5/24/2014

Nasihat Muhammad Ali kepada Putrinya tentang Jilbab, Menutup Aurat, Perhiasan, & Wanita Shalihah

Jilbab itu adalah perkara WAJIB bagi para muslimah yang beriman, tidak ada perdebatan diantara para alim ulama yang berada dijalan yang lurus mengenai hal ini, karena sudah sangat jelas Allah perintahkan didalam Quran Surah An Nur ayat 31 dan Al Azhab ayat 59. Silahkan dibuka kembali Al Qur'an nya untuk memastikan sendiri firman Nya.

Namun sayangnya masih banyak dijumpai saudari2 muslimah dilingkungan sekitar, bahkan dikeluarga kita sendiri yang belum menutup auratnya dengan alasan mereka masing2. Ya itu pilihan mereka memang, tugas kami hanya menyampaikan tanpa paksaan, hanya saja siapa yang tau umur manusia? Bagaimana jika anda ditakdirkan meninggal besok dalam keadaan tidak patuh kepada perintah yang menciptakan anda? Kecuali jika anda tidak beriman. Tapi rugi sekali itu keluarga anda.. Terutama AYAH, SAUDARA KANDUNG LELAKI, dan SUAMI anda yang akan menanggung dosa bila seorang muslimah tidak menggunakan kerudung untuk menutupi auratnya.

Mungkin dakwah lembut tanpa dalil dgn cara seperti dibawah ini lebih bisa diterima:

-----------------------------------------

SIAPA yang tak kenal Muhammad Ali? Petinju legendaris, dengan julukan “the Greatest” dengan gaya bertinju “kupu-kupu”-nya ini? Di balik kepiawaiannya dalam mengolah jab dan jotosan, ternyata pemahaman keislaman Muhammad Ali patut diteladani. Paling tidak, itulah yang tergambar dari buku karya salah seorang putrinya, Hana Yasmin Ali, yang berjudul: “More than a Hero” (Lebih dari sekedar Pahlawan).

Berikut adalah salah satu cuplikan dari buku tersebut, di mana Muhammad Ali memberikan nasihat kepada putrinya tentang wanita yang shalihah, yang paling berharga dan hikmah mengenakan jilbab, menutup aurat, perhiasan wanita.

“Ketika aku masih gadis remaja, belum beranjak sembilan atau sepuluh tahun, aku ingat saat pertama bertemu dengan ayahku setelah perceraiannya. Aku sungguh amat gembira dan tak sabar untuk segera sampai di Hotel Disneyland, Anaheim, California, di mana ia dan Lonnie—istrinya saat itu—sedang menginap.

Jika aku tak salah mengingat, aku memakai kaos tank top mini berwana putih dan sepotong celana pendek berwarna hitam. Aku sebenarnya dibesarkan dalam lingkungan muslim ortodoks, aku belum pernah mengenakan pakaian minim semacam itu di saat ayah ada.

Ketika telah sampai, pak sopir mengantarkan Laila, adikku, dan aku ke kamar ayah. Seperti biasa, ia bersembunyi di balik pintu untuk mengejutkan kami. Kami saling berpelukan dan saling melepas kerinduan seharian itu. Ayahku memperhatikan kami dengan seksama. Kemudian ia mendudukkanku di pangkuannya dan mengatakan sesuatu yang tak akan pernah kulupakan.

Dengan pandangan yang dalam ke kedua bola mataku, ia berkata, “Hana, segala yang Allah jadikan berharga di dunia ini semuanya disembunyikan dan sulit untuk dijangkau. Di mana engkau menemukan permata? Jauh di dalam tanah, tersembunyi dan terlindungi. Di mana engkau menemukan mutiara? Jauh di dasar samudera, tertutup dan terlindungi oleh cangkang yang indah. Di mana engkau menemukan emas? Jauh di dalam tambang, tertutup oleh berlapis-lapis batuan. Engkau harus berusaha keras untuk bisa mendapatkan mereka.”

Ia memandangku dengan tatapan serius. “Tubuhmu suci. Engkau lebih berharga dibandingkan dengan permata dan mutiara, dan dirimu (tubuhmu) harus ditutupi juga.“

Itu adalah satu dari banyak pelajaran yang ditanamkan oleh ayah kepadaku dan akan terus mengilhamiku dan saudari-saudariku para muslimah, hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar