8/20/2015

20 SEBAB KENAPA HARUS MEMAAFKAN (II)

Lanjutan pembacaan risalah yang ditulis oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh yang topiknya adalah:
20 Sebab Kenapa Kita Harus Memaafkan Orang Yang Menzhalimi Kita”. (bagian sebelumnya)
Beliau berkata:
Ada beberapa perkara yang membantu seorang hamba untuk bersabar, artinya memaafkan orang yang menzhalimi dia.
Beliau sebutkan ada 20 perkara:
PERTAMA
Seseorang hendaknya mengetahui bahwasannya Allāh-lah yang telah menciptakan seluruh perbuatan hamba.
Seluruh gerakan-gerakan dan diamnya mereka, semua diciptakan oleh Allāh.
Apa yang Allāh kehendaki terjadi dan apa yang tidak Allāh kehendaki tidak akan terjadi.
Tidak ada satu benda kecilpun (dzarrāh) baik di langit dan di bumi yang bergerak kecuali dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Hamba-hamba ini hanyalah alat.
Maka lihatlah kepada Dzat yang telah menjadikan musuh-musuhmu menzhalimimu.
Jangan engkau lihat pada perbuatan mereka (lihat siapa yang membuat mereka, mentakdirkan mereka demikian).
Maka engkau akan beristirahat dari kegelisahan dan gundah gulana.
KEDUA
Hendaknya dia ingat dosa-dosanya dan ia tahu bahwasanya tidaklah Allāh menjadikan mereka bisa menzhalimi dia kecuali karena sebab dosa-dosanya.
Kenapa dia dizhalimi? Karena ada dosa-yang dia lakukan.
Allāh berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Musibah apa saja yang menimpamu maka akibat perbuatanmu sendiri dan Allāh memaafkan banyak kesalahan-kesalahanmu.”
(QS. Asy-Syūra: 30)
Jika seorang hamba tahu bahwasanya musibah (cercaan, kezhaliman) yang menimpa dia disebabkan dosa-dosanya maka dia akan ingat dosa-dosanya.
Dan dia akan tersibukkan untuk beristighfar, bertaubat kepada Allāh.
Jadi, waktu musibah mengenainya dia salahkan dirinya dulu:
“Jangan-jangan ini karena dosa-dosa saya.”
Lantas dia beristighfar, bertaubat kepada Allāh.
Kalau dia sibuk beristighfar dan bertaubat kepada Allāh maka dia akan terlalaikan dari mencaci maki orang yang menzhaliminya.
Kenapa?
Karena dia sibuk memperbaiki dirinya.
Kalau dia sudah bisa memperbaiki dirinya maka musibah tersebut akan terangkat.
Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
“Kalau engkau melihat seorang hamba tatkala dizhalimi oleh orang lain kemudian dia tidak istighfar dan tidak bertaubat bahkan dia mencaci-maki orang yang menzholiminya, ketahuilah, ini musibahnya benar-benar musibah hakiki.
Kalau ternyata dia beristighfar dan bertaubat maka musibah itu bukan hakiki, hakekatnya adalah nikmat.”
Kenapa?
Dia kembali beristighfar dan bertaubat kepada Allāh.
Musibah tersebut yaitu kezhaliman orang lain kepadanya hanyalah wasilah agar dia bisa beribadah kepada Allāh.
Berarti musibahnya bukan hakiki, justru ini nikmat.
Tetapi tatkala dia dizhalimi oleh orang dan dia tidak beristighfar dan tidak bertaubat, malah mencaci maki mereka, sibuk menghabisi mereka, ketahuilah, inilah musibah yang hakiki.
KETIGA
Hendaknya dia ingat, menghadirkan pada dirinya, bahwasanya bagaimana indahnya pahala bagi orang yang bersabar dan memaafkan, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan atas keburukan adalah keburukan yang semisalnya. Barang siapa yang memaafkan dan berbuat kebaikan maka pahalanya atas Allāh (Allāh yang memberikan pahalanya), sesungguhnya Allāh tidak menyukai orang-orang yang zhalim.”
(QS. Asy-Syūra: 40).
Dalam ayat ini, kata Ibnu Taimiyyah rahimahullah;
Allāh menyebutkan ada tiga golongan manusia tatkala dizhalimi:
⑴ Yang pertama adalah seorang yang muqtashid.
Yaitu dia yang membalas sesuai dengan kezhaliman yang mengenainya]
Allāh mengatakan:
“Dan balasan bagi keburukan adalah keburukan semisalnya.”
Kata Allāh:
وَإِنۡ عَاقَبۡتُمۡ فَعَاقِبُواْ بِمِثۡلِ مَا عُوقِبۡتُم بِهِۦ‌ۖ وَلَٮِٕن صَبَرۡتُمۡ لَهُوَ خَيۡرٌ۬ لِّلصَّـٰبِرِينَ
“Kalau kalian ingin membalas maka balaslah sebagaimana kezhaliman yang kalian rasakan.” (Namun Allāh mengatakan) “Kalau kalian bersabar maka lebih baik.”
(QS. Al-Nahl: 126)
Jadi Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak menyalahkan, saya katakan tidak berdosa.
Kalau ada seorang dikatakan dizhalimi kemudian dia membalas dengan kezhaliman tersebut, dia melampiaskan kemarahannya, selama pembalasannya sama dengan kezhalimannya dia tidak berdosa.
Dan ini Allāh memperhatikan sifat manusia seseorang.
Tidak mengapa kalau dia balas, tetapi harus sesuai dengan kadar kezhalimannya.
⑵ Jenis orang ke-2 yang berdosa, yaitu melanggar melebihi balasan yang seharusnya.
Maka Allāh tutup aib tersebut dengan mengatakan “Allāh tidak menyukai orang-orang yang zhalim”.
Kalau dia membalas lebih berarti dia telah berbuat zhalim.
⑶ Dan yang terbaik adalah golongan ketiga yang memaafkan.
Kata Allāh:
“Barang siapa yang memaafkan dan berbuat kebaikan maka pahalanya disisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
Kata Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas:
“Bahwasanya pada hari kiamat ada suara yang menyeru:
إلاّ ليقم من وجب أجره على الله، فلا يقوم إلا من عفى وأصلح 
“Siapa yang pahalanya wajib Allāh tunaikan hendaknya dia berdiri. Maka tidak ada yang berdiri kecuali orang yang memaafkan dan berbuat baik.”
Jadi orang seperti ini akan dimuliakan olah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ada satu hadits yang sangat indah tentang memaafkan dan saya ingatkan kepada para suami:
Kalau anda (kita secara umum) diperintahkan untuk memafkan orang yang menzhalimi kita, orang-orang jauh kita maafkan apalagi jika yang bersalah kepada kita adalah orang yang sangat dekat, contohnya istri kita.
Hendaknya anda memaafkan istri anda.
Istri-istripun demikian, hendaknya memaafkan suaminya.
Para suami ingat hadits Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
من كظم غيظا وهو يقدر على أن ينفذه دعاه الله يوم القيامة على رؤوس الخلائق حتى يخيره مِن العين الحور ماشاء
“Barang siapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskan amarahnya, maka Allāh akan panggil dia pada hari kiamat di hadapan khalayak (Allāh pamerkan/banggakan dia di hadapan manusia seluruhnya) kemudian sampai Allāh menyuruh dia untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.”
(HR. Abu Dāwud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)
(bersambung ke bag. 3)
__________________________
Materi Tematik
Ustadz Firanda Andirja, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar