Minggu lalu saya berbincang2 dengan seorang teman yang menjadi staffnya Bu Ani di Depkeu. obrolan semakin menarik karena teman saya ini diberi mandat oleh atasannya menganalis kasus tersebut berdasarkan temuan2 dan data2 yang dihimpun tim khusus depkeu. saya berharap dia netral dan tidak memihak, jadi informasi yang saya dapatkan darinya tidak untuk mengubah objektivitas saya dalam memahami kasus ini.
Bahwa dalam periode sebelum tanggal 21 november 2009, waktu dikucurkan bail out senilai 6,7 trilian terhadap BC, BI juga sudah melakukan beberapa kesalahan dalam menetapkan kebijakan moneter. saya tidak terlalu mngerti apa saja kesalahan2 itu, karena ngejelasinnya juga cepat & singkat dengan bahasa yang rumit. Yang menjadi pertanyaan;
kenapa jadi Kasus BC ini yang diblow up ke publik? Apakah masyarakat tahu dana tersebut berasal dari pinjaman LPS? Apakah mereka memahami dengan baik perihal systemic risk yang menjadi alasan BI?
*baca postingan saya sebelumnya mengenai systemic risk.
Media juga cenderung apatis dalam menggembar gemborkan berita ini.
Sehingga segala issue yang beredar tampak terpusatkan seluruhnya pada BC dan seolah memang diskenariokan seperti itu oleh "Sang Sutradara".
Benarkah ada sosok tersebut dibalik layar?
Adakah sebuah konspirasi menutup-nutupi kasus internal tertentu dengan mengalihkan perhatian publik pada kasus BC ini? jika ya, busuk sekali donk orang2 di BI yang menumbalkan pimpinan mereka demi menutupi lubang2 lain di tubuh BI itu sendiri! Ataukah 'kesalahan' ini memang sudah 'direncanakan' untuk akhirnya dimanfaatkan 'oknum oportunis' untuk mengkudeta kursi panas Menkeu & Wapres?
Sekedar info, Posisi Menkeu sebagai Bendahara Umum adalah posisi paling strategis didalam kepemerintahan. Dimana posisi ini menjadi hulunya segala aliran2 dana yang keluar, sarat akan faktor 'kepentingan', dan seorang Sri Mulyani dengan reformasi yang dilakukannya telah memangkas banyak sekali pos2 aliran dana yang tidak penting. Salah satu keran pendanaan partai2 politik adalah memanfaatkan aliran dana ini, sehingga banyak tercipta efisiensi dalam pengelolaan APBN, dan pengelolaan sistem ekonomi secara makro. Walaupun opini dari BPK terhadap LKPP (laporan keuangan pemerintah pusat) masih disclaimer. Namun faktanya, jumlah Kementerian Negara atau Lembaga Negara yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK telah meningkat dengan pesat, dari 7 pada tahun 2006 menjadi 16 pada tahun 2007 dan 34 pada tahun 2008. dan MenKeu kita bertekad menyelesaikan laporan keuangan pemerintah pusat sebelum 2012 mendapat cap wajar tanpa pengecualian (WTP). Target itu merupakan salah satu kontrak kinerja antara Sri Mulyani dan Presiden sebelum menerima jabatan Menteri Keuangan kedua kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar