28. Bagaimana jika masing-masing anaknya sudah menikah?
Rincian tentang hal ini adalah sbb:
Jika anak-anak itu berkumpul dalam satu rumah, maka kurban ayahnya sudah mencukupi untuk semuanya.Jika tinggal terpisah, maka ia berudhiyah sendiri jika mampu. Ini adalah lebih utama. Namun jika ia melihat bahwa hal ini bisa berpengaruh kepada perasaan orang tuanya, dan kadangkala orang tua tersinggung atas hal itu, maka tidak apa-apa udhiyah ayahnya untuk dirinya dan keluarganya. Hal ini karena mereka adalah satu keluarga.
29. Bagaimana udhiyahnya orang yang meninggalkan shalat?
Orang yang meninggalkan shalat tidak halal sembelihannya. Landasannya adalah dikarenakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Baik itu karena penolakan (alasan kafirnya orang yang meninggalkan shalat menurut kesepakatan ulama) atau karena peremehan (menurut pendapat yang shahih dari mereka).
30. Bagaimana dengan perihal tasmiyah (membaca basmalah) dan bertakbir atas hewan udhiyah?
Disyaratkan untuk bertasmiyah dan disunnahkan untuk bertakbir. Kemudian menyebutkan siapa yang diinginkan dari nama keluarganya. Walaupun dengan sebutan menyeluruh, seperti mengatakan, “Dan dari keluargaku”. Maka hal ini tidaklah mengapa.
31. Bagaimana kalau menyebutkan nama seorang yang meninggal dunia dari keluarganya ketika berudhiyah?
Diperbolehkan untuk menyebutkan nama orang yang sudah meninggal ketika berudhiyah. Misalnya dengan mengatakan, “Ya Allah, ini dariku dan dari keluargaku yang masih hidup dan yang sudah meninggal.” Sebagaimana yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, mencakup yang hidup dan yang sudah mati.
32. Bagaimana hukum wasiat hewan udhiyah dari seorang yang sudah meninggal?
Di sini ada beberapa bahasan:
Jika dari sepertiga hartanya cukup untuk alokasi hewan udhiyah, maka udhiyahnya dilaksanakan.Jika tidak cukup dari sepertiga hartanya, maka anaknya disunnahkan untuk berudhiyah atasnya, akan tetapi ini tidak wajib. Walaupun wasianya tidak dilaksanakan, maka tidak berdosa. Udhiyah ini dikategorikan sebagai bentuk baktinya seorang anak setelah meninggalnya orang tua.
33. Bagaimana udhiyahnya seorang yang tinggal di negeri yang tata cara penyembelihannya tidak syar’i?
Barangsiapa yang berada di negeri seperti ini (seperti di Barat), maka ia boleh mengirim uang kepada keluarganya dalam rangka mewakilkan udhiyahnya. Ia pun harus menahan untuk tidak memotong rambut dan kukunya layaknya orang yang berudhiyah.
34. Apa yang seharusnya dilakukan oleh orang yang ingin berudhiyah?
Barangsiapa yang ingin berudhiyah, hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya saat masuk pada 10 awal bulan Dzulhijah. Ini berlandaskan pada hadits Ummu Salamah: “Apabila kalian telah melihat hilâl bulan dzulhijjah, dan salah seorang diantara kalian berkeinginan berkurban maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dan didalam satu lafazh baginya, “Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kulitnya sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).”
35. Bagaimana dengan hukum mandi, memakai wangi-wangian, menyisir rambut atau selainnya?
Setiap hal yang tidak disebutkan dalam hadits Ummu Salamah, maka hal itu tidak dilarang. Maka dibolehkan untuk mandi, menyisir rambut, memakai wangi-wangian, mengenakan baju, jima’, memakai pacar, dan selainnya.
36. Apakah keluarga yang ikut udhiyah juga harus membiarkan kuku dan rambutnya untuk tidak dipotong?
Keluarga tidak diharuskan melakukan hal ini. Keharusan itu berlaku bagi orang yang berudhiyah, yaitu orang yang membelinya dan yang berudhiyah dengannya.
37. Bagaimana hukum seorang yang lupa, tidak membiarkan rambut dan kukunyatumbuh?
Orang yang berada dalam kondisi seperti ini tidak apa-apa, dikarenakan keumuman dalil yang melandasi hal ini bahwa orang yang lupa tidak berdosa.
38. Bagaimana hukum seorang yang menyengaja memotong kuku dan rambutnya?
Seorang yang melakukan perbuatan ini hukumnya dosa. Dia harus bertaubat dan istighfar. Kemudian ia tetap berudhiyah dan tidak ada kafarat baginya. Sebagaimana seorang yang berbuat hal-hal haram. Sesungguhnya hukum asal ibadah adalah tidak membatalkan dan diharuskan bertaubat.
39. Apakah orang yang berhaji juga melakukan udhiyah?
Udhiyah diwajibkan selain kepada orang yang berhaji. Adapun orang yang berhaji, para ahlul ilmu berbeda pendapat atasnya. Yang kuat adalah tidak wajib. Tidak didapati dari para sahabat yang berhaji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka berudhiyah. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim rahimahumallah dan sekumpulan ahlul ilmi merajihkannya.
40. Bolehkah berudhiyah dengan selain dari hewan ternak?
Selain hewan ternak tidak dibolehkan untuk udhiyah. Dari sini maka tidak dibolehkan berudhiyah dengan ayam, kuda, kijang, atau hewan-hewan sejenisnya.
41. Bolehkah menjual, menghibahkan, atau menggadaikan hewan udhiyah?
Tidak diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi, karena tujuan hewan udhiyah adalah untuk di jalan Allah. Setiap yang diperuntukkan di jalan Allah, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tadi.
42. Bagaimana ketentuan usia hewan udhiyah?
Ad-Dha’n (kambing biasa) berusia 6 bulan,Ma’iz (kambing jawa) berusia 1 tahun, sapi berusia 2 tahun, dan unta berusia 5 tahun.
43. Hewan sembelihan seperti apakah yang paling utama untuk udhiyah?
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis hewan apakah yang lebih utama untuk udhiyah. Pendapat yang rajih bahwasanya hewan yang utama secara berurutan adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, kemudian yang termasuk budnah – sapi atau unta –. Imam Bukhari (2001) meriwayatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat Jumat:
“Barangsiapa mandi hari Jumat seperti mandi janabat lalu berangkat pada waktu yg pertama, maka seakan ia telah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa berangkat pada waktu yg kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu yg ketiga, maka seakan dia berkurban dengan seekor kambing. Barangsiapa berangkat pada waktu yg keempat, maka seakan dia berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu yg kelima, maka seakan dia berkurban dengan sebutir telur. Maka jika imam telah datang, para malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah.”
44. Apa saja syarat-syarat dalam udhiyah?
Mampu, maksudnya adalah mampu untuk membeli hewan udhiyah.Hewan udhiyah adalah dari hewan ternak.Hewan udhiyah tidak cacat.Penyembelihan di waktu-waktu yang ditentukan oleh syar’i
45. Apa saja jenis-jenis cacat dari hewan udhiyah?
Buta matanya, yaitu sudah tidak bisa melihat atau terkena sakit belek dan katarak, atau matanya memutih yang menunjukkan bahwa hewan itu sudah buta.Sakit, yaitu sakit yang menghalanginya dapat dikategorikan sebagai hewan ternak yang sehat. Seperti demam yang menghambatnya berjalan atau menghilangkan selera makannya. Dan sakit kudisan yang parah, sehingga berpengaruh pada dagingnya atau berefek pada kesehatannya atau luka dalam yang berefek pada kesehatan atau sejenisnya.Pincang, yang dapat mengahalangi hewan itu berjalan tegak lurus.Sangat kurus seperti tidak memiliki sumsum. Lemah yang dapat menghilangkan kesadarannya. dalam kitab al-Muwaththâ`dari sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya apa yang harus dihindari dari binatang kurban? Lalu beliau memberikan isyarat dengan tangannya seraya berkata: “Ada empat: Pincang yang jelas kepincangannya, aura` (rusak sebelah matanya) yang jelas a’warnya, sakit yang jelas sakitnya, dan kurus yang tidak mempunyai sum-sum.” Diriwayatkan oleh Imam Mâaik dalam Muwaththa` dari Hadits al-Barra` bin ‘Azib dan dalam satu riwayat dalam kitab sunan darinya radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri ditengah-tengah kami lalu bersabda,“Ada empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban.”
46. Bagaimana dengan cacat yang lebih berat dari kriteria di atas?
Tidak diperbolehkan berudhiyah dengan hewan yang memiliki cacat melebihi kriteria di atas, baik cacat dalam bentuk apapun dari kategori di atas.
47. Bagaimana hukum berudhiyah dengan hewan yang buntung?
Para ulama berbeda pendapat atas hewan yang terpotong ekornya. Yang shahih adalah diperbolehkan karena dagingnya tidak berpengaruh atasnya dan juga tidak membahayakan. Ini adalah pendapat Ibnu Umar, Ibnu Musayyib dan selainnya.
48. Bagaimana berudhiyah dengan hewan yang dikebiri?
Diperbolehkan berudhiyah dengan hewan yang dikebiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berudhiyah dengan 2 domba yang dikebiri. Hal ini karena tidak berpengaruh buruk kepada daging yang disembelih. Inilah pendapat jumhur ulama. Ibnu Qudamah berkata: tidak ada khilaf sebagaimana yang kami ketahui.
49. Apa saja aib-aib dalam hewan udhiyah yang dimakruhkan dalam kitab-kitab fikih?
Apa yang nampak dari penyakit di tempat menyusui atau di bagian lainnyaAib yang terdapat di tempat menyusui.Tanduknya pecah dan tidak memiliki tanduk sejak lahir.Ompong, giginya tanggalZakarnya dipotongTelinganya terbelah, baik membujur atau melintang atau di lubangnya.Terdapat bisul di badannyaTidak memiliki telinga, yang terlihat hanya lubangnya saja.Pangkal tanduknya patahDicungkil salah satu matanya, ini lebih buruk dari hewan yang buta sebelah.Kambing yang kurus dan lemahTulangnya retak.Rabun, bisa melihat di siang hari tapi malam tidak bisa melihat.Matanya julingMengalir terus air matanya dan pandangannya lemahKedua telingan kecilUjung telinganya terpotongTerpotong belakang telinganya, menggantung tapi belum terpisah. (kebalikan dari no. 17)Telinganya sobekTelinganya terdapat lubang, lubang yang melingkar.Tidak bertanduk saat lahirHidungnya terpotongTidak punya lidahAir susunya keringTidak memiliki ekor, baik karena dari asal sejak lahir maupun karena terpotongAl Haima: penyakit yang menyerang unta yang menjadikannya linglung sehingga tidak mau merumput.Ats-Tsaula: penyakit yang menyerang kambing yang menjadikan seluruh anggota tubuhnya lemas. Ada yang mengatakan sebagai sakit gila sehingga ketika merumput selalu tertinggal dari gerombolannya di belakang sendiriBulunya telah dicukurMemiliki bekas stempel dari benda panasBerpenyakit batukSuaranya hilangBau mulutnya berubah
Setiap aib yang tidak disepakati atasnya tetap sah digunakan untuk udhiyah, namun hukumnya makruh. Semakin hewan itu terbebas dari berbagai macam aib, maka itu yang lebih utama. Sebagai seorang muslim hendaknya memilih hewan yang terbaik untuk dikurbankan karena inilah yang lebih utama di sisi Rabb-Nya.
50. Kapankah hewan boleh disembelih?
Menyembelih hewan udhiyah adalah setelah shalat ied hingga 3 hari setelahnya. Yaitu pada hari-hari tasyriq hingga terbenamnya matahari pada hari keempat dari hari ied. Yang lebih utama adalah menyegerakan untuk menyembelih sebagai bentuk bercepat-cepat dalam kebaikan.
51. Kapan waktunya?
Boleh menyembelih pada siang hari atau malam hari, terserah waktunya. Tidak ada waktu khusus dalam hal ini.
52. Bagaimana ketentuan hewan udhiyah yang melahirkan?
Jika hewan udhiyah melahirkan, maka anaknya juga ikut disembelih mengikuti induknya. Ini karena induknya ditujukan di jalan Allah, maka anaknya mengikuti induknhya. Inilah yang diambil jumhur ulama.
53. Bolehkah mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelih?
Yang lebih utama adalah menyembelih sendiri. Namun kalau ia ingin mewakilkan, maka tidak mengapa jika yang diwakilkan itu muslim. Jika orang kafir, maka tidak halal.
54. Apa saja bid’ah-bid’ah dalam menyembelih?
Bid’ah antar negara satu dengan lainnya berbeda-beda. Di sini ada beberapa hal yang tidak ada dalil tentangnya namun dijadikan sebuah ibadah (dalam masalah udhiyah) oleh pelakunya:
Berwudhu sebelum menyembelih. Ini tidak ada dalilnya.Mengusapkan darah ke bulu atau kepala hewan sembelihan. Ini tidak ada dalil dalam kitab dan sunnahMemutus kaki atau tangannya langsung setelah disembelihMenyembelih atas nama para fakir miskin, yaitu dengan mengatakan: Ya Allah ini dari para fakir miskin. Ini tidak dalil dari generasi terbaik umat ini
55. Bolehkah berudhiyah untuk seorang anak yang tidak ada di tempat?
Dibolehkan berudhiyah untuk seorang anak yang tidak ada di tempat, baik anak itu sedang bepergian atau belajar di tempat jauh.
56. Bagaimana jika hewan udhiyah mati, dicuri atau hilang sebelum disembelih?
Jika hewan udhiyah mati, dicuri, atau hilang sebelum disembelih maka tidak ada tanggungan bagi pemiliknya, ia tidak mengganti jika tidak melampaui batas/ tidak sengaja. Jika melampaui batas, maka ia harus mengganti sebagaimana titipan.
57. Bagaimana jika terjadi kekeliruan dalam menyembelih?
Jika terjadi kekeliruan dalam menyembelih, di mana seseorang mengambil hewan milik orang lain, maka tidak ada dosa baginya. Satu sama lain sama-sama saling mencukupi dan diberi balasan. Sesungguhnya kesalahan dan lupa itu dimaafkan.
58. Apa saja yang dimakruhkan dalam menyembelih?
Saat mengasah pisau sembelihan, dilihat oleh hewan yang akan disembelih.Menyembelih hewan sembelihan sedang hewan yang lain melihat.Menyakiti hewan sembelihan dengan memukul tengkuk atau kakinya.
Sumber -- http://m.kiblat.net/2014/09/25/80-tanya-jawab-ringan-seputar-kurban-bag-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar