8/20/2015

20 SEBAB KENAPA HARUS MEMAAFKAN (I)

بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَ نَبِيَّا بَعْدَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا و أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَحْسَنَ الكَلاَمِ كَلاَمُ اللّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Alhamdulillāh, kita akan membacakan risalah yang ditulis oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh yang topiknya adalah
20 SEBAB KENAPA KITA HARUS MEMAAFKAN ORANG YANG MENZHALIMI KITA”.
Pembahasan kita kali ini tentang sifat memaafkan.
Dia adalah sifat yang agung, yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan bahwasanya perangai tersebut adalah salah satu dari ciri-ciri penghuni surga.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla abadikan dalam Al-Qurān dengan firmanNya:
.. وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ 
“Dan orang-orang yang memaafkan (orang-orang yang bersalah kepada mereka).”
(Āli ‘Imrān 134)
Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebelumnya menyebutkan dalam ayat tersebut:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bersegeralah kalian menuju kepada ampunan Allāh dan bersegeralah kalian menuju kepada surga Allāh yang luasnya seluas langit dan bumi yang Allāh siapkan bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(Āli ‘Imrān 133)
Kemudian Allāh menyebutkan ciri-ciri orang yang bertaqwa tersebut, diantaranya kata Allāh yaitu:
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ 
“Yaitu orang-orang yang memaafkan (orang lain).”
Oleh karenanya kita jangan menyepelekan sifat memaafkan ini.
Sebagian ulama mengatakan bahwasanya:
“Perkara yang paling memudahkan seseorang masuk ke dalam surga setelah Tauhīd adalah akhlaq yang mulia.”
Terlalu banyak dalil-dalil yang menunjukkan bagaimana mulianya perangai yang mulia di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Cukuplah sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
أقربكم مني مجلساً يوم القيامة أحاسنكم أخلاقاً. 
“Orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat kelak yaitu orang yang paling mulia akhlaqnya.”
(HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan.” dari shahābat Jābir radhiyallāhu ‘anhu)
Sebaliknya, perkara yang paling memudahkan seseorang masuk neraka setelah kesyirikan adalah akhlaq yang buruk.
Dan kita membahas tentang satu akhlaq yang mulia, yang kata Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh:
“Tidak ada yang bisa mampu melakukannya kecuali para Nabi dan orang-orang shiddiqūn yang imannya tinggi, yang yakin akan hari akhirat.”
Oleh karenanya setelah Allāh menyebutkan:
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ 
Kata Allāh :
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 
“Dan Allāh mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.”
(Āli ‘Imrān 134)
Jadi, orang yang bisa memaafkan orang lain, dia adalah orang yang telah mencapai derajat ihsan, dalam makna:
√ Dia ihsan dalam beribadah
√ Dan ihsan terhadap orang lain
Ihsan kepada orang lain yaitu dia memaafkan oranglain, berarti dia berbuat baik kepada oranglain.
Dan ihsan dalam hal dia merasa seakan-akan dia melihat Allāh dan kalau dia tidak mampu untuk melihat Allāh berarti Allāh telah melihat dia.
Kenapa?
Karena tatkala dia memaafkan orang lain butuh keyakinan yang tinggi.
Yakin bahwasanya Allāh melihat dia memaafkan orang lain dan Allāh akan memberikan ganjaran.
Kalau dia tidak punya keimanan yang kuat bahwasanya Allāh akan memberikan ganjaran kepada dia, maka dia sulit untuk memaafkan.
Karena kapan kita baru memaafkan?
Yaitu tatkala kita dizhalimi.
Sifat ini (memaafkan oranglain), tidak bisa kita nampakkan kecuali tatkala kita dizhalimi, baru kita tertantang apakah anda memaafkan atau tidak.
Karena kalau sudah dizhalimi, biasanya orang akan menuntut balas.
Maka, Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan diantara sifat-sifat para penghuni surga yaitu orang-orang yang memaafkan orang lain.
Allāh menyebutkan dalam ayat yang lain:
وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Dan engkau memaafkan maka itu lebih dekat kepada ketaqwaan.”
(Al-Baqarah 237)
Kata Allāh:
وَ لْيَعْفُوا وَ لْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَ اللهُ غَفُورٌ رَحيمٌ
“Maafkanlah dan berlapanglah dada. Apakah kalian tidak ingin Allāh mengampuni dosa-dosa kalian?”
(An-Nūr 22)
Sebelum kita membacakan risalah Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh yang termasuk di dalam Al-Jāmi’u Al-Masāil, saya akan memberikan muqaddimah tentang sifat memaafkan yang dimiliki oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah orang yang sangat pemaaf.
Tentunya kita masih ingat tentang kisah seorang ‘Arab Badui yang tatkala ingin meminta harta dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian dia menarik selendang Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan tarikan yang keras sehingga memberikan bekas di leher Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Setelah itu dia berteriak:
“Wahai Muhammad, berikanlah harta Allāh yang ada pada dirimu.”
Ia meminta dengan cara yang kasar, dengan menarik selendang Nabi dan dengan memanggil nama Nabi, ‘Yā Muhammad.’
Tidak ada shahābat yang berani mengatakan Nabi dengan namanya langsung (Yā Muhammad).
Allāh Subhānahu wa Ta’āla saja kalau memanggil, ‘Yā Rasūlullāh,’ atau, ‘Yā Nabiyullāh,’ adapun dia mengatakan, ‘Yā Muhammad.”
Kemudian setelah menarik dengan keras/kasar dan memanggil dengan nama, ‘Yā Muhammad,’ lantas dia mengatakan, ‘Berikan harta Allāh yang ada padamu.’
Subhanallāh, menakjubkan, ini diantara mu’jizat akhlaq Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yaitu Nabi langsung bisa tertawa dan mengatakan:
“Berikanlah harta kepada Badui ini.”
Dan ini adalah suatu yang menakjubkan, bagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak bermuka masam terlebih dahulu, akan tetapi langsung bisa memaafkan.
Dan bukan hanya sekedar memaafkan tetapi langsung bisa tertawa terhadap orang ‘Arab Badui tadi dan memenuhi permintaannya.
Ini menunjukkan sikap memaafkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang luar biasa.
(bersambung ke bag. 2)
__________________________
Materi Tematik
Ustadz Firanda Andirja, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar