Kabar baik baik buat perokok
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikuti atau mengerjakannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. (HR.Muslim 4831, Kitab Ilmu, Bab Barangsiapa membuat contoh baik)
1/27/2016
Kabar Baik Perokok
Kabar baik baik buat perokok
1/22/2016
HAL-HAL YANG MENGGUGURKAN AMALAN (BAG. 2)
HAL-HAL YANG MENGGUGURKAN AMALAN (BAG.1)
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Para kesempatan yang berbahagia ini, diantara perkara penting yang perlu disampaikan adalah tentang "Bagaimana menjaga amalan kita agar tidak rusak dan gugur".
Sebagaimana perkataan Imām Ibnul Qayyim rahimahullāh:
◆ ليس الشأن في العمل، إنما الشأن في حفظ العمل مما يفسده و يحبطه
◆ Bukanlah perkara yang penting dengan banyaknya beramal.
Tetapi yang terpenting adalah menjaga amal kita agar tidak rusak dan tidak gugur.
Disana ada perkara-perkara yang hendaknya kita jauhi.
Karena perkara-perkara tersebut bisa merusak (menggugurkan) amalan kita, yaitu:
-1- KAFIR KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA ATAU KELUAR DARI ISLAM
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam Al Qurān:
وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Barangsiapa yang murtad di antara kalian kemudian meninggal dalam keadaan kafir dari maka amalan-amalannya akan gugur dan baginya adzab yang pedih di neraka Jahannam."
(QS Al Baqarah: 217)
-2- BERBUAT SYIRIK
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan syirik akbar kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka seluruh amalannya akan gugur.
Meskipun dia beribadah (misal) selama 60 tahun; berhaji, shalat, bersedekah dan banyak melakukan kebajikan.
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
"Sesungguhnya barangsiapa yang berbuat kesyirikan, maka Allāh haramkan baginya surga dan tempat kembalinya ialah neraka Jahannam, dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang berbuat zhalim*."
(QS Al Maidah: 72)
* yaitu orang-orang yang berbuat kesyirikan.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla juga berfirman:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
"Seandainya engkau (Muhammad) berbuat kesyirikan niscaya amalmu akan terhapus dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS Az Zumar: 65)
⇒ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak akan berbuat kesyirikan, (akan tetapi) Allāh mengumpamakan dengan Muhammad yaitu makhluq (manusia) yang paling mulia di atas muka bumi ini.
Seandainya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terjerumus dalam kesyirikan maka kata Allāh:
"Sungguh benar-benar akan gugur pula amalannya dan sungguh-sungguh benar akan termasuk orang yang merugi."
(Lalu) bagaimana lagi dengan orang-orang yang derajatnya jauh dibawah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Apakah dia merasa aman jika dia berbuat kesyirikan?
Apakah dia merasa bahwasanya amalannya tidak akan digugurkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla?
-3- RIYĀ
(Yaitu) beramal shalih dengan mengharapkan pujian dan penghormatan kepada manusia.
Oleh karenanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ الله وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ الرِّياَءُ
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian ialah syirik kecil.”
Mereka (para shahābat) bertanya: “Apakah syirik kecil tersebut wahai Rasūlullāh?”
Jawab Beliau, “Riyā".
(HR Ahmad dengan sanad yang shahih)
Dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:
أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟) قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ! قَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، يَقُومُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ إليه
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang perkara yang lebih aku khawatirkan menimpa kalian daripada fitnah Dajjāl?”
(Para shahabat) menjawab: “Tentu, wahai Rasūlullāh.”
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
“Syirik kecil (tersembunyi), yaitu ketika ada seorang berdiri kemudian dia shalat kemudian dia bagus-baguskan shalatnya tatkala dia tahu ada orang yang melihatnya sedang shalat."
(HR Ahmad)
Orang ini menghiasi & memperpanjang ibadahnya serta mengindahkan lantunan bacaan Al Qurān nya bukan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tetapi karena supaya dipuji oleh manusia.
Oleh karenanya sungguh menyedihkan kondisi orang yang riya', (yaitu) yang beramal shalih karena ingin dipuji oleh manusia:
• Dia lebih mendahulukan untuk memperoleh pujian manusia dan dia meninggalkan pujian Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
• Dia lebih mementingkan ganjaran dunia dan meninggalkan ganjaran akhirat.
• Dia tidak mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla tetapi dia mengagungkan manusia yang penuh dengan kehinaan.
• Dia berharap mendapatkan ganjaran di dunia dengan pujian dan meninggalkan ganjaran yang Allāh berikan di akhirat.
Maka diantara perkara yang membahayakan yang bisa menjerumuskan orang dalam riya' (ingin dipuji) yaitu:
"Perbuatan sebagian orang yang sering memposting atau menunjukkan amalan ibadah dia."
Tatkala dia berhaji, dia memfoto dirinya.
Tatkala dia di Ka'bah, dia memfoto dirinya.
Tatkala dia sedang berdo'a, dia foto dirinya.
Tatkala dia sedang membaca Al Qurān, dia foto dirinya.
Kemudian dia pajang di media-media sosial.
Seandainya niatnya untuk memotivasi, (maka) alhamdulillāh.
Tapi dikhawatirkan niatnya hanyalah untuk dipuji atau dikomentari, untuk memamerkan ibadah dia.
Sama seperti orang yang berhaji, kemudian hanya untuk dipanggil "Pak Haji", rugi!
Dia sudah mengeluarkan uang puluhan juta dan menanti masa penantian untuk bisa berangkat haji, lantas hanya ingin supaya bisa dikatakan "Pak Haji" supaya dihormati masyarakat.
Maka amalan dia tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena dia melakukannya bukan ikhlas karena Allāh tetapi karena riyā.
Dan di akhirat kelak Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menghinakan orang-orang yang riya'.
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada orang-orang yang riyā:
اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.
"Pergilah (mintalah) pahala kepada orang-orang yang dahulu kamu harapkan pujiannya, apakah kalian akan mendapatkan balasan?"
(HR Ahmad)
⇒ Jawabannya, tentu tidak.
-4- PERGI KE DUKUN
Kata Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
“Barangsiapa yang pergi ke dukun (paranormal) kemudian bertanya sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.”
(HR Muslim)
Ini perkara yang sangat mengerikan tatkala kita melihat bagaimana dukun-dukun sangat laris di tanah air kita.
Hampir setiap kota, bahkan hampir setiap kecamatan, ada dukunnya.
Dukun sangat banyak dan orang-orang banyak percaya kepada dukun.
Padahal kita tahu seringnya dukun-dukun tersebut tidak berpendidikan.
Bagaimana tidak sedih ada seorang sarjana kemudian percaya kepada dukun yang tidak lulus SD?
Dimana akal mereka ?
Tidakkah mereka takut dengan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini?
Dan ini berlaku juga bagi orang-orang yang membaca ramalan-ramalan bintang.
Sesungguhnya ramalan-ramalan bintang adalah bentuk dari perdukunan.
Maka hati-hati jangan sampai kita membaca ramalan-ramalan bintang.
Apalagi (sampai) memasukkan buku-buku ramalan bintang atau majalah-majalah yang berisi ramalan bintang dalam rumah kita.
Tidak boleh kita baca sama sekali, karena ini adalah salah satu bentuk dari perdukunan.
Barangsiapa mempercayainya (membacanya) maka dikhawatirkan dia tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.
(Kalau) sekedar datang bertanya-tanya sudah tidak di terima shalatnya selama 40 hari, (apalagi) kalau percaya?
Maka lebih parah!
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun kemudian mempercayai apa yang dia kabarkan, maka dia sungguh telah kafir kepada (Al Qurān) yang diturunkan oleh Allāh kepada Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam."
(HR Ahmad no. 9171)
Bersambung ke bagian 2.
______________________________
Materi Tematik
Ustadz Firanda Andirja, MA
Khutbah Jum'at | Hal-Hal Yang Menggugurkan Amalan (Bagian 1)
⬇ Download audio:
https://goo.gl/jDpofY
Sumber:
https://m.youtube.com/watch?v=PXr78wG_UZw
PILIHAN ALLAH YANG TERBAIK
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Yang terbaik adalah pilihan Allāh, الْخَيْرُ خِيْرَةُ اللّهِ (al khayr khīratullāh)
Sesunguhnya yang lebih mengetahui tentang kemaslahatan kita adalah Pencipta kita.
Dialah yang telah menciptakan kita dan mengetahui apa yang terbaik buat kita.
Yang mengetahui hal yang ghāib tentang masa depan, Dialah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
أَلاَ يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ
"Tidakkah yang menciptakan lebih mengetahui tentang apa yang Dia ciptakan?
Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui."
(QS. Al-Mulk: 14)
Kita terkadang berencana, menurut perasaan & perkiraan kita, ada sesuatu yang kita anggap terbaik bagi kita sehingga kita berusaha untuk meraihnya.
Namun setelah berusaha ternyata gagal, tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan.
Atau terkadang ada musibah yang menimpa kita yang membuyarkan cita-cita kita.
Namun ingatlah ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Jika seorang hamba telah berusaha dan telah berdo'a, maka yakinlah apa yang Allāh takdirkan itulah yang terbaik bagi dia.
Kenapa?
الْخَيْرُ خِيْرَةُ اللّهِ
(al-khayr khīratullāh),
"Yang terbaik adalah yang pilihan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qurān :
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allāh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Dalam ayat yang lain kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allāh menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
(QS. An-Nisā 19)
Bisa jadi kalian membenci istri-istri kalian, akan tetapi dibalik kebencian kalian, Allāh menghadirkan banyak kebaikan (shālihāh).
Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah memberikan beberapa contoh dalam Al-Qurān tentang pilihan Allāh adalah yang terbaik yang terkadang di luar imajinasi, perkiraan atau khayalan kita.
Contohnya seperti kisah Nabi Yūsuf 'alayhissalām.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan dalam Al-Qurān tentang kisah Nabi Yūsuf yang sangat luar biasa.
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ أَحۡسَنَ ٱلۡقَصَصِ
"(Wahai Muhammad) Kami kisahkan kepada engkau kisah yang terbaik."
(QS. Yusuf: 3)
Kisah siapa?
Kisah Nabi Yūsuf yang penuh dengan perkara yang menakjubkan.
Bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan anugerah kepada Nabi Yūsuf dalam bentuk ujian-ujian.
Oleh karenanya kata para ulama, diantaranya Ibnul Qayyim rahimahullāh, terkadang Allāh berikan anugrah & karunia dalam bentuk ujian.
Dan ini yang pernah dialami oleh Nabi Yūsuf 'alayhissalām.
Kita tahu bagaimana Nabi Yūsuf akhirnya menjadi seorang Al-'Azīz, seorang mentri yang mulia, yang dimuliakan, yang dihormati oleh penduduk negri Mesir.
Bagaimana ceritanya Nabi Yūsuf 'alayhissalām bisa menjadi seorang yang mulia?
Ternyata dengan berbagai macam ujian. Dari awal ujian Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah sebutkan dalam kisah Surat Yūsuf.
• Ujian Pertama•
Tatkala saudara-saudara Nabi Yūsuf hasad kepada Nabi Yūsuf, kemudian mereka melemparkan ke dalam sumur, ini ujian pertama, namun Nabi Yusuf sabar menghadapinya.
Dipisahkan dari ayahnya, Nabi Ya'qūb 'alayhissalām yang sangat mencintai Nabi Yūsuf.
Sehingga membuat sedih sang ayah dan juga Nabi Yūsuf 'alayhissalām.
Ayah yang mencintai, mengayomi dan membelanya selama ini harus terpisah dari dia, diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dilemparkan ke dalam sumur.
Tapi ternyata ini adalah anugerah tetapi memang ceritanya harus berupa ujian-ujian .
• Ujian Kedua •
Kemudian yang kedua, setelah itu Nabi Yūsuf diselamatkan oleh orang yang datang dan lewat ingin mengambil air dari sumur, mereka melihat Nabi Yusuf.
Bukannya Nabi Yusuf diselamatkan kemudian dibebaskan, malah dijadikan budak untuk dijual.
Bayangkan, seorang yang merdeka dijadikan budak, jadi barang dagangan untuk dijual.
Ini musibah kedua yang dialami Nabi Yūsuf 'alayhissalām.
Akan tetapi ternyata, justru tatkala Nabi Yūsuf menjadi budak inilah merupakan langkah menuju kebahagiaan.
Nabi Yūsuf dibeli oleh pembesar negri Mesir, kemudian dirawat di istana mereka, akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang sangat tampan.
• Ujian Ketiga •
Kemudian Nabi Yūsuf dirayu oleh sang permaisuri yang mengajaknya berzina.
Nabi Yūsuf 'alayhissalām menolak dan akhirnya dipenjara, ini ujian berikutnya.
Bayangkan, ujian setelah ujian.
Nabi Yūsuf bersabar dalam penjara tersebut dan tidak lama kemudian datanglah dua orang yang ingin ditafsirkan mimpinya.
Setelah menafsirkan mimpi ke-2 orang tersebut, kemudian Nabi Yūsuf mengatakan bahwa salah satunya akan dibunuh dan yang lain akan selamat akan menjadi pelayan sang raja dan akan menuangkan minuman bagi sang raja.
Kemudian, kata Nabi Yusuf kepada salah seorang penghuni penjara yang menurut beliau akan selamat:
وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ
"Jangan lupa kau sebut-sebut kebaikanku di sisi tuanmu (raja)."
(QS. Yūsuf : 42)
Apa maksud Nabi Yūsuf 'alayhissalām?
Agar jika sang raja tahu bahwasanya Nabi Yūsuf adalah seorang yang shālih yang bisa menafsirkan mimpi maka Nabi Yūsuf akan dibebaskan dari penjara.
Akan tetapi apa kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla?
فَأَنسَٮٰهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ ذِڪۡرَ رَبِّهِ
"Maka syaithān menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yūsuf) kepada tuannya."
(QS. Yūsuf : 42)
Ternyata Allāh mentaqdirkan lain, orang yang telah selamat ini lupa untuk menyebutkan kebaikan-kebaikan Nabi Yūsuf di sisi sang raja.
Akhirnya bertambah lagi bertahun-tahun Nabi Yūsuf harus dipenjarakan karena orang itu lupa.
Subhanallāh, ini musibah dan ditambah dengan musibah, karena kelupaan orang tersebut.
Akan tetapi ternyata Allāh punya skenario/cerita yang lain, ternyata kelupaan orang ini adalah anugerah.
Sampai kapan?
Sampai akhirnya sang raja sendiri yang bermimpi.
Di dalam mimpinya, dia melihat tujuh ekor sapi gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus dan ada sunbulat (bulir gandum) yang kering dan sunbulat yang hijau.
Sang raja akhirnya bertanya:
"Siapakah yang bisa menfasirkan mimpiku?"
Ternyata tidak ada yang mampu. Tatkala itu ingatlah pelayan raja yang telah dibebaskan dari penjara.
Kata Allāh:
وَٱدَّكَرَ بَعۡدَ أُمَّةٍ أَنَا۟ أُنَبِّئُڪُم بِتَأۡوِيلِهِۦ فَأَرۡسِلُونِ
"Aku akan memberitakan kepadamu tentang|orang yang pandai) mena’birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)."
(QS. Yūsuf : 45)
Ternyata Allāh menjadikan orang ini baru ingat tatkala sang raja yang bermimpi langsung.
Maka kemudian Nabi Yūsuf 'alayhissalām menafsirkan mimpi sang raja, baru ketahuanlah bahwa Nabi Yūsuf 'alayhissalām adalah orang yang hebat.
Maka akhirnya Nabi Yūsuf diangkat menjadi seorang mentri yang mulia.
Lihatlah berbagai macam ujian yang dihadapi Nabi Yūsuf, ternyata semua itu kesimpulannya adalah anugrah/karunia.
Allāh ingin mengangkat Nabi Yūsuf menjadi seorang raja, bahkan bukan cuma itu, akhirnya Nabi Yūsuf bisa mendatangkan ayah dan keluarganya untuk dipindahkan ke Mesir, dari kehidupan yang sulit menjadi kehidupan yang lapang.
Ini adalah anugerah yang luar biasa, akan tetapi ceritanya tidak seperti yang kita bayangkan.
Tidak semua anugerah datang dalam keadaan penuh kenikmatan.
Anugrah yang dialami oleh Nabi Yūsuf ternyata malah melewati berbagai macam ujian.
Oleh karenanya, jika kita terkena musibah dan jika kita sudah berusaha dan berdo'a ternyata ada sesuatu hal yang membuyarkan cita-cita kita, tidak sesuai dengan keinginan kita, maka yakinlah bahwa di balik segala sesuatu pasti ada hikmahnya.
Terkadang hikmah tersebut Allāh buka seketika itu juga atau terkadang setelah bertahun-tahun atau bahkan terkadang tersembunyi tidak ada yang tahu, hanya Allāh akan tampakkan di akhirat kelak.
Allāh menghendaki kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.
_______________
Dan di akhir dari apa yang saya sampaikan ini, ada suatu ilustrasi yang disebutkan dalam sebagian kisah.
Hanya sekedar ilustrasi, kita tidak tahu tentang kebenaran kisah ini.
Tentang seorang raja dengan seorang menteri.
Menterinya ini senantiasa berkata:
الْخَيْرُ خِيْرَةُ اللّهِ
"Al-khayr khīratullāh", yang terbaik adalah pilihan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Setiap ada orang yang terkena musibah maka diapun mendatangi dan menasihati dengan mengatakan:
"Yang terbaik adalah pilihan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Suatu saat sang raja terkena musibah, jarinya terpotong (terputus).
Maka datanglah sang menteri dengan penuh semangat mengatakan:
"Wahai Sang Raja, yang terbaik adalah pilihan Allāh, jarimu yang terputus itu adalah yang terbaik."
Maka sang raja pun tersinggung dan marah, dia mengatakan:
"Jari saya putus ini yang terbaik? Penjarakan orang ini."
Akhirnya sang menteri pun dipenjarakan.
Tatkala sang menteri dipenjara dengan mudah dia berkata, "Yang terbaik adalah pilihan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Ternyata benar.
Suatu saat sang raja keluar bersama anak buahnya dalam rangka berburu atau suatu keperluan.
Mereka terjebak pergi ke tempat yang jauh dan ditangkap oleh orang-orang penyembah dewa atau ruh.
Kemudian mereka disembelih satu persatu untuk tumbal bagi tuhan mereka.
Ketika giliran sang raja mereka dapati jarinya putus, cacat, dan mereka mengatakan bahwa orang ini tidak pantas untuk diserahkan bagi dewa mereka.
Akhirnya dibebaskanlah sang raja dan tatkala itu sang raja pun sadar bahwa yang dikatakan sang mentri betul.
Jari yang putus merupakan kebahagiaan, anugrah, sehingga ia tidak jadi dibunuh.
Dia pulang dengan begitu semangat kemudian membebaskan sang menteri dan berkata:
"Benar perkataanmu, yang terbaik adalah pilihan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Namun sang raja bertanya:
"Kenapa kau (menteri) ketika dipenjara mengatakan bahwa yang terbaik adalah pilihan Allāh? Apa kebaikan engkau dipenjara?"
Kata sang menteri:
"Seandainya saya tidak dipenjara maka saya pun akan berburu dengan engkau, ditangkap dan akan disembelih oleh mereka, oleh karenanya saya dipenjara adalah yang terbaik."
Demikianlah, semoga kita senantiasa berhusnuzhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Setelah kita berusaha dan berdo'a, yakinlah bahwa segala ketetapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah yang terbaik.
والله تعالى أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_______________
Materi Tematik | Pilihan Allāh Yang Terbaik
Ustadz Firanda Andirja, MA
▶ Download Audio: https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYb3ZmVFNkZ2ZFUms/view?usp=docslist_api
Video Source: http://yufid.tv/kisah-kisah-menakjubkan-pilihan-allah-yang-terbaik-ustadz-firanda-andirja-ma/
1/19/2016
BUKAN SEKEDAR TAUBAT
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله
Menurut Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamā'ah, iman itu ada pasang surutnya.
Kadang naik, kadang turun, kadang bertambah kadang berkurang.
'Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamā'ah mengatakan:
◆ الإيمان يزيد وينقص; يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية
◆ Iman itu bertambah dan berkurang; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Sementara itu, tidak ada manusia yang lepas dari maksiat.
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُالْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
"Semua anak Ādam pasti bersalah (berbuat dosa), akan tetapi sebaik-baik orang yang berbuat salah (dan berdosa) adalah yang (menaikkan kembali imannya dengan) bertaubat."
(HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Mājah, Dārimi)
⇒ Sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang segera bertaubat, kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka, iman itu sudah pasti akan mengalami penurunan, namun belum tentu naiknya.
Karena tidak semua orang berdosa mengiringi/mengimbangi dosanya itu dengan bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Hanya hamba-hamba yang diberi anugerah dan hidayah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang tergerak hatinya untuk bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dan sedikit pula orang-orang yang bertaubat ini yang bersungguh-sungguh taubatnya (taubatan nashūhah).
Yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla katakan di dalam kitab-Nya:
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ
"Kecuali orang-orang yang bertaubat lalu dia iringi taubatnya dengan iman dan amal shalih.
Merekalah orang-orang yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla ganti keburukan-keburukan mereka menjadi kebaikan."
(QS Al Furqān: 70)
⇒ Dosa-dosa mereka berubah menjadi pahala,
Berubah (yaitu) dicatat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadi catatan pahala pada hari kiamat kelak.
Itu berlaku pada orang yang sungguh-sungguh bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yang meminta ampun kepada Allāh dan Allāh (adalah) Ghafūrur Rahīm.
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
"Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni semua dosa."
(QS Az Zumar: 53)
⇒ Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni semua dosa selama pintu taubat belum tertutup.
Kesempatan bertaubat masih terbuka lebar bagi orang-orang yang ingin kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Salah satu contohnya adalah seorang yang telah membunuh 100 jiwa. Lalu dia bertanya kepada seorang 'alim:
"Adakah kesempatan bagiku untuk bertaubat?"
Orang 'alim itu mengatakan:
"Apa yang menghalangimu dari taubat?"
Maka orang ini pun segera bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan taubatan nashūhah, dia:
✓Berhenti dari perbuatan dosanya.
✓Menyesali segala perbuatan-perbuatannya.
✓Ber-azzam untuk tidak kembali lagi melakukan dosa yang sama.
✓Mengiringi taubatnya itu dengan amal shalih.
Orang 'alim ini berkata kepada orang yang baru bertaubat tadi:
"Sesungguhnya kamu tinggal di negeri yang buruk. Pindahlah dari negerimu. Hijrahlah kamu ke negeri yang lainnya.
Di sana ada orang-orang yang menyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka sembahlah Allāh Subhānahu wa Ta'āla bersama mereka."
Dan mantan tukang jagal ini segera berhijrah (tidak menunda-nunda/menunggu-nunggu lagi).
Dia tidak menunda-nunda amal shalihnya ini.
Karena inilah amal shalih yang akan menyelamatkannya.
Sebagai bukti dia benar-benar bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Ini adalah bukti bahwasanya dia benar-benar bertaubat (taubatan nashūhah), yaitu taubat yang diiringi dengan iman dan amal shalih.
Dan ciri orang yang bertaubat itu adalah dia segera bangkit memperbaiki diri.
Dengan apa?
Dengan menuntut ilmu, bersungguh-sungguh untuk memahami agama Allāh.
Karena dia tahu dan sadar (bahwa) dengan memahami agama Allāh ini (maka) dia akan mengetahui,
✓Apa yang Allāh ridhai
✓Apa yang Allāh murkai
Sehingga dia dapat memperbaiki diri dan dapat bangkit dari keterpurukannya.
Inilah tanda orang yang benar-benar bertaubat atau dalam istilah lain disebut taubatan nashūhah.
Bukan taubat sambal; di bibir bertaubat tapi (di) kelakuan tidak.
Baru kemarin bilang taubat tapi besok sudah diulangi lagi.
Ini namanya bukan taubat
Orang ini telah bermain-main, tidak menunjukkan azzam (kesungguhan) yang kuat untuk kembali kepada jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka syarat taubat itu salah satunya adalah ber-azzam (bertekad kuat/bersungguh-sungguh) untuk tidak kembali kepada dosa yang sama berkali-kali dan dia tidak mempertahankan dosanya itu.
Maka dengan taubat ini, iman hamba yang semula turun dari levelnya, akan kembali lagi ke levelnya.
Dia akan menormalkan kembali grafik iman itu.
Dan apabila dia iringi taubatnya itu dengan amal shalih, maka imannya pun akan naik/bertambah.
Itulah iman dalam pandangan Ahlu Sunnah wal Jamā'ah.
Maka, kita harus benar-benar memperhatikan bagaimana fluktuasi (naik turunnya) iman kita.
Kita kadang-kadang merasakan itu.
Jangankan kita, shahābat yang mulia juga merasakannya.
Hanzhalah Al Ghusayli, salah seorang sekretaris Nabi, merasakan itu.
Dia berkata kepada Abū Bakr Ash Shiddīq ketika, Abū Bakr Ash-Shiddīq bertanya kepadanya:
"Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?"
Hanzhalah mengatakan: "Hanzhalah telah jatuh dalam nifaq."
Maka Abū Bakr Ash Shiddīq berkata: "Apa yang kamu katakan, wahai Hanzhalah?"
Hanzhalah menjelaskan alasannya:
"Kita, wahai Abū Bakar, kalau berada di majelis Nabi dan Nabi mengingatkan kita kepada surga dan neraka, seolah-olah surga dan neraka itu ada di hadapan kita.
Tapi ketika kembali ke rumah kita, bertemu dengan istri kita, sibuk dengan kegiatan kita, pekerjaan kita, kita banyak lupa, begitulah keadaan kita."
Maka kata Abū Bakr Ash Shiddīq, orang kedua di umat ini setelah Nabi Muhammad shallallâhu 'alayhi wa sallam:
"Demi Allāh, wahai Hanzhalah, aku juga merasakan seperti itu."
Coba bayangkan, Abū Bakr Ash Shiddīq saja merasakan imannya naik turun, apalagi kita.
Maka ketika iman kita terasa turun, segeralah kita beristighfar (meminta ampun) kepada Allāh dan bertaubat.
Jadi, taubat itu bukan (hanya) menunggu sadar berbuat dosa (lalu) baru kita bertaubat.
(Akan tetapi) taubat itu dituntut setiap saat, karena kita ini selalu bebuat dosa, baik kita sadari maupun tidak kita sadari.
Maka, (mari) kita imbangi (dosa itu) dengan taubat, istighfar, kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Karena seorang mu'min itu diciptakan selalu (senantiasa) diuji, tergerak untuk kembali ke agama Allāh dan kadang-kadang lupa, namun jika diingatkan dia akan ingat.
Maka, kembalikanlah level iman kita dengan taubat.
Naikkanlah dia (iman) dengan amal shalih setelah kita bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Itulah iman kita.
Mudah-mudahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla tetap menjaga & menghidupkan kita tetap di atas iman dan mematikan kita juga di atas iman.
آمين يا رب العالمين
وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________
Materi Tematik
Ustadz Abu Ihsan Al Maidany, MA
Ceramah Singkat | Bukan Sekedar Taubat
⬇️ Download Audio: https://goo.gl/1YY5Aj
Sumber:
http://yufid.tv/ceramah-singkat-bukan-sekedar-taubat-ustadz-abu-ihsan-al-maidany-ma/
HATI YANG SAKIT
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Kaum muslimin rahimanī wa rahimakumullāh,
Hati yang keras dan membatu adalah:
✓Hati yang sulit untuk menerima nashihat.
✓Hati yang apabila membaca Al Qurān, dia tidak terpengaruh dengan bacaan yang dia baca.
✓Hati yang tidak memperdulikan kembali ketika dia mencari rizki; apakah dia mendapatkan yang halal atau yang haram.
✓Hati yang senantiasa berburuk sangka kepada orang lain.
Hati yang seperti ini adalah hati yang berpenyakit.
Dan kewajiban seorang Muslim untuk membersihkan hatinya, bagaimana menjadikan hati tersebut menjadi hati yang hidup.
Dan di antara caranya, sebagaimana yang disampaikan oleh para ulama, ada 3 perkara:
⑴ MENTADABBURI AL QURĀNUL KARĪM (MEMBACA AL QURĀNUL KARĪM DENGAN MENGETAHUI MAKNANYA)
Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan Al Qurān di antaranya adalah sebagai obat bagi penyakit dan apa yang ada dalam hati seseorang.
Sebagaimana firman Allāh di dalam sebuah ayat:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
"Wahai manusia, telah datang kepada kalian nashihat dari Rabb kalian dan juga obat bagi apa yang ada di dalam hati (dada) kalian dan dia adalah petunjuk & rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(QS An Nisā: 57)
Di dalam ayat ini Allāh telah mengabarkan kepada kita bahwasanya Al Qurānul Karīm Allāh turunkan sebagai syifā (obat) bagi apa yang ada di dalam hati dan dada kita.
Oleh karena itu cara untuk melunakkan hati yang membatu adalah dengan men-tadabburi Al Qurānul Karīm.
Kemudian, di antara cara untuk menghilangkan kekesatan dan kerasnya hati adalah,
⑵ MENJAUHI KEMAKSIATAN DAN DOSA
Karena dosa dan kemaksiatan inilah yang menjadikan hati kita menjadi keras dan susah untuk menerima nashihat dan apa yang datang dari Al Qurān dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di dalam sebuah ayat, Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengabarkan bahwasanya dosa adalah sebab tertutupnya hati manusia.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Sekali-kali tidak, bahkan telah menutupi hati-hati mereka apa yang telah mereka perbuat."
(QS Al Muthaffifīn: 14)
⇒ Yaitu berupa dosa dan kemaksiatan.
Semakin banyak seseorang melakukan dosa & kemaksiatan maka akan semakin keras hatinya.
Oleh karenanya di antara cara untuk menghilangkan kekerasan hati adalah dengan menjauhi kemaksiatan
⑶ MEMPERBANYAK TAUBAT DAN ISTIGHFAR KEPADA ALLĀH
Bertaubat kepada Allāh dengan taubat yang nashūhah.
Apabila seseorang terlanjur melakukan sebuah dosa & kemaksiatan maka hendaklah dia bersegera untuk bertaubat dengan taubat yang nashūhah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dan bersegera untuk istighfar kepada Allāh 'Azza wa Jalla.
Dalam sebuah hadits, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتَةً سَوْدَاءَ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ ، فَإِنْ زَادَ زَادَتْ
"Seorang mu'min apabila dia melakukan dosa dan kemaksiatan maka dosa tersebut akan menjadikan titik hitam di dalam hatinya.
Kemudian apabila dia melakukan taubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kemudian dia meninggalkan kemaksiatan tersebut dan beristighfar kepada Allāh maka akan kembali bersih hatinya.
Apabila dia menambah kemaksiatan maka akan semakin bertambah banyak titik-titik hitam di dalam hatinya."
(HR Tirmidzi)
Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya diantara cara untuk melunakkan dan membersihkan hati kita agar menjadi hati yang hidup adalah memperbanyak taubat dan istighfar kepada Allāh 'Azza wa Jalla.
Itulah yang bisa kita sampaikan. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________
Materi Tematik
Ustadz Abdullah Roy, MA
Ceramah Singkat | Hati Yang Sakit
Sumber:
https://youtu.be/f1o7hTT8bRY
1/12/2016
ATAS NAMA CINTA
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Saudaraku yang dirahmati oleh Allãh Subhânahu wa Ta'âla,
Apabila saya bertanya kepada Anda:
"Apakah Anda mencintai Allāh dan Rasul-Nya?"
Saya pastikan Anda akan mengatakan:
"Ya, saya mencintai Allāh dan Rasul-Nya."
Bukankah cinta itu butuh pembuktian?
Dan salah satu pembuktian, benar atau tidaknya kita mencintai Allāh dan Rasul-Nya adalah apa yang dikatakan oleh 'Abdullāh bin Mas'ūd radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.
Beliau pernah menyatakan:
"Barangsiapa yang ingin mengetahui sedalam apa cintanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka tanya kepada dirinya; seperti apa ia memperlakukan Al Qurānul Karīm."
⇒ Seperti apa ketertarikannya dengan Al Qurānul Karīm?
⇒ Sebanyak apa ayat yang ia baca?
⇒ Dan seberapa besar animonya dalam mempelajari tafsir dari ayat-ayat tersebut?
Dan begitu juga:
"Barangsiapa ingin mengetahui sedalam apa cintanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka coba tanya dirinya; sedalam apa ambisinya utuk mempelajari hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. "
⇒ Semenarik apa hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu di matanya?
Mungkin anda bertanya, "Apa korelasinya?"
Saya akan memberikan analogi sederhana tentang masalah ini.
Misalnya:
Apabila seseorang mendapatkan pesan dari orang yang ia cintai yang sedang tinggal di luar daerahnya atau sedang dinas di kota lain, kemudian ia mendapatkan SMS atau pesan singkat yang lain.
Pertanyaan saya:
"Apakah ia langsung antusias dan membacanya?
Atau akan ia pending, mungkin 3 minggu lagi kalau ingat, baru ia buka pesan itu?"
"Bagaimana perasaan seorang ibu atau seorang ayah, ketika anaknya yang ia cintai & rindukan sedang studi di luar negri, lalu anak itu menyampaikan pesan kepadanya.
Apakah dia akan langsung membacanya?
Atau dia akan pending dan kalau dia ingat baru ia buka pesan dari anaknya tersebut?"
Saya rasa kita semua sepakat jawabannya:
"Dia akan langsung membuka, membaca dan akan langsung menikmati pesan dari orang yang ia cintai tersebut."
Seorang ibu ketika mendapatkan pesan singkat dari anaknya dia langsung buka pesannya.
Seorang istri ketika mendapatkan email dari suaminya dia akan buka email tersebut.
Kenapa?
Karena mereka mencintai orang yang menulis surat itu kepadanya.
Saudaraku yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Itulah yang dilakukan seseorang atas nama cinta.
Lalu, mari kita tanya diri kita:
"Apakah Allāh pernah memberikan pesan kepada kita?
Dan pernahkah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan pesan kepada kita?"
Jawabannya, "Banyak."
Bukankah ayat Al Qurān adalah pesan-pesan Allāh kepada kita?
Dan bukankah hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah pesan-pesan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita?
Maka apabila kita benar-benar mencintai Allāh dan Rasul-Nya, maka pasti kita akan tertarik membaca pesan-pesan tersebut.
Saudaraku yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Coba kita kembangkan analogi di atas.
Apabila pasangan kita sedang bekerja di Timur Tengah, lalu dia menulis surat dengan bahasa Arab.
Ketika kita buka email atau pesan tersebut, kita tidak paham apa makna dari kata demi kata tersebut.
Apakah kita pasrah?
Atau kita akan cari orang yang bisa men-translate (menterjemahkan) agar kita mengerti apa maksud dari bahasa atau pesan dengan bahasa Arab itu?
Saudaraku yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Pesan Allāh dan Nabi-Nya shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan bahasa Arab.
Ketika kita membaca:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Lalu kita tidak paham maknanya apakah kita akan pasrah?
Atau kita cari orang yang bisa menjelaskan dan menafsirkan "Iyyāka na' budu wa iyyāka nasta'īn" ?
Ketika kita membaca:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ
Lalu kita tidak paham apa itu "Ash Shamad", apa itu "Qul huwallāhu ahad", apakah atas nama cinta kita akan pasrah?
Atau kita akan berusaha mencari makna dan tafsir dari ayat tersebut?
Terapkanlah demikian.
Orang yang sedang jatuh cinta punya tabiat ingin mengetahui segala hal dari orang yang ia cintai.
Bagaimana dengan orang yang jatuh cinta dengan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Tidakkah ia penasaran dengan apa yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam suka dan apa yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam benci?
◆ Apa yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam suka adalah perintah-perintahnya dan apa yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam benci adalah larangan-larangannya.
Ketika kita mencintai Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidakkah kita ingin tahu apa yang Allāh suka dan apa yang Allāh benci?
◆ Apa yang Allāh suka adalah perintah-Nya dan yang Allāh benci adalah larangan-larangan-Nya.
Kalau kita tidak punya ketertarikan, tidak punya rasa penasaran, kita tidak tertarik untuk membaca pesan dan mempelajari hal-hal itu semua, maka:
"Kita tidak cinta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Rasul-Nya shallallāhu 'alayhi wa sallam."
Ingat kembali perkataan Ibnu Mas'ūd di atas:
◆ Barangsiapa yang ingin mengetahui sedalam apa cintanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka tanya kepada dirinya seperti apa ia memperlakukan Al Qurānul Karīm.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________
Materi Tematik
Ustadz Nuzul Zikri, Lc
Ceramah Singkat | Atas Nama Cinta
⬇ Download audio:
https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYdzZ4di1EOGM5c0U/view?usp=docslist_api
Sumber:
https://youtu.be/8ATtlf39xTo
APAKAH ANDA ORANG BAIK ?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله و بعد
Saudaraku yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Apakah Anda orang baik?
Dan apakah kita ingin menjadi orang yang baik?
Ini adalah sebuah harapan semua orang, terlepas seperti apa pengalamannya, latar belakangnya & kehidupannya.
Semua orang ingin mendapatkan titel & predikat baik.
Oleh karena itu, jangan meng-klaim diri kita baik sebelum kita mendengar sebuah hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan salah satu tolok ukur orang agar dikatakan sebagai orang yang baik.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan dalam sabda singkatnya:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dengan istri dan keluarga dan aku adalah orang yang paling baik dengan istriku.”
Saudaraku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Hadits ini menarik dan hadits ini menjadi bahan evaluasi kita.
Sudahkah kita menjadi orang yang baik?
Bukan klaim yang kita ucapkan dengan lisan kita, namun ini adalah titel yang diberikan oleh Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Apa standar Beliau?
Diantara standar Beliau adalah apa yang disebutkan di dalam hadits di atas.
Sebuah hadits yang terkesan sederhana namun tidak.
Hadits ini sarat akan makna, karena ini salah satu tolok ukur kebaikan seseorang.
Mengapa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjadikan sikap seorang suami terhadap istri sebagai tolok ukur kebaikan?
Mengapa "istri" yang diangkat dalam hadits ini?
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan:
"Yang paling baik dengan atasannya."
"Yang paling baik dengan bosnya."
"Yang paling baik dengan ustadznya."
"Yang paling baik dengan mertuanya."
(Akan tetapi) Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Yang paling baik dengan istrinya."
Ini sebuah tanda tanya besar yang harus kita jawab, yang harus dijawab oleh orang yang ingin mendapatkan gelar "BAIK" oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan pertanyaan di atas telah dijawab oleh para ulama kita, diantaranya Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhāni.
Beliau menjelaskan (dalam kitab Al Mau’izhah Al Hasanah fi Al Akhlāq Al Hasanah hal. 77-79):
Ada dua rahasia mengapa sikap terhadap istri yang dijadikan tolok ukur:
■ Pertama | Karena istri adalah sosok yang tinggal bersama kita dalam satu atap.
Bahkan bukan dalam satu atap, (tetapi) dalam satu kamar.
Bahkan bukan hanya dalam satu kamar, (tetapi) satu tempat tidur/ranjang.
Dan kita tidak mungkin bersandiwara dengan orang yang hidup dan tinggal bersama kita dengan cara seperti itu.
Seseorang bisa bersandiwara di hadapan orang luar rumahnya, tapi tidak dengan orang rumahnya.
Di hadapan orang-orang rumah dia akan memperlihatkan dirinya sebenarnya.
Dia akan menampakkan kelebihan atau kekurangannya.
Semuanya akan dia perlihatkan di hadapan istrinya tersebut.
Karena kehidupan di dalam rumah bukan panggung sandiwara dan bukan lokasi shooting.
Aktor sehebat apapun itu, tidak bisa memperlihatkan akting sebagai orang baik di dalam rumahnya sendiri.
Di dalam rumahlah kita akan memperlihatkan seluruh sisi di dalam diri kita.
✓Ketika seseorang itu emosional, (maka) dia akan emosi di dalam rumahnya.
✓Ketika seseorang itu kasar, (maka) dia akan bentak dan dia akan maki istrinya.
✓Ketika seseorang itu ringan tangan, (maka) dia akan melakukan KDRT kepada pasangannya.
Seseorang tidak bisa berakting di hadapan istri yang senantiasa menemaninya, yang tinggal satu atap dengannya dan tinggal satu kamar dengannya.
Seluruh rahasianya akan dilihat oleh mata kepala istrinya, bahkan mendengkur kitapun istri kita tahu.
Dan pakaian apapun kita perlihatkan di dalam rumah di hadapan istri kita.
Seseorang mungkin tidak akan berani memakai kaos kutang di hadapan bosnya, tetapi memakai kaos kutang dihadapan istri?
Saya rasa hampir semua suami melakukannya.
Kalau pakaian saja demikian, begitu juga dengan sikap, karakter dan emosi.
Seseorang tidak bisa bersandiwara dan menutupi kelemahan menutupi keburukannya di hadapan istrinya.
Maka apabila dia baik dengan istri maka in syā Allāh dia orang baik
■ Kedua | Karena secara umum istri itu lebih lemah dari pada suami; secara fisik, secara kedudukan.
Allāh berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
"Laki-laki itu pemimpin bagi para wanita/istri."
(QS An Nisā: 34)
Pembagian tugas yang sangat sempurna dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bukan merendahkan salah satu pihak.
Para istri secara umum lebih lemah dari suami.
Dan kita tidak bisa jaga image (bersandiwara) dengan orang yang lebih lemah dari pada kita.
Kita mungkin bisa menebar senyum atau tebar pesona di hadapan manajer kita atau komisaris kita, tapi kita akan tampil apa adanya di hadapan bawahan kita.
Oleh karena itu sebagian orang mengatakan:
"Jika kita menilai apakah orang tersebut baik atau tidak, lihat bagaimana ia berinteraksi dengan bawahannya."
⇒ Bagaimana dia menyikapi pembantunya.
⇒ Bagaimana berbicara dengan supirnya; kasar atau tidak, suka bentak atau tidak.
Karena seseorang akan menampilkan gaya bahasa apa adanya di hadapan orang-orang yang berada di bawahnya.
Ini yg perlu kita camkan.
Dan ini yang menjadikan Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa sallam menjadikan sikap seorang suami terhadap istrinya sebagai salah satu tolok ukur kebaikan.
Para suami, marilah kita menjaga sikap kepada istri kita, takutlah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Nasehati dan bersikaplah baik terhadap istri-istri kalian."
(HR Al Bukhari III/1212 no 3153 dan V/1987 no 4890 dari hadits Abū Hurairah)
Mungkin kita bisa mengasari mereka di dunia yang fana ini, tapi ingat adzab Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dan ingat sehebat apapun qiyamulail dan puasa Nabi Daud kita, sebanyak apapun dzikir kita, kalau standar yang satu ini tidak kita penuhi maka kita belum bisa dikatakan orang baik.
Dua alasan itu membuka mata kita dan inilah yang dimiliki oleh Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Oleh karena itu 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā pernah ditanya dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imām Bukhāri dalam Ādabul Mufrād (tentang) bagaimana akhlaq Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau mengatakan :
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlaq Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah Al Qurān."
Mungkin hadits ini sederhana dan pernah kita mendengar, namun tidak demikian bagi orang yang memahami.
Ini adalah pujian dari seorang istri, seorang istri memuji suaminya.
"Akhlaq suamiku (Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah Al Qurān."
⇒ Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah Al Qurān berjalan.
Sudahkah istri kita memberikan komentar positif tentang kita?
Sudahkah istri kita memuji kita di hadapan teman-temannya?
Sudahkah istri kita memuji kita di hadapan ibunya atau sahabat teman curhatnya?
Kalau istri kita sudah memuji kebaikan kita, kedermawanan kita, kelembutan kita, maka in syā Allāh kita orang yang baik.
Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah dipuji pembantunya Anas bin Mālik, beliau mengatakan:
"Aku pernah melayani Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam selama 10 tahun dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengatakan 'ah' sama sekali.
Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengatakan, 'Kenapa engkau melakukan ini? Harusnya itu begini'. "
(HR Muslim)
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengucapkan kata-kata itu di hadapan pembantunya yang melayani dia selama 10 tahun.
Coba kita tinjau diri kita, apakah kita sudah bisa melakukan demikian?
Kita punya pembantu 10 tahun lalu kita tidak pernah mengatakan "ah", kita tidak pernah mengkomplain, kita tidak pernah menghardik dan mencaci?
Kalau dia salah, (maka) kita luruskan dengan baik.
Inilah alasannya.
Maka sekali lagi,
⑴ Istri kita lebih lemah dari kita.
⑵ Istri kita hidup bersama satu atap dengan kita.
Sehingga kita tidak bisa bersandiwara, maka:
✓Jagalah sikap kita dengannya.
✓Perbaiki tutur kata di hadapannya.
✓Dengarkan curahan-curahan hatinya.
✓Jadi teman yang baik dengan istri kita, bukan hanya sekedar memuaskan nafsu syahwat kita.
✓Santunlah di hadapannya.
Karena dia adalah ibu dari anak-anak kita dan teman hidup kita.
Dan utama nya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dengan istri dan aku adalah orang yang paling baik (di hadapan) istriku."
Ini saja yang bisa disampaikan
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
______________________________
Materi Tematik
Ustadz Nuzul Zikri, Lc
Ceramah Singkat | Apakah Anda Orang Baik ?
⬇️ Download Audio:
https://drive.google.com/file/d/0B1e0BM9z9hzYcDdpT1FJc1FCUDg/view?usp=docslist_api
Sumber:
http://yufid.tv/ceramah-singkat-apakah-anda-orang-baik-ustadz-muhammad-nuzul-zikri-lc/