Awalnya saya biasa saja menanggapi kasus ini, karena ya seperti kita semua ketahuilah mengenai sistem hukum dinegara ini yang katanya carut marut lah, diujung tanduk lah, gak independent lah, gak memihak lah, sarat akan konflik kepentingan lah, dsbnya.
bidang saya juga bukan hukum, jadi response awal saya waktu itu ya cuma "halah?! dasar pengacara kampret! bisa banged nyari duitnya dengan narik ulur kasus bginian. udahlah kalo bisa damai yaudah ketok palu, selesai perkara. gak ada tuh duit keluar sia2 buat expense law, entertainment, advertising, tax, dan semacamnya yang tujuannya cuma buat kontrovesri mendongkrak popularitas."
namun trnyata gak sesimple itu, selalu saja ada pihak2 yang membuat segalanya dari jelas menjadi tampak kabur. tim jaksa penuntut umum kasus Prita berhasil mengembalikan status Prita sebagai terdakwa setelah gugatan mereka dikabulkan Pengadilan Tinggi Banten. dan menambahkan Pasal 27 dan Pasal 45 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada berkas perkara Prita. Dengan dasar dua pasal tambahan yang memuat ancaman enam tahun penjara itulah, Jaksa Rahmawati kemudian mengajukan permohonan penahanan Prita ke Penjara Wanita Tangerang. Yang berbuntut pada mendekamnya beliau selama 3 minggu didalam buih.
Ada beberapa hal fatal secara yuridis yang dilakukan oleh Aparat Kejaksaan saat menerapkan pasal 27 kepada Prita (sumber:klik)
* Dalam Pasal 43 UU ITE mengatur semua tahapan penyidikan hingga penahanan yang mewajibkan meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali duapuluh empat jam.
(pasal 43 ayat 6 )
* Pasal 43 ayat 5 e. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini alat bukti yg dimiliki jaksa secara forensik tidak berasal dari komputer prita sehingga keotentikannya tidak terpenuhi yg mana keotentikan seharusnya adalah syarat dalam bukti elektronik.
* Pasal 43 h. Dalam penyerahan berkas ke kejaksaan harusnya ada BAP dari kepolisian tentang saksi ahli.
Jaksa menerapkan pasal 27 UU ITE tanpa berlandaskan UU sebagai acuan proses pemeriksaan . Penetapan tersangka tanpa melakukan proses forensik pada komputer prita hanya berdasarkan email prita yang beredar dimilis milis , tanpa menggunakan saksi ahli terlebih dahulu dan fatalnya saat penetapan penahanan tanpa memiliki surat penetapan hakim pengadilan negeri setempat.
Jika Jaksa melakukan proses penyidikan tanpa melakukan prosedural yang diatur dalam UU ITE merupakan sesuatu kesalahan yang sangat fatal dari sisi yuridis karena seluruh proses penyidikan sudah tercantum dalam UU ITE , jadi tanpa proses penyidikan yang sesuai dengan UU itu sendiri bagaimana bisa dikatakan menghasilkan keputusan hakim yang legitimasinya diakui ?
Satu proses penegakan hukum yang salah sejak awal , apakah bisa menghasilkan keputusan bagi Hakim secara adil ??
* Fakta yang tidak mampu dipungkiri Jaksa Agung Hendarman Supandji sudah memberikan sanksi kepada Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Dondy K Soedirman, Kepala Seksi Pra Penuntutan (Kasie Pratut) Kejati Banten dan Jaksa Peneliti di Kejati Banten. Seharusnya Hakim di Pengadilan Tinggi Banten bisa melihat fakta fakta diatas dengan menggunakan logika dan hati nurani bukan sekedar arogansi institusi tanpa mengindahkan fakta fakta yang ada.
Akibatnya, reaksi dukungan masyarakat terhadap kasus ini semakin menarik dengan diprakasainya pengumpulan koin untuk prita. kenapa koin gak uang kertas saja yang lebih simple dan cepat? filosofinya adalah bentuk keprihatinan rakyat atas permasalahan prita yang merupakan golongan menengah-ke bawah, koin juga di simbol kan sebagai 'rakyat kecil' dan sebagai simpati dari rakyat untuk melawan kamu kapitalis. Dan apa yang terjadi dengan aksi ini? ternyata dana yang trkumpul sudah lebih dari cukup untuk membayar sebesar Rp 204 juta!
Dan akhirnya.. semoga ini benar2 akhir.. karena saya tidak suka dengan segala keruwetan yang muter2 disitu saja. adalah pihak Rumah Rumah Sakit Omni yang memutuskan mencabut gugatan perdata dan meniadakan denda ganti rugi atas kasus perdata Prita Mulyasari. sungguh plil plan.. giliran duitnya sudah ada malah gak mau dimakan. malu ya makan duit rakyat secara terang2an? ckckck.
UU ITE yg sejatinya menjadi tameng kepastian hukum dalam transaksi elektronik tetapi ditangan jaksa dan hakim yang sebagai pelaksana justru menjadi eksekutor matinya kebebasan anak manusia karena tidak mengindahkan aturan pada UU itu sendiri. jika pemerintah tak berbenah maka kita tinggal menunggu lahirnya prita prita lain dinegeri ini ...
BalasHapusSalam