5/24/2015

IBARAT CERMIN

Ketika anda berdiri dihadapan cermin, apa yang anda lakukan?

Anda bisa melihat kekurangan-kekurangan, membersihkan muka dari kotoran-kotoran yang menempel dimuka...

Ketika anda bercermin, anda bisa memperbaiki penampilan anda, memperbaiki baju, menyisir rambut, merapihkan kumis, dan seterusnya...

Bahkan terkadang anda melakukannya berkali-kali melihat ke cermin, hanya sekedar melihat diri anda sebelum pergi...

Tahukah anda wahai saat saudaraku, bahwa dalam kehidupan ini, kita adalah sebuah cermin... ya, saya, anda, kita...

Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ مِرَآةُ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ

"Seorang mu'min merupakan cermin bagi saudara mu'min yang lain."

(HR. Imām Bukhari dalam kitab Adabul Mufrād dan Imam Bayhaqi dalam Syu'abul Imān, hadits hasan)

Bagaimana bisa seorang mu'min menjadi cermin mu'min yang lain?

Padahal cermin adalah tempat kita membersihkan wajah kita dari kotoran, jadi cermin itu akan memperlihatkan kepada kita kotoran-kotoran...

Sebenarnya begitu juga antara kita dengan saudara kita, hendaknya kita bisa saling mengingatkan...

Ini adalah permisalan yang agung dan sangat menakjubkan tentang nashihat-menashihati...

Seorang mu'min, dengan tulus, tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan apa-apa akan menunjukkan kepada kita kesalahan dan kekurangan saudaranya sesama mu'min..

Cermin, bukan hanya sekedar memberitahukan dimana letak kekurangan, kesalahan atau kotoran yang menempel diwajah...

Tetapi cermin juga menjadi tempat kita untuk memperbaiki diri...

Demikian juga kita sebagai seorang mu'min, seharusnya kita semua, anda dan saya bisa merupakan tempat untuk memperbaiki diri..

Cermin, saat anda berdiri lalu pergi meninggalkannya, dia tidak pernah mengingat-ingat kembali aib, cacat atau kotoran yang ada padamu...

Saat kau kembali ke cermin itu, dia sudah tidak menampakkan kotoran yang ada padamu, sudah hilang...

Bahkan jika oranglain setelah anda berdiri memakai cermin itu, dia tidak akan pernah bercerita bagaimana kamu dan apa kotoranmu...

Dia tidak akan bercerita "Si fulan seperti ini dan itu."

Begitupulalah kita sebagai seorang muslim...

Kita tahu saudara kita keliru, kita tahu saudara kita salah, kita tahu saudara kita punya aib...

Lalu kita ingatkan, kita nashihati, dan tidak perlu menceritakan kepada muslim yang lain, cukup hanya anda yang tahu, simpan aib-aib saudara kita...

Cermin, tidak pernah mengingatkan seseorang dihadapan banyak orang, dia tidak pernah mengingatkan seseorang dengan keras atau kasar...

Dia mengingatkan dengan lembut dan tidak berteriak-teriak, hanya antara engkau dan cermin...

Begitu seharusnya kita memberi nashihat kepada saudara kita sesama muslim, dengan lembut, santun dan rahasia, tidak perlu oranglain tahu karena kita hanya mengharap balasan & pahala dari Allāh 'Azza Wa Jalla dan menginginkan agar saudara kita itu berubah...

Jadi, manusia tidak bisa lepas dari cermin.

Bahkan kebanyakan wanita kemana-mana membawa cermin. Kadang kalau tidak membawa cermin maka sebagian wanita bercermin dikaca-kaca mobil oranglain...sampai seperti itu kebutuhan seseorang terhadap cermin...

Kita juga begitu, kita membutuhkan saudara kita untuk memperbaiki diri kita...

'Abdullāh Ibnu 'Umar berkata:

رحم الله امرئٍ أهدى إلى عيوبي

"Semoga Allāh merahmati orang yang menunjukkan kepadaku aib-aib dan kekuranganku."

Terima kasih saudaraku, engkau telah mengingatkan aku... jazākumullāhu khairan, wahai saudaraku...

Cermin, semakin bening dan bersih dia, maka semakin jelas memperlihatkan aib, noda-noda, kekurangan diri yang ada pada diri kita...

Semakin mudah kita untuk memperbaikinya...

Begitu juga seorang mu'min, semakin bersih hatinya... semakin tulus dia dalam mencintai saudaranya dalam menashihatinya. Maka dia semakin berguna bagi saudaranya untuk memperbaiki diri...

Cermin itu sangat peka, wahai saudaraku...

Sangat halus perasaannya, sekecil apapun kesalahan dia akan memperlihatkannya...

Dan diapun mudah pecah, maka harus kita jaga dan kita rawat...

Begitulah persaudaraan kita sesama mu'min, harus kita rawat dan kita jaga...jangan sampai retak apalagi pecah?

Mari, saya menjadi cermin untuk anda dan anda menjadi cermin untuk saya...

Mari kita menjadi cermin satu dengan yang lainnya, sehingga ukhuwah islamiyyah kita semakin kokoh...

Sehingga kita bisa berjalan bersama-sama, menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Transkrip Ceramah Singkat: Ust. Abu Zubair Hawary, LC

5/19/2015

SAHABAT BINTANG 5

Saudaraku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Pernahkah anda membeli sebotol air mineral di sebuah warung kaki lima atau warung pinggir jalan?
Berapa harga untuk 1 botol dari sebuah warung dipinggir jalan? Mungkin kisaran 2000 - 3000 rupiah.

Lalu pernahkah kita membeli air mineral dengan volume yang sama di sebuah bandara? Berapa harga yang harus kita bayar? Mungkin kisaran 10.000 rupiah.

Lalu pernahkh kita membeli air mineral dengan volume yang sama di sebuah restoran hotel bintang 5?
Berapa harganya? Ternyata harganya melambung tinggi, mungkin kisaran 20.000 rupiah untuk 1 buah air mineral dengan volume yang sama.

Yang jadi pertanyaan lagi, apakah rasanya sama?

Ternyata sama... botolnya pun sama...

Lalu apa yang membuat harga air mineral tersebut melambung tinggi?

Jawabannya adalah LINGKUNGAN.

Ketika air mineral itu berada di kaki lima maka harganya pun kaki lima. Ketika air mineral itu berada di sebuah bandara maka harganya pun harga bandara. Jika air mineral berada di restoran bintang 5 maka harganya pun harga bintang lima.

Itulah ilustrasi sederhana tentang betapa pentingnya lingkungan bagi seorang muslim.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

"Seseorang itu di atas agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa dia bersahabat dan berteman akrab." (HR. Abu Daud no. 4883 dan Tirmidzi no. 2378. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Agama kita di atas agama sahabat kita dan kita terpengaruh dengan lingkungan dan iman orang-orang disekitar kehidupan kita.

Apabila setiap hari kita bergaul dengan sahabat yang imannya kaki lima maka iman kita pun akan kaki lima..

Dan apabila setiap hari kita bergaul dengan sahabat yang imannya bintang lima maka iman kita pun akan bintang lima..

Maka perhatikan, dengan siapa dia bersahabat dan berteman akrab.

Sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang lain:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti bergaul dengan tukang minyak wangi atau bergaul dengan seorang pandai besi.

Adapun bergaul dengan penjual minyak wangi maka ada 3 kemungkinan yang akan terjadi:
⑴ Dia menghadiahkan minyak wangi kepada dirimu,
⑵ Atau engkau membeli minyak wangi darinya lalu engkau kenakan ditubuhmu,
⑶ Atau jika tidak mampu dari keduanya, setidaknya kita mendapatkan aroma wangi darinya.

Adapun bergaul dengan tukang pandai besi, maka kemungkinannya:
⑴ Percikan api akan mengenai bajumu dan akan membakarnya,
⑵ Atau kita akan terkena bau yang tidak enak untuk dihirup atau dirasakan darinya.

(HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Inilah ilustrasi yang diberikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa seorang manusia adalah insan yang lemah.

Dan salah satu bentuk kelemahannya adalah dia sangat terpengaruh dengan lingkungan.

Jika kita ingin menaikkan iman dan memuncakkan iman kita serta ingin menjaga keistiqamahannya maka bergaullah dengan sahabat-sahabat yang baik..

Bergaulah dengan orang-orang yang selalu mengingatkan kita untuk selalu berdzikir kepada Allāh..

Agar kita senantiasa ruku' dan sujud kepada Allāh..

Agar kita berusaha menjaga lapar dan dahaga dalam bingaki puasa kepada Allāh..

Jika kita bertemu dengan orang seperti itu, maka jagalah hubungan baik dengannya..

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ مِنَ النَّاسِ نَاسًا مَفَاتِيْحَ لِلْخَيْرِ وَمَغَالِيْقَ لِلشَّرِّ

"Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai kunci untuk pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan." (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Karena ada diantara manusia yang berfungsi seperti kunci untuk membuka pintu-pintu kebaikan dan untuk mengunci pintu-pintu keburukan.

Saat bersamanya, kita memiliki semangat keimanan yang tinggi dan gairah untuk berdzikir kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sungkan dan takut untuk berbicara yang didalamnya ada unsur kemaksiatan,

Jika bertemu dan mengetahui ada orang seperti itu, bergaullah dengan mereka, dekatkan diri kita dengan mereka, isi hidup kita dengan bergaul dengan mereka.

Bukankah yang membuat para shāhabat menjadi generasi terbaik adalah karena mereka berinteraksi dengan Nabi kita Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam?

Mereka bergaul dan menghabiskan waktu bersama manusia terbaik, manusia yang imannya paling kokoh dan taqwanya yang paling memuncak.

Makanya tidak heran, Nabi berkata:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ..

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelah mereka dan setelah mereka lagi..” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Makanya tidak heran, para tābi'īn menghabiskan waktu dan bergaul dengan para shāhabat, dan para tābi'ut tabi'in bergaul bersama tābi'īn.

Saudaraku yang dirahmati Allāh,

Betapa banyak orang yang ingin berubah kepada kebenaran dan cahaya iman tapi ternyata mereka gagal melakukannya.

Kenapa?

Karena mereka tidak berani keluar dari lingkungan yang buruk dan penuh dengan kemaksiatan, bid'ah dan kesyirikan...

Akhirnya impian hanya tinggal impian. Dia tidak bisa memperbaiki kualitas hidupnya.

Dan betapa banyak orang yang mendapatkan hidayah iman, secercah cahaya kebenaran dan indahnya tauhid karena bergaul dengan orang yang bertauhid kepada Allāh dan menghidupkan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan semangat dalam mengisi waktu dengan beribadah kepada Allāh Jalla wa 'Ala.

Jangan lupa, ingatlah ilustrasi di awal pembicaraan kita,

Jika kita bergaul dengan seorang yang imannya kaki lima maka kita akan mengikuti iman tersebut.

Dan apabila kita bergaul dan bersahabat dengan iman yang bintang lima maka in syā Allāh kita akan lebih mudah memperbaiki diri kita, tentu saja dengan pertolongan, taufiq dan hidayah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Semoga nashihat ini bermanfaat.

# Artikel Tematik dari Ust. Nuzul Dzikri, LC hafizhahullāh.

5/04/2015

KEBAHAGIAAN DAN KESEMPURNAAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwanī rahimakumullāh, saudara-saudaraku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla...

Janganlah anda pernah mengharap kesempurnaan didunia ini. Kenapa?

Karena barangsiapa yang mengharapkan kesempurnaan diatas muka bumi ini maka dia tidak akan pernah bahagia, karena dia akan mengharapkan sesuatu yang mustahil (sesuatu yang tidak mungkin dia raih).

Diantara hikmah Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Allāh menciptakan semua yang ada di atas muka bumi ini tidak ada yang sempurna, termasuk kenikmatan-kenikmatan yang Allāh sediakan bagi hamba-hambaNya diatas muka bumi ini, apa saja pasti terkontaminasi dengan hal-hal yang mengurangi kesempurnaan kenikmatan tersebut.

Selain kenikmatan yang tidak sempurna, juga terbatas tidak abadi.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam Al-Qurān :

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu." (Al-Hadīd 20)

Sebagaimana kita lihat tumbuh-tumbuhan hijau yang terkena air hujan maka nampaklah indah dengan warna hijaunya tersebut yang menjadikan para penanam menjadi senang memandang.

Akan tetapi apa hakikatnya?

Kemudian rusaklah tumbuhan tersebut, berubah menjadi warna kuning dan akhirnya kering dan hancurlah tumbuhan tersebut.

Itulah hakikat daripada kenikmatan dunia.

Oleh karenanya kalau kita renungkan bahwa segala kenikmatan yang ada di atas muka bumi ini tidak ada yang sempurna.

Contohnya masalah makanan;
√ Ada makanan yang lezat, seperti kepiting, cumi, udang. Ternyata makanan ini Allāh ciptakan lezat tapi tidak sempurna; itu mengandung kolesterol yang tinggi sehingga tidak setiap orang bisa makan sebanyak-banyaknya.

√ Contoh lain yaitu buah durian. Allāh ciptakan buah durian dalam kulit yang banyak duriny, sulit untuk mengambil dan membukanya. Dan tidak mungkin juga kita makan sepuasnya karena kesehatan kita bisa terganggu.

√ Contoh lain khamr, khamr rasanya lezat sehingga banyak yang minum khamr. Akan tetapi kelezatan khamr tersebut menyebabkan hal yang tidak enak seperti kepala pening, perut sakit dan lainnya.

Berbeda dengan kenikmatan-kenikmatan yang ada disurga.

Oleh karena itu, diantara hikmah menjadikan tidak ada yang sempurna di atas muka bumi ini adalah agar setiap mu'min senantiasa rindu untuk mencari kesempurnaan dan dia tidak akan memperoleh kesempurnaan kenikmatan kecuali di akhirat kelak.

Dia akan mendapatkan kenikmatan sempurna yang telah Allāh sediakan;
· Khamr ada tetapi tanpa menyebabkan mabuk dan sakit pening.
· Buah-buahan tanpa ada musim, senantiasa ada, tidak perlu kita manjat pohon untuk mengambilnya karena mudah untuk diraih.
· Bidadari yang penuh dengan kesempurnaan.

Tatkala kita sadar akan hal ini maka hati kita senantiasa rindu untuk menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Barangsiapa yang mengharap kesempurnaan dia atas muka bumi maka dia tidak akan pernah bahagia.

Lalu bagaimana sikap kita menghadapi kenikmatan yang tidak akan pernah sempurna ini?

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sejak dahulu telah memberikan jalan yany baik agar kita bisa menikmati kenikmatan yang tidak sempurna tersebut.

Diantara sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :

لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

"Janganlah seorang suami mu'min membenci istrinya yang mu'minah, jika dia membenci suatu perangai/akhlaq dari istrinya maka dia akan ridha/senang dengan perangai yang lain dari istrinya."

Ini sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang luar biasa.

Meskipun berbicara khusus tentang istri tetapi ini merupakan kaidah yang umum bahwasanya jika kita membenci salah satu perangai istri kita maka ingatlah masih ada kebaikan-kebaikannya yang lain.

Dan ingatlah tatkala seseorang mensetting pola pikirnya dengan tidak melupakan kebaikan-kebaikan istrinya maka dia tidak akan benci kepada istrinya.

Dia tahu bahwasanya tidak ada kenikmatan yang sempurna, istrinya pun tidak akan pernah sempurna. Kalau dia mengharapkan istri yang sempurna maka tidak akan dia peroleh.

Oleh karenanya Syaik Bin Bāz sering ditanya oleh orang yang mengeluhkan istrinya, maka kata Beliau: "Bidadari itu disurga, kalau ingin istri yang sempurna ada disurga."

Didunia tidak ada yang sempurna, kalau engkau mengharapkan kesempurnaan didunia maka engkau tidak akan pernah bahagia.

Seseorang yang merenungkan hal ini kemudian mengambil ajaran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa tidak ada yang sempurna dan harus memandang yang positif (jangan sampai ada yang negatif menjadikan lupa akan kebaikan yang ada), maka orang ini tidak akan pernah bahagia.

Sebagai contoh;
❶ Seorang yang berguru kepada seorang ustadz.

Jika ustadz nya ini seorang yang sempurna, tidak pernah berdosa, tidak pernah menyelisi perkataannya maka dia tidak akan mendapatkan seorang ustadz (guru) dimanapun dia cari di atas muka bumi maka tidak akan dia dapatkan.

Karena tidak ada yang ma'shum, tidak akan mendapatkan guru kalau caranya demikian. Dan dia senantiasa akan gelisah dan protes "Kenapa ustadz fulan demikian", dia sendiri menyusahkan hatinya karena dia mengharapkan kesempurnaan.

Bagaimana cara agar dia bahagia?

Harus dirubah settingan pola pikirnya.

Dia harus menyadari bahwa tidak ada ustadz yang sempurna dan pasti melakukan kesalahan. Yang penting ustadz tersebut masih dominan kebaikannya dan secara umum ustadz itu baik maka belajarlah dari ustadz tersebut.

❷ Contoh lain, seorang yang mencari sahabat yang sempurn.

Maka tidak akan dia dapatkan, namanya sahabat pasti ada kesalahan yang dia lakukan.

Oleh karenanya Syaikh Albani rahimahullāh sering menyampaikan suatu syair:

ﺗُﺮِﻳْﺪُ ﺻَﺎﺣِﺒًﺎ ﻻَ ﻋَﻴْﺐَ ﻓِﻴْﻪِ..؟
ﻓَﻬَﻞِ ﺍﻟْﻌُﻮْﺩُ ﻳَﻔُﻮْﺡُ ﺑِﻼَ ﺩُﺧَﺎﻥِ..؟

"Kau inginkan seorang sahabat yang tidak ada aibnya? (maka mustahil)
"Apakah engkau berharap kayu gaharu harum tanpa ada asapnya?"

Oleh karenanya jika engkau memiliki seorang sahabat yang secara dominan dia adalah sahabat yang baik tapi terkadang menyelisihi janji, lupa dan tidak membantu saat kita butuhkan maka terimalah dia, demikian sahabat yang ada didunia.

Kalau ingin cari kesempurnaan maka tempatnya di akhirat.

❸ Contoh lain yang seorang menyekolahkan anaknya di pondok.

Dia ingin pondok tersebut menciptakan anaknya menjadi seorang santri yang luar biasa dan tidak ada kekurangannya, atau pondok tersebut pelayananya kurang.

Seharusnya dia tahu bahwa tidak ada yang sempurna. Sebuah pondok, tatkala berusaha memberikan pengajaran kepada santrinya maka tidak akan sempurna, pasti ada kekurangannya (guru, pelayanan dan muamalahnya kurang bagus, dan lain-lain).

Selama anaknya belajar di pondok itu dan hafalan bertambah, akhlaqnya berubah menjadi lebih baik maka dia harus menerima dan merubah pola pikirnya bahwa tidak ada pondok yang sempurna.

❹ Begitu juga misalnya seorang yang bekerja dikantor.

Jika dia berharap kesempurnaan dikantornya, ingin bosnya yang sempurna dan pekerjaannya sempurna maka dia tidak akan pernah bisa bahagia.

❺ Demikian juga dalam hal dakwah.

Seseorang tatkala berdakwah, dia ingin dakwahnya sempurna, tidak ada kekurangan dan lika-liku dakwah, ingin dakwahnya senantiasa mulus dan tidak ada gangguan maka mustahil akan dia raih.

Oleh karenanya, sejak sekarang marilah kita rubah settingan pola pikir kita, jangan pernah kita berharap kesempurnaan.

Kapan anda mengharap kesempurnaan maka anda tidak akan pernah bahagia dan puas karena anda mengharapkan suatu kemustahilan.

Ingatlah bahwasanya kesempurnaan menanti kita di akhirat, Allāh yang menyediaka. Dan sengaja menjadikan kenikmatan dunia tidak sempurna agar setiap mu'min merasa rindu untuk meraih kesempurnaan di akhirat kelak.

والله تعالى  أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dari Materi Tematik "Kebahagiaan dan Kesempurnaan" oleh Ustadz Firanda Andirja, MA

5/03/2015

Bila Benar Aku Mencintaimu

Dalam sebuah majelis, Syekh Nashiruddin Al-Albani rahimahuLLah, pernah ditanya: "Syekh, apakah seseorang yang mencintai karena ALLah, wajib mengatakan kepada orang yang dicintainya: "Aku mencintaimu karena ALLah?"

Syekh Albani menjawab: "Iya. Akan tetapi cinta karena ALLah memiliki harga yang sangat tinggi, sedikit sekali yang mampu membayarnya. Apakah kalian mengetahui berapa harga cinta karena ALLah? Siapa yang mengetahui, silakan menjawab."

Mulailah para hadirin memberikan jawaban..

Seseorang menjawab: "RasuluLLah shallaLLahu 'alaYhi wa sallam bersabda: "7 golongan yang ALLah menaunginya dengan naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, salah satunya dua orang yang saling mencintai karena ALLah, bersatu karena ALLah dan berpisah karena-Nya."

Syekh berkata : "Ini adalah perkataan yang benar pada tempatnya, tapi bukan jawaban dari pertanyaanku. Ini adalah sebagian pengertian cinta karena ALLah. Adapun pertanyaanku, apakah harga yang harus dibayar oleh dua orang yang saling mencintai karena ALLah, yang satu kepada yang lain? Bukan apakah balasan akhiratnya? Maksudku, aku ingin menanyakan: Apakah bukti perbuatan bila seseorang mencintai karena ALLah? Karena kadang-kadang, dua orang saling mencintai, tetapi cintanya hanya tampak di luar, tidak benar-benar hakiki. Maka, apakah bukti cinta yang hakiki?"

Seseorang yang hadir menjawab lagi: "Seseorang mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya." 
Syekh Albani berkata: "Ini adalah sifat cinta atau salah satu sifat cinta."

Seseorang menjawab lagi: "Firman ALLah Ta'ala:

(قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ)

"(Artinya) Katakanlah: apabila kalian mencintai ALLah maka ikutilah aku, maka ALLah akan mencintai kalian." (QS. Ali Imran: 31)

Syekh menjawab: "Ini adalah jawaban yang benar untuk pertanyaan yang lain."

Hadirin yang lain mencoba menjawab: "Tiga hal, yang apabila terdapat pada diri seseorang ia akan merasakan kelezatan iman, salah satunya orang yang mencintai karena ALLah."

Syeikh menjawab: "Itu adalah buah dari cinta karena ALLah, yaitu kelezatan iman dalam hati seseorang."

Seseorang menimpali lagi: "Firman ALLah Taala:

(ِوَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ)

"(Artinya) Demi Masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih, dan saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran." (QS. Al-Ashr: 1-3)

Kali ini syekh menjawab: "Ahsanta. Benar, inilah jawabannya."

Saudaraku, mari kita renungkan perkara yang agung ini. Harga sebuah cinta karena ALLah. Siapa di antara kita yang tidak mencintai orang lain? Tentu tidak ada. Setidaknya, kita pasti mencintai pasangan kita, atau anak-anak kita, atau orang tua kita, atau saudara kita. Maka apakah bukti cinta kita pada mereka?

Ternyata buktinya adalah kita menasehatinya kepada kebenaran. Terkadang mudah bagi kita memberikan segala sesuatu yang kita cintai baik berupa harta, waktu, maupun perhatian untuk orang yang kita cintai. Akan tetapi, ketika kita melihatnya melakukan kesalahan, kita diam saja, dengan alasan segan, karena dia memiliki ilmu yang lebih dari kita, atau karena takut ia menjadi marah, takut ia memutuskan hubungan, atau takut ia menjauh, dan sebagainya. Kita merasa takut kehilangannya dengan membiarkannya terjatuh pada kesalahan. Ah, ternyata bukanlah itu bukti cinta yang hakiki.

Mari kita perhatikan perkataan Syeikh selanjutnya..

"Maka, apabila benar aku mencintaimu karena ALLah, selayaknya aku memberimu nasihat, demikian juga engkau menerima nasehatku dan memberiku nasehat. Cinta karena ALLah memiliki harga yang sangat mahal. Cinta karena ALLah adalah bagian dari keikhlasan, yaitu mengikhlaskan segalanya untuk kebaikan orang yang kita cintai, dengan memberikan nasehat. Dengan senantiasa menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.. selalu dan selamanya."

Artikel Tematik dari Ustadzah Liz Ummu Sholih.

Keutamaan Keridhaan Orang Tua

بسم الله الرحمن الرحيم

Ikhwan & akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu Wa Ta'āla, kita lanjutkan hadits berikutnya:

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنهما: عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: "رِضَا اللَّهِ فِـيْ رِضَا الْوَالِدَيْـنِ، و سخط اللَّهِ فِـيْ سخط الْوَالِدَيْنِ (أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ)

Dari ‘Abdullāh bin ‘Amr bin al ‘Āsh Radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā: dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau bersabda: “Ke-ridhā-an Allāh itu berada pada ke-ridhā-an kedua orang tua, dan kemarahan Allāh itu berada pada kemarahan kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbān dan Al-Hākim)

Tidak diragukan bahwasanya agungnya hak kedua orangtua sangatlah besar dan Allāh Subhānahu Wa Ta'āla telah mengingatkan hal ini dalam banyak ayat dalam Al-Qurān.

Diantaranya:
· Luqmān ayat 14

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

"Bersyukurlah (berterima-kasihlah) kepadaKU dan bersyukurlah kepada kedua orangtua engkau dan kepadaKU lah kalian akan kembali."

Disini Allāh menggandengkan perintah untuk bersyukur kepada Allāh dengan perintah untuk bersyukur/berbakti/berterima kasih kepada kedua orangtua. Dan Allāh tutup ayat tersebut dengan mengatakan:

"Ingatlah, kalian akan dikembalikan kepadaKU"

Artinya kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allāh Subhānahu Wa Ta'āla, apakah kalian sudah bersyukur kepada kedua orangtua atau tidak?

· Al-Isrā ayat 23

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ

"Dan Rabbmu telah menetapkan agar tidaklah beribadah kecuali hanya kepada Allāh Subhānahu Wa Ta'āla dan berbaktilah kepada kedua orangtua kalian."

Dalam ayat ini, Allāh menggandengkan antara hak tauhid Allāh Subhānahu Wa Ta'āla dengan hak berbakti kepada kedua orangtua. Dan ini menunjukkan agungnya hak berbakti kepada kedua orangtua.

Dan barangsiapa yang mengerti bahasa arab, kalimat "إِحْسَانًا" adalah maf'ul muthlaq yang didatangkan untuk "penekanan", seakan-akan taqdirnya (kalimat yang dimaksudkan)

"وَ أَحْسِنُ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا"

"Berbaktilah kepada kedua orangtua dengan sebakti-baktinya."

Allāh tidak memerintahkan kita hanya sekedar berbakti sewajarnya, tidak. Tetapi Allāh menyuruh untuk berbakti sebakti-baktinya kepada kedua orangtua. Ini menunjukkan akan agungnya berbakti kepada kedua orangtua.

Oleh karenanya, barangsiapa yang tidak menggunakan kesempatan untuk berbakti kepada kedua orangtua maka dia adalah orang yang celaka.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abū Hurayrah, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau bersabda:

رغم أنف ثم رغم أنف ثم رغم أنف قيل من يا رسول الله قال من أدرك أبويه عند الكبر أحدهما أو كليهما فلم يدخل الجنة

"Celaka, celaka, dan celaka". Dikatakan kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, siapakah yang celaka?". Nabi berkata, "Siapa yang menemui kedua orang tuanya di masa tua, salah satunya atau keduanya, lalu ia tidak masuk surga."

Celaka dan celaka dan celaka orang yang mendapati kedua orangtuanya dimasa kedua orangtuanya dalam masa tua (jompo) salah satunya atau keduanya kemudian orang ini tidak bisa masuk surga.

Kenapa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan "celaka" ?

Karena berbakti kepada orangtua di masa mereka dalam kondisi jompo, ini kesempatan yang sangat besar, pintu surga telah terbuka selebar-lebarnya agar kita bisa masuk dengan berbakti kepada kedua orangtua terutama tatkala mereka berdua dalam kondisi lemah lagi sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang & bantuan kita, lantas kita sia-siakan maka orang seperti ini adalah orang yang tercela, dia tidak menjadikan kesempatan ini untuk membuat dia masuk surga.

Dan hadits-hadits seperti ini sangatlah banyak.

Namun bagaimanapun, kita tidak boleh kita ta'at kepada orangtua dalam rangka bermaksiat kepada Allāh Subhānahu Wa Ta'āla. Kita hanya ta'at kepada kedua orangtua tatkala mereka berdua menyuruh kita kepada perkara yang ma'ruf.

Oleh karenanya Allāh ingatkan dalam Al-Qurān:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

"Dan jika keduanya menyuruhmu untuk berbuat syirik kepadaKU yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah engkau ta'ati keduanya, akan tetapi tetap pergaulilah mereka berdua dengan cara yang baik." (Luqmān 15)

Artinya, ayat ini menunjukkan kewajiban berbakti kepada kedua orangtua bagaimanapun kondisi kedua orangtua.

Lihat dan perhatikan ayat ini.

Ayat ini menceritakan kedua orangtua sangat parah kondisinya, orangtua musyrik, bahkan tidak hanya musyrik tetapi orangtua menyuruh sang anak untuk berbuat syirik. Kedua orangtua bukan hanya sekedar peminum khamr, pembunuh atau pencuri, tetapi kedua orangtua diatas (melakukan) kesyirikan dan bahkan memaksa anaknya untuk melakukan kesyirikan.

Maka Allāh mengatakan sang anak tidak boleh ta'at kepada kedua orangtua, akan tetapi sang anak tetap wajib untuk tetap berbakti kepada kedua orangtuanya.

Saya sering ditanya:
"Ustadz, bagaimana jika orangtua saya ternyata menzhalimi saya...

"Ustadz, bagaimana jika ternyata orangtua saya dulu tidak menafkahi saya...

"Ustadz, bagaimana dengan ayah saya, sejak kecil saya dan ibu saya ditinggalkan...

"Apakah saya wajib untuk berbakti?"

Jawaban:
Wajib tetap berbakti bagaimanapun kondisi orangtua. Dia (orangtua) merupakan sebab engkau ada di dunia ini.  Seandainya kedua orangtuamu tidak ada atau salah satunya tidak ada maka engkau tidak akan muncul di atas muka bumi ini.
Maka bagaimanapun kondisi orangtua tetap wajib bagi engkau untuk berbakti kepadanya. Jangankan hanya sekedar orangtua tidak memberi nafkah, bahkan orangtua diatas kesyirikan wajib bagi kita untuk berbakti kepada orangtua.

Akan tetapi, perhatikan disini, jika orangtua menyuruh kepada kemaksiatan maka tidak boleh kita ta'ati. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لاَ طاَعَة لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الخَالِقٍ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam rangka bemaksiat kepada Allāh Subhānahu Wa Ta'āla."

(Shahih, HR Ahmad, at Thabrani, al Hakim dan yang lain dengan lafadz at Tabrani disahihkan oleh Syaikh al Albani; Lihat As-Shahihah No. 179).

Disini ada kaidah yang perlu kita perhatikan yaitu:

❶ Jika ternyata orangtua memerintahkan untuk melakukan kemaksiatan maka tidak boleh kita ta'ati. Jangan kita hendak menyenangkan orangtua tetapi kita mendatangkan kemurkaan Allāh Subhānahu Wa Ta'āla.

❷ Orangtua menyuruh kita untuk meninggalkan suatu yang wajib (wajib bagi kita) maka tidak boleh juga ta'at kepada orangtua. Akan tetapi yang wajib kita ta'at adalah jika orangtua menyuruh kita kepada perkara-perkara yang mubah (diperbolehkan).

Bahkan sebagian ulama menyebutkan jika ada perkara ilmu agama yang wajib kita pelajari, misalnya:

• Seorang hendak melaksanakan ibadah haji dan tidak tahu bagaimana cara berhaji maka dia harus belajar ilmu tentang berhaji dan dia belajar dan tidak perlu izin orangtuanya.

• Dia tidak tahu cara shalat yang benar maka dia tetap belajar fiqh shalat dan tidak perlu izin kedua orangtuanya.

• Ingin menikah dan dia harus mengetahui ilmu tentang menikah maka dia pun belajar dan tidak perlu izin orangtuanya.

Kenapa? Karena itu fardhu 'ain. Karena dia ingin menikah maka dia harus tahu fiqh-fiqh yang berkaitan dengan menikah, maka tidak perlu izin orangtuanya.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu Wa Ta'āla,

Pertanyaan:
Bagaimana jika orangtuanya menyuruh dia untuk menceraikan istrinya?

Hal ini sering terjadi dan pernah ditanyakan kepada para ulama. Bahkan para ulama menjelaskan permasalahan ini secara khusus karena sering terjadi. Misalnya orangtua benci dengan istri kita kemudian ayah atau ibu kita menyuruh kita untuk menceraikan istri kita, maka apa yang harus kita lakukan?

Jawaban :
Bahwasanya menceraikan istri adalah perkara yang buruk dan dicintai oleh syaithan, maka jika ternyata kita disuruh menceraikan istri kita tanpa ada alasan yang syar'i, hanya sekedar mungkin ada persinggungan masalah antara istri dengan orangtua maka tidak boleh kita menuruti/menta'ati perkataan orangtua, baik ibu maupun ayah. Karena istri punya hak, kita telah menikahinya dan dia telah berkorban untuk kita. Kecuali kalau memang ada alasan yang syar'i.

Adapun kalau alasannya tidak syar'i dan hanya sekedar masalah duniawi atau masalah yang biasa timbul antara menantu dengan mertua maka tidak boleh bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya.

Pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad rahimahullāh: "Sesungguhnya ayahku memerintahkan aku untuk menceraikan istriku".

Maka kata Imam Ahmad "Jangan engkau ceraikan istrimu".

Maka orang ini berkata: "Bukankah 'Umar bin Khaththab radhiyallāhu Ta'āla 'anhu pernah memerintahkan putranya 'Abdullāh bin 'Umar untuk menceraikan istrinya?".

Maka kata Imam Ahmad rahimahullāh: "Kalau ayahmu sudah seperti 'Umar bin Khaththab lalu memerintahkanmu untuk menceraikan istrimu, maka lakukanlah."

Artinya ini fiqh yang dalam dari Imam Ahmad.

Tatkala 'Umar bin Khaththab menyuruh 'Abdullah Ibnu 'Umar menceraikan istrinya tentunya bukan sembarangan, karena 'Umar bin Khaththab adalah seorang yang bertaqwa dan mengetahui tentang masalah fiqh cerai.

Demikianlah, ingatlah betapa agungnya berbakti kepada kedua orangtua. Jika anda menjadikan orangtua ridhā berarti anda telah mendatangkan keridhāan Allāh kepada anda. Namun jika anda menjadikan orangtua murka maka sesungguhnya anda telah mendatangkan kemurkaan Allāh bagi anda sendiri.

والله تعالى أعلم بالصواب

Dari Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
Hadits ke-4 | Keutamaan Keridhaan Orang Tua | Ustadz Firanda Andirja, MA

SUMBER BAHAGIA DUNIA AKHIRAT

Setiap orang ingin hidup bahagia...

Setiap manusia mendambakan kehidupannya penuh dengan kedamaian dan ketenangan dalam menjalani semua urusannya dalam kehidupan di dunia...

Tetapi...

Tahukah kita bahwa sebenarnya kebahagiaan kita itu dekat?

Hanya kita yang kurang memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Allāh Subhānahu Wa Ta'āla berfirman dalam Al-Qurān:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allāh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allāh-lah hati menjadi tenteram." (Ar-Ra'd : 28)

Ketahuilah hanya dengan mengingat Allāh, menyebut namaNya, mempelajari petunjukNya dan mengamalkannya maka hati manusia akan menjadi tenang & jiwanya menjadi damai.

Dalam ayat lain Allāh Subhānahu Wa Ta'āla berfirman;

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَر أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِن فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاة طَيِّبَة وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang melakukan amalan shalih dari kalangan laki-laki dan perempuan dalam keadaan dia beriman, maka sungguh Kami akan berikan untuknya KEHIDUPAN yang INDAH yang PENUH dengan KEBAHAGIAAN di dunia dan akhirat dan Kami akan memberikan balasan yang lebih baik baginya daripada apa yang dikerjakannya di dunia." (An-Nahl 97)

Subhānallāh...

AL-QURĀN ADALAH SUMBER KEBAHAGIAAN KITA.

Ta'at kepada Allāh, belajar petunjukNya dan mengamalkannya merupakan sumber kebahagiaan yang sangat dekat dalam kehidupan kita.

Tapi sayang....

Kita kurang memanfaatkannya.

Coba camkan perkataan imam ahli sunnah yang terkenal berikut ini...

Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh Ta'āla berkata:

إن في الدنيا جنة من لم يدخلها لم يدخل جنة الآخـــرة

"Sesungguhnya di dunia ini ada surga, barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk surga di akhirat nanti."

Apakah arti surga dunia tersebut?

Surga dunia yang Beliau maksudkan adalah KENIKMATAN, KEBAHAGIAAN HIDUP, KETENANGAN JIWA & KEDAMAIAN HATI ketika seseorang belajar petunjuk Allāh, memahaminya dan mengamalkannya ke dalam kehidupannya.

Inilah yang disebut kenikmatan surga yang Beliau ungkapkan dengan istilah SURGA DUNIA.

Yang barangsiapa belum merasakannya di dunia, maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti.

Berarti, kenikmatan yang akan didapatkan oleh manusia di sisi Allāh Subhānahu Wa Ta'āla disurgaNya nanti, tergantung dari kenikmatan yang dia rasakan sewaktu di dunia, yaitu ketika dia belajar petunjuk Allāh, belajar tentang keimanan, tauhid dan keyakinan kepada Allāh kemudian mengamalkannya dalam kehidupannya.

Semoga Allāh Subhānahu Wa Ta'āla mudahkan segala kebaikan untuk diri kita dan untuk seluruh kaum muslimin dengan taufiq dan karuniaNya.

Dari:
Artikel Tematik | Motivasi Islam
Ustadz Abdullāh Taslim, MA

5/01/2015

Agama Para Nabi Adalah Islam

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

“Para Nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

AGAMA PARA NABI ADALAH ISLAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Islam yang  artinya penyerahan ibadah hanya kepada Allāh Subhānahu Wa Ta'āla adalah agama para nabi.

Agama mereka satu yaitu Islam.

Berkata Nabi Ibrāhīm 'Alaihissalām:

أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ

“Aku ber-Islam meyerahkan diriku kepada Rabbul ‘ālamīn.”

(Al-Baqarah 131)

Beliau dan juga Nabi Ya'qub berwasiat kepada anak-anaknya.

يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allāh Subhānahu Wa Ta'āla telah memilih agama bagi kalian, maka janganlah kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan sebagai orang Islam.”

(Al-Baqarah 132)

Berkata murid-murid Nabi 'Isa 'Alaihissalām kepada beliau;

وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ

“Dan saksikanlah bahwasanya kami adalah orang-orang Islam.”

(Ali 'Imrān 52)

Nabi Musa 'Alaihissalām, beliau pernah berkata kepada kaumnya;

فَعَلَيۡهِ تَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّسۡلِمِينَ

“Maka hendaklah kalian hanya bertawakal kepada Allāh kalau kalian benar-benar orang Islam.”

(Yūnus 84)

Di dalam suratnya, Nabi Sulaiman 'Alaihissalām berkata kepada Ratu Balqis dan juga para pengikutnya;

أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَىَّ وَأۡتُونِى مُسۡلِمِينَ

“Hendaklah kalian jangan sombong kepadaku dan datanglah kalian kepadaku dalam keadaan sebagai orang Islam.”

(An-Naml 31)

Inilah agama para Nabi dan juga para pengikut mereka. Dan Allāh Subhānahu Wa Ta'āla tidak menerima kecuali agama Islam.

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُ‌ۗ

“Sesungguhya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam."

(Ali-Imran :19)

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَـٰمِ دِينً۬ا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِى ٱلۡأَخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِينَ

“Dan barangsiapa yang mencari selain agama Islam maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.”

(Ali-Imran :85)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih :

الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ  لِعَلَّاتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

“Para Nabi adalah saudara sebapak ibu-ibu mereka berbeda, dan agama mereka satu.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

وبا لله التوفيق والهداية
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Catatan dari Halaqah 02 - Silsilah Mengenal Agama Islam - Ustadz Abdullāh Roy, MA.