Pernah saya menulis tentangnya, Itu dulu sebelum kami dipersatukan. Berulang huruf dan frasa terungkap, Mengalir tanpa menemui pagar.
Namun kini..Saya kesulitan.
Dengannya, saya hanya mampu merasakan. Menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata, sambil memekakan pendengaran.
Sesuatu yang tak nampak itupun menyeruak, kata demi kata berjalan beriringan, mencari kata-kata baru yang belum pernah saya temukan. Namun tetep saja terasa begitu sulit dirangkai hingga sesuai dengan apa yang saya rasakan.
Dan, tidak pernah. tidak akan pernah satupun yang cukup. Saya hanya berakhir mengucapkan satu hal yang sama berulangkali. Dan bahkan dengan itu, mereka tidak pernah cukup. Hingga saya bosan mendengar diri sendiri, mereka tidak pernah cukup.
Ia punya begitu banyak nama.
Satu nama yang setiap hari membuatnya menoleh dan tersenyum ketika saya menyerukannya, kemudian nama-nama lainnya yang tidak pernah selesai bermunculan. Ia adalah pagi – dan bersama datangnya pagi, Ia adalah tetes embun di jendela, Ia adalah udara segar, Ia adalah bau rerumputan segar. Ia adalah secangkir kopi, dan terkadang secangkir teh yang menemani sarapan. Ia adalah lagu demi lagu yang menemani saya sepanjang siang dan sore. Dan pada saatnya nanti Ia adalah selimut tebal yang membungkus kelelahan saya sampai waktunya berganti peran di pagi berikutnya.
Ia begitu sulit dirumuskan dengan kalimat-kalimat sederhana. Saya sudah menyerah memaksa otak saya menyusun huruf-huruf yang tepat untuk menggambarkan Ia. Karena ternyata Ia lebih dari dirinya. Ia bukan hanya sebuah sosok yang berjalan di samping kiri saya dari waktu ke waktu. Ia adalah rasa, Ia adalah semua yang saya lihat, semua yang saya cium, semua yang saya sentuh. Ia mengikuti, menemani kemanapun saya melangkah.
Dan saya sangat beruntung, karena saya bersamanya.
insipire from "setelah ia berkontemplasi by sleepytrus@yahoo.com"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar