على آل نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين.

______________________________

Ustadz 'Abdullāh Roy, MA
Silsilah Belajar Tauhid
Halaqah 22 | Takut Kepada Allāh
⬇ Download Audio:
https://drive.google.com/open?id=0B1e0BM9z9hzYc3Q4NjFzSnc0TlU

SOMBONGKAH KITA?

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لانبي بعده أم بعد

Sombongkah kita?

Itulah materi tausiyah pada kesempatan yang berbahagia kali ini.

Sombong adalah merupakan salah satu...

✓ Penyakit yang sangat berbahaya.
✓ Sifat yang begitu tercela.
✓ Karakter yang sangat dibenci oleh Allāh dan Rasul-Nya shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Pun demikian, banyak diantara kaum Muslimin yang masih terjangkiti dengan penyakit kronis tersebut.

Bahkan mungkin kitapun juga masih memiliki penyakit itu.

Semoga tausiyah singkat pada kesempatan kali ini bisa menyadarkan kita tentang bahaya penyakit sombong.

Banyak ayat dan hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menjelaskan bahaya dari penyakit sombong.

Diantaranya sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imām Muslim.

Kata Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya sifat sombong walaupun hanya sebesar debu.” 

Mā syā Allāh !

"Wah, kalau begitu bagaimana kita masuk surganya?"

Ya, itulah ancaman yang sangat berat buat mereka yang suka sombong .

"Terus, sombong itu apa?"

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melanjutkan hadits tadi:

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain."

⑴ MENOLAK KEBENARAN

Banyak diantara orang-orang yang beragama, manakala dia salah kemudian dijelaskan kepadanya dalil dari Al Qurān, dari sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, dari keterangan para ulama Islam..

Mereka menolak mentah-mentah keterangan tersebut dan merasa bahwasanya dirinya adalah sudah benar.

"Kalian adalah anak kecil, anak kemarin sore yang tidak tahu apa-apa."

Orang-orang seperti ini dikhawatirkan terjangkiti penyakit sombong.

Kenapa?

Karena dia telah menolak kebenaran.

Kemudian yang lainnya, diantara bentuk sombong adalah:

⑵ MEREMEHKAN MANUSIA (GHAMTHUN NĀS)

Dia menganggap orang lain dengan pandangan yang rendah.

Entahlah karena dia lebih miskin, lebih bodoh, tubuhnya lebih kecil/kerempeng.

Ini semua adalah penyakit sombong.

Maka berhati-hatilah dari penyakit sombong!

Jangan sampai karena kita lebih pintar kemudian kita memandang orang lain yang mungkin IQ nya di bawah kita, kita pandang rendah .

Jangan sampai karena kekayaan kita, lalu kita melihat orang-orang yang miskin kemudian kita pandang mereka sebelah mata.

Jangan sampai karena kedudukan kita yang tinggi, melihat orang yang rakyat jelata, kita pandang mereka remeh.

Jangan !

Kenapa?

Karena kita tidak pantas untuk sombong .

Mengapa tidak pantas?

Karena kita adalah manusia yang lemah.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam Al Qurān:

ْوَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا

"Dan manusia itu diciptakan sebagai makhluq yang lemah."

(QS An Nisā : 28)

Manusia adalah mahluk yang lemah dari segala sisinya;

✓ Ilmunya sedikit
✓ Harta, ilmu dan kekuatan tubuhnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang dimiliki oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Terus apa yang akan dibanggakan?

Kenapa kita sombong?

Tidak ada satupun hal yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk membenarkan sifat sombong.

Lalu, bagaimana seandainya kita sudah terjangkiti penyakit sombong?

Bagaimana cara untuk mengikisnya?

Caranya adalah...

⑴ BERDO'A KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Mohonlah kepada Allāh agar kita dihindarkan dari penyakit sombong.

Makanya diantara do'a yang biasa dilantunkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah do'a permohonan perlindungan kepada Allāh dari sifat sombong:

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُبِكَ مِنَ الْكِبْرِ

"Ya Allāh, aku mohon perlindungan kepada-Mu dari sifat sombong."

Jadi kita perlu meminta tolong kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena tidak mungkin dengan kelemahan yang kita miliki kita bisa melepaskan dari sifat sombong.

Apalagi setan berusaha untuk menjerumuskan kita ke dalam sifat yang sangat tercela itu.

⑵ BANYAK MERENUNG DENGAN KEKURANGAN YANG KITA MILIKI

Kalau kita sombong karena ilmu kita, seberapa ilmu kita dibandingkan ilmu Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

Kalau kita sombong karena harta kita, seberapa harta yang kita miliki?

Banyak pula harta itu adalah harta warisan dari orang tua kita, karena orang tua kita kaya maka akhirnya kita kaya.

Kalaupun itu hasil kerja kita, itupun tidak lepas dari bantuan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau Allāh tidak membantu tidak mungkin kita akan mendapatkan kekayaan.

Kalau kita sombong, karena apalagi?

Karena tubuh yang kuat? Seberapa sih kuatnya tubuh kita?

Paling digigit nyamuk bisa mati, nyamuk pembawa penyakit yang sangat berbahaya.

Renungilah kita sombong karena apa?

⑶ BERTEMANLAH DENGAN ORANG-ORANG YANG MEMILIKI SIFAT RENDAH HATI

Karena apa?

Karena in syā Allāh, manakala kita berteman dengan orang yang rendah hati, maka kita akan tertular dengan sifat yang positif tersebut.

Tapi kebalikannya, manakala kita sering bergaul dengan orang-orang yang sombong, maka mau tidak mau kitapun akan "kecipratan", ketularan sedikit atau banyak dari sifat sombong yang ia miliki.

Makanya ulama mengatakan:

سُوُء الْخُلُقِ يُعْدِي

"Akhlak yang buruk akan menular."

⇒ Menular seperti penyakit menular.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla berkenan untuk menghindarkan kita dari sifat sombong dan mengkaruniakan kepada kita sifat rendah hati.

Terima kasih atas perhatiannya.

Mohon maaf atas kekurangannya.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

______________________________

Materi Tematik:
Ustadz 'Abdullāh Zaen, MA

Sumber:
https://m.youtube.com/watch?v=S8U711f7XOY

⬇ Download Audio:
https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYSC10bkw2ZmZadDQ/view?usp=docslist_api

11/06/2015

LEBIH BERHARGA DARI 1 MILYAR PER HARI

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُلِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَارِك

Pemirsa yang dirahmati oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, apakah Anda pada saat ini sedang mencari sebuah pekerjaan?

Atau Anda tidak puas dengan penghasilan bulanan Anda lalu Anda ingin memperbaiki kondisi finansial dan penghasilan yang halal yang selama ini Anda terima.

Lalu Anda buka lembaran surat kabar yang berisikan informasi-informasi tentang lowongan pekerjaan.

Atau Anda buka internet di forum lowongan pekerjaan lalu Anda mendapatkan sebuah informasi bahwa ada sebuah pekerjaan halal yang menawarkan penghasilan yang begitu mencengangkan.

Perusahaan tersebut menawarkan penghasilan 200 juta sebulan misalnya dan pekerjaan itu cocok dengan latar belakang Anda.

Apakah Anda akan mengambil peluang itu, mengirim surat lamaran?

Apakah Anda akan tinggalkan pekerjaan anda yang lama?

Saya rasa kita semua tahu jawabannya.

Anda akan ambil peluang itu dan tidak menyia-nyiakannya.

Kenapa?

Jawabannya simpel.

Mendapatkan 200 juta sebulan dengan cara yang halal.

Pemirsa yang dirahmati oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala,

Ada baiknya kita merenungkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi Wassalam di bawah ini.

Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam menawarkan hal yang hampir serupa, jika kita aktualisasikan dengan bahasa kita.

Dalam sebuah hadist yang shahih, hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Nabi menawarkan sebuah penghasilan yang halal kepada para sahabatnya.

Mari kita simak bersama.

Beliau menyatakan, "Wahai sahabat, siapa diantara kalian yang berminat untuk pergi ke Buth-han dan 'Aqiq?

Apa itu Buth-han dan Aqiq? Buth-han dan Aqiq adalah dua pasar unta di dekat kota Madinah.

Dan mengapa Nabi Shallahu 'alaihi Wasallam menawarkan hal itu kepada para sahabatnya?

Mari kita simak lanjutan hadist tersebut

"Untuk mendapat dua unta Kaumawain dengan tanpa dosa dan tidak memutuskan tali silaturahim."

Dengan bahasa yang lebih sederhana, Nabi menawarkan dua unta Kaumawain dengan cara yang halal dan tidak menzhalimi orang lain.

Apabila kita berada di posisi sahabat, siapa diantara kita yang menerima tawaran tersebut?

Pemirsa jangan cepat-cepat menolak, karena unta Kaumawain adalah unta terbaik yang ada di muka bumi ini.

Dan apabila kita hargai dengan harga sekarang maka satu ekor bisa bernilai 500 juta lebih, Allahu Akbar!

Dan berapa ekor yang Nabi tawarkan?

Dengan dua unta Kaumawain.

Sebulan sekali? Tidak.

Nabi mengatakan "Setiap hari."

Anda pergi ke pasar unta tersebut untuk mendapatkan dua unta  Kaumawain.

Sekali lagi jika satu unta berharga 500 juta dan orang tersebut mendatanginya setiap hari sebagaimana tawaran dan saran Nabi, maka berapakah penghasilan dia satu bulan?

Kurang lebih tiga puluh miliar, karena satu hari 1 M.

Siapa tidak berminat?

Saya rasa jika ini dilemparkan dan ini ditawarkan ke tengah-tengah kita, maka tidak ada satupun kaum muslimin yang menolaknya .

Begitu juga dengan para sahabat, karena ini tidak aib, melainkan dengan jalan yang halal.

Mereka mengatakan, "Wahai Rasullullah, kami berminat untuk pergi ke sana. Kami mau berangkat ke sana untuk mendapatkan dua unta Kaumawain setiap hari secara gratis dan halal."

Ini penghasilan halal yang begitu menggiurkan, siapa yang tidak mau?!

Begitu Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam melihat respon para sahabatnya dan melihat kesiapan mereka untuk bergegas pergi ke dua pasar unta tersebut, Nabi Shallallahu 'alaihi Wassallam kembali bersabda di hadapan mereka

"Kalau kalian berminat untuk mendapatkan dua ekor unta tersebut (dua ekor unta yang harganya kurang lebih 1 M) setiap hari, mengapa kalian tidak pergi ke masjid untuk mendapatkan dua ayat di dalam Al-Qurānul Karim agar kalian mengetahui dan membaca dua ayat dari Al-Qur'anul Karim.

Karena dua ayat yang kalian baca dan pelajari itu lebih baik (lebih mahal, lebih tinggi) nilainya di sisi Allah di banding dua unta Kaumawain.

Dan tiga ayat itu lebih baik (lebih mahal, lebih tinggi nilainya) dari tiga unta.

Dan empat ayat yang kalian pelajari, itu lebih mahal dari empat unta.

Dan begitu seterusnya... lima ayat lebih mahal dari lima unta.. enam ayat lebih mahal dari enam unta... tujuh ayat lebih mahal daripada tujuh unta... Allahu Akbar!

Bagi kita yang sedang mencari pekerjaan halal, yang ingin meningkatkan penghasilan bulanan kita, kenapa kita tidak berpikir dan merenungi hadist ini?

Mengapa kita mencari pekerjaan?

Mengapa kita mencari penghasilan yang halal?

Banyak orang mengatakan untuk masa depan.

Kalau demikian, kenapa kita tidak berpikir masa depan kita setelah kita menghembuskan nafas kita yang terakhir?

Kenapa kita tidak berpikir masa depan di alam kubur yang pasti terjadi?

Kenapa kita tidak berpikir masa depan ketika kita dibangkitkan secara atau dalam kondisi telanjang bulat, tidak memakai alas kaki, tidak membawa bekal, tanpa dikhitan?

"Pada hari kiamat itu manusia dibangkitkan dalam kondisi telanjang bulat, tidak memakai alas kaki, tidak dikhitan/disunat dan tidak membawa perbekalan apapun juga."

Bukankah itu masa depan juga?

Bahkan itulah masa depan yang hakiki, masa depan yang sejati, yang tidak mungkin kita lari darinya.

Oleh karena itu dalam hadist ini, Nabi menjelaskan bahwa keutamaan ilmu agama dan mempelajarinya itu lebih berharga (lebih mahal) daripada dunia yang selama ini kita cari, daripada lembaran-lembaran rupiah atau dollar yang selama ini kita dapatkan.

Siapa diantara kita yang mendapatkan gaji satu bulan satu miliar ? Sebagaimana yang ditawarkan Nabi Shallallahu 'alaihi Wassallam.

Untuk mendapatkan gaji bulanan 10, 20, 30 juta, orang zaman sekarang rela menempuh perjalanan dua atau tiga jam untuk sampai di kantornya, rela bermacet-macet ria, rela bekerja selama delapan jam atau di tambah dengan jam-jam lembur.

Berapa yang Anda dapat? Mungkin hanya 30 juta, 50 juta dan seterusnya. Dan itu sudah angka yang sangat fantastis pada saat ini secara umum dan 'urf di masyarakat .

Kalau demikian, kenapa kita tidak tertarik duduk di majelis taklim?

Duduk di lantai masjid untuk mempelajari tafsir Al-Qur'an dan hadist-hadist Nabi Shallallahu 'alaihi Wassallam.

Saya rasa tidak ada kajian yang durasinya delapan jam sebagaimana durasi pekerjaan kita.

Tapi ada berapa ayat yang kita dapatkan? Ada berapa ayat yang kita pelajari dan pahami?

Ternyata sepuluh ayat mungkin, ternyata lima belas ayat, ternyata dua puluh ayat.

Itu belum ditambah hadist-hadist Nabi Shallallahu 'alaihi Wassallam .

Itu lebih baik daripada unta yang satu ekornya berharga lima ratus juta.

Dan ulama kita menjelaskan; ketika Nabi Shallallahu 'alaihi Wassallam membandingkan satu ayat dengan satu unta, itu bukan berarti hanya berharga atau hanya lebih baik daripada unta.

Namun ini menunjukkan bahwa ilmu agama lebih baik dari harta dunia. Karena unta Kaumawain merupakan simbol kekayaan pada saat itu.

Sehingga tidak heran, Allah memerintahkan untuk kita bergembira pada saat kita mendapatkan Al-Qur'an, saat kita mempelajarinya, saat kita mentadaburinya .

Ingatkah kita surat Yunus ayat 58?

Ketika Allah berfirman ,

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah (Muhammad), "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Apa tafsir karunia dan rahmat ini?

Para ulama seperti imam Mujahid, mengatakan bahwa;

◆ Karunia dalam ayat ini bukan harta dunia, namun IMAN.
◆ Rahmat dalam ayat ini bukan fasilitas dunia, namun AL-QURĀN.

Allah perintahkan kita untuk bergembira saat kita mendapatkan iman, saat iman kita bertambah dan pada saat kita mendapatkan dan mempelajari ayat-ayat Al-Qurān, lalu kita amalkan dan kita dakwahkan.

Kenapa demikian? 

Di akhir ayat tersebut Allah jelaskan salah satu alasannya, yaitu karena Al-Qurān tdan iman tersebut itu lebih berharga (lebih mahal) daripada seluruh harta yang mereka kumpulkan.

Sehingga kita bisa meluangkan waktu setiap hari, dua belas jam, lima belas jam untuk dunia, untuk penghasilan yang halal.

Mengapa kita tidak punya waktu untuk menghabiskan beberapa jam saja sepekan mungkin sekali atau tiga hari sekali untuk mempelajari ilmu agama?

Semoga nasehat singkat ini bermanfaat untuk saya pribadi dan pemirsa sekalian.

Dan semoga kita semakin semangat untuk mempelajari ilmu agama dengan mengetahui keutamaan demi keutamaannya.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
-------------------------------------------------

Materi Tematik:
Ustadz Muhammad Nuzul Zikri,  Lc

Download audio:
https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYVjdyakEzTXFjUHc/view?usp=docslist_api

Sumber:
https://youtu.be/_AU8A74flZ

Misteri Kunci Surga

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pada suatu hari Nabi Nūh 'alaihissalām, menjelang wafatnya, beliau menyampaikan sebuah wasiat kepada kedua putranya.

Isi wasiat tersebut kata beliau,

آمُرُكُمَا بِلا إِلٰهَ إِلا اللَّهُ

"Aku wasiatkan kepada engkau berdua wahai putraku agar engkau berdua setia dengan Lā ilāha illallāh."

Kemudian Nabi Nūh 'alaihissalām menjelaskan apa keistimewaan Lā ilāha ilallāh.

Kata beliau:

لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا فِيْهِمَا فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ وَوُضِعَتْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ فِي الْكِفَّةِ الأُخْرَى كَانَتْ أَرْجَحَ

"Seandainya langit beserta bumi dan isi dari keduanya diletakkan di sebuah anak timbangan, kemudian Lā ilāha illallāh diletakkan di anak timbangan yang lainnya, niscaya kalimat Lā ilāha illallāh itu akan lebih berat daripada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta kedua isinya."

(HR Imām Ahmad rahimahullāh dan hadist ini dinilai shahīh oleh Syaikh Al Albāni)

Dalam hadist ini, Nabi Nūh menjelaskan betapa istimewanya kalimat Lā ilāha illallāh.

Karena kalimat tersebut seandainya ditimbang dengan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta penghuni keduanya, tentunya selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, niscaya kalimat tersebut akan jauh lebih berat daripada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi.

Jadi, dalam hadist ini Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan kepada kita betapa berbobotnya kalimat tahlīl.

Yang jadi pertanyaan, kalimat tahlil yang sedemikian istimewanya, mungkinkah kalimat itu adalah merupakan kalimat yang kosong tanpa makna?
Yang hanya dikeluarkan dari lisan saja tanpa mengandung makna yang begitu dalam?

Mungkinkah kalimat tersebut adalah merupakan kalimat yang hanya dijadikan, maaf, oleh sebagian orang "lipstik"?

Dijadikan sebagai penghias bibir belaka?

Oh tentu tidak !

Kalimat tersebut bukanlah kalimat yang hanya sekedar diucapkan di lisan.

Namun kalimat itu adalah kalimat yang mengandung kandungan yang sangat dalam.

Makanya, pernah suatu saat Imām Wahhab Ibnu Munabbih di datangi oleh salah seorang kaum muslimin dan berkata:

أَلَيْسَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلاَّ لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ

"Wahai Imam, bukankah Lā ilāha illallāh itulah kuncinya surga?"

⇒ Artinya orang yang sudah mengucapkan Lā ilāha illallāh itu pasti akan masuk surga.

Maka beliau menjawab:

"Betul, Lā ilāha illallāh adalah kunci surga. Tetapi, bukankah setiap kunci pasti memiliki gerigi?"

Jadi kalau kita perhatikan kunci, tidak ada kunci yang tidak ada geriginya (namanya kunci pasti akan memiliki gerigi).

Kata Imam Wahhab Ibnu Munabbih, setiap kunci pasti ada geriginya.

Kalau engkau membawa kunci pakai gerigi lengkap dengan geriginya maka engkau bisa membuka pintu tersebut.

Tapi seandainya kunci yang kamu bawa adalah kunci yang tidak ada geriginya, niscaya engkau tidak akan bisa membuka pintu.

Jadi, di sini Imām Wahhab Ibnu Munabbih menjelaskan kepada kita bahwa kalimat Lā ilāha illallāh adalah sebuah kalimat yang memiliki hak dan kewajiban yang harus kita penuhi, kalimat yang harus kita tunaikan syarat-syaratnya.

Dan tidak usah merasa heran, darimana kok ada syarat-syarat Lā ilāha illallāh.

Kenapa Anda heran?

Bukankah kita senantiasa melakukan shalat lima waktu?

Dan yang namanya shalat tidak akan diterima Allāh Subhānahu wa Ta'āla kalau tidak memenuhi syarat-syaratnya.

Bukankah haji itu juga merupakan ibadah yang tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kalau kita tidak memenuhi syarat-syarat haji?

Misalnya orang berhaji, harus berakal.

Kalau ada orang gila berangkat berhaji, apakah akan diterima hajinya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla ?

Tidak!

Begitu juga shalat, salah satu syarat sah shalat adalah kita harus berwudhū' (dalam keadaan suci).

Kalau misalnya ada orang shalat tanpa berwudhū', apakah akan diterima shalatnya?

Tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi tidak perlu heran ketika kita mengatakan bahwasanya Lā ilāha illallāh pun ada syarat-syaratnya.

Lā ilāha illallāh adalah merupakan Rukun Islam yang pertama.

Seandainya Rukun Islam yang kedua shalat, kemudian puasa, zakat, haji dan seterusnya itu ada syarat-syaratnya, kenapa Lā ilāha illallāh tidak ada syarat-syaratnya?

Maka ini yang harus difahami oleh kaum muslimin bahwa kalimat Lā ilāha illallāh bukanlah sekedar kalimat yang diucapkan dengan lisan kita.

Kalimat tahlil bukanlah sekedar kalimat yang hanya dijadikan sebagai "lipstik" di lisan kita tanpa kita memahami isi yang ada atau kandungan yang ada di dalamnya.

Kalimat Lā ilāha illallāh, syarat yang pertama kita mengucapkannya (adalah):

"Kita harus faham makna dari Lā ilāha illallāh sendiri."

Banyak di antara kaum muslimin tidak tahu arti dari Lā ilāha illallāh, (dan) apa konsekwensinya.

Ketika dia mengucapkan kalimat tersebut, apa yang dia harus tunaikan?

Lā ilāha illallāh adalah merupakan bentuk pengikhlasan seluruh ibadah kita hanya untuk Allāh Jallā Wa 'Ala.

Lā ilāha illallāh berarti tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi manakala seorang hamba mengucapkan kalimat ini, maka seharusnya tingkah lakunya harus disesuaikan dengan kalimat tersebut .

Dia mengikhlaskan seluruh ibadahnya hanya untuk Allāh Jallā wa 'Ala.

Puasa dia, dia serahkan untuk Allāh..

Shalat dia, dia persembahkan untuk Allāh Jallā Wa 'Ala..

Haji dia, dia khususkan untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla..

Sedekahnyapun juga seperti itu..

Diapun juga berdo'a hanya kepada Allāh Jallā Wa 'Ala..

Berkurban (menyembelih) hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan itu semuanya adalah bentuk dari konsekwensi dan praktek dari Lā ilāha illallāh.

Jadi, kalimat Lā ilāha illallāh bukan sembarang tahlil yang hanya diucapkan dengan lisan.

Tapi kalimat Lā ilāha illallāh adalah sebuah kalimat yang sangat berat kandungannya dan sangat dalam isinya.

Yang ini, kita sebagai seorang Muslim harus terus untuk mempelajari isi dari Lā ilāha illallāh.

Kita tunaikan hak-hak dan kewajibannya dan kita berusaha untuk memenuhi syarat-syaratnya sehingga kita termasuk orang-orang yang In syā Allāh mengakhiri hidup kita dengan kalimat ini.

Sehingga kita diperkenankan oleh Allāh Jallā Wa 'Ala untuk masuk ke surgaNya.

Allāhumma āmīn.

والله تعالى أعلم

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
----------------------------------------------------

Materi Tematik:
Ustadz 'Abdullāh Zaen, MA

Download Audio: https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYQlA3V3ZZMU8tSDQ/view?usp=docslist_api

Sumber:
http://yufid.tv/ceramah-singkat-misteri-kunci-surga-ustadz-abdullah-zaen-ma/