Saudaraku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Pernahkah anda membeli sebotol air mineral di sebuah warung kaki lima atau warung pinggir jalan?
Berapa harga untuk 1 botol dari sebuah warung dipinggir jalan? Mungkin kisaran 2000 - 3000 rupiah.
Lalu pernahkah kita membeli air mineral dengan volume yang sama di sebuah bandara? Berapa harga yang harus kita bayar? Mungkin kisaran 10.000 rupiah.
Lalu pernahkh kita membeli air mineral dengan volume yang sama di sebuah restoran hotel bintang 5?
Berapa harganya? Ternyata harganya melambung tinggi, mungkin kisaran 20.000 rupiah untuk 1 buah air mineral dengan volume yang sama.
Yang jadi pertanyaan lagi, apakah rasanya sama?
Ternyata sama... botolnya pun sama...
Lalu apa yang membuat harga air mineral tersebut melambung tinggi?
Jawabannya adalah LINGKUNGAN.
Ketika air mineral itu berada di kaki lima maka harganya pun kaki lima. Ketika air mineral itu berada di sebuah bandara maka harganya pun harga bandara. Jika air mineral berada di restoran bintang 5 maka harganya pun harga bintang lima.
Itulah ilustrasi sederhana tentang betapa pentingnya lingkungan bagi seorang muslim.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
"Seseorang itu di atas agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa dia bersahabat dan berteman akrab." (HR. Abu Daud no. 4883 dan Tirmidzi no. 2378. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Agama kita di atas agama sahabat kita dan kita terpengaruh dengan lingkungan dan iman orang-orang disekitar kehidupan kita.
Apabila setiap hari kita bergaul dengan sahabat yang imannya kaki lima maka iman kita pun akan kaki lima..
Dan apabila setiap hari kita bergaul dengan sahabat yang imannya bintang lima maka iman kita pun akan bintang lima..
Maka perhatikan, dengan siapa dia bersahabat dan berteman akrab.
Sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang lain:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti bergaul dengan tukang minyak wangi atau bergaul dengan seorang pandai besi.
Adapun bergaul dengan penjual minyak wangi maka ada 3 kemungkinan yang akan terjadi:
⑴ Dia menghadiahkan minyak wangi kepada dirimu,
⑵ Atau engkau membeli minyak wangi darinya lalu engkau kenakan ditubuhmu,
⑶ Atau jika tidak mampu dari keduanya, setidaknya kita mendapatkan aroma wangi darinya.
Adapun bergaul dengan tukang pandai besi, maka kemungkinannya:
⑴ Percikan api akan mengenai bajumu dan akan membakarnya,
⑵ Atau kita akan terkena bau yang tidak enak untuk dihirup atau dirasakan darinya.
(HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Inilah ilustrasi yang diberikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa seorang manusia adalah insan yang lemah.
Dan salah satu bentuk kelemahannya adalah dia sangat terpengaruh dengan lingkungan.
Jika kita ingin menaikkan iman dan memuncakkan iman kita serta ingin menjaga keistiqamahannya maka bergaullah dengan sahabat-sahabat yang baik..
Bergaulah dengan orang-orang yang selalu mengingatkan kita untuk selalu berdzikir kepada Allāh..
Agar kita senantiasa ruku' dan sujud kepada Allāh..
Agar kita berusaha menjaga lapar dan dahaga dalam bingaki puasa kepada Allāh..
Jika kita bertemu dengan orang seperti itu, maka jagalah hubungan baik dengannya..
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
إِنَّ مِنَ النَّاسِ نَاسًا مَفَاتِيْحَ لِلْخَيْرِ وَمَغَالِيْقَ لِلشَّرِّ
"Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai kunci untuk pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan." (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Karena ada diantara manusia yang berfungsi seperti kunci untuk membuka pintu-pintu kebaikan dan untuk mengunci pintu-pintu keburukan.
Saat bersamanya, kita memiliki semangat keimanan yang tinggi dan gairah untuk berdzikir kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Sungkan dan takut untuk berbicara yang didalamnya ada unsur kemaksiatan,
Jika bertemu dan mengetahui ada orang seperti itu, bergaullah dengan mereka, dekatkan diri kita dengan mereka, isi hidup kita dengan bergaul dengan mereka.
Bukankah yang membuat para shāhabat menjadi generasi terbaik adalah karena mereka berinteraksi dengan Nabi kita Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam?
Mereka bergaul dan menghabiskan waktu bersama manusia terbaik, manusia yang imannya paling kokoh dan taqwanya yang paling memuncak.
Makanya tidak heran, Nabi berkata:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ..
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelah mereka dan setelah mereka lagi..” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Makanya tidak heran, para tābi'īn menghabiskan waktu dan bergaul dengan para shāhabat, dan para tābi'ut tabi'in bergaul bersama tābi'īn.
Saudaraku yang dirahmati Allāh,
Betapa banyak orang yang ingin berubah kepada kebenaran dan cahaya iman tapi ternyata mereka gagal melakukannya.
Kenapa?
Karena mereka tidak berani keluar dari lingkungan yang buruk dan penuh dengan kemaksiatan, bid'ah dan kesyirikan...
Akhirnya impian hanya tinggal impian. Dia tidak bisa memperbaiki kualitas hidupnya.
Dan betapa banyak orang yang mendapatkan hidayah iman, secercah cahaya kebenaran dan indahnya tauhid karena bergaul dengan orang yang bertauhid kepada Allāh dan menghidupkan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan semangat dalam mengisi waktu dengan beribadah kepada Allāh Jalla wa 'Ala.
Jangan lupa, ingatlah ilustrasi di awal pembicaraan kita,
Jika kita bergaul dengan seorang yang imannya kaki lima maka kita akan mengikuti iman tersebut.
Dan apabila kita bergaul dan bersahabat dengan iman yang bintang lima maka in syā Allāh kita akan lebih mudah memperbaiki diri kita, tentu saja dengan pertolongan, taufiq dan hidayah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Semoga nashihat ini bermanfaat.
# Artikel Tematik dari Ust. Nuzul Dzikri, LC hafizhahullāh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar