Bulan Dzulhijah. Bulan di mana seseorang dapat memperbanyak amalan. Bulan di mana seorang dapat melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu. Bulan di mana terdapat amalan shiyam sunnah Arafah di dalamnya. Dan bulan disembelihnya hewan kurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla.
Seorang Muslim ketika mendapati sebuah amal ibadah, seharusnya dapat mengerti dahulu bagaiamana ketentuan-ketentuan di dalamnya dan maksud tujuannya. Hal ini di samping agar ibadah yang dilakukan dapat diterima, juga memantapkan hati saat melaksanakannya. Selain itu juga dapat menambah wawasan seorang Muslim dalam ibadah tersebut.
Di sini, ada 80 tanya jawab tentang kurban. Sebagai informasi awal, di sini kami ganti kata “kurban” dengan sebutan “udhiyah”. Tidak lain dengan tujuan agar kita lebih akrab dengan istilah-istilah syar’i dalam agama Islam. Karena terkadang kita terlampau asyik dengan istilah-istilah modern, sedangkan sadar atau tidak istilah-istilah syar’i menjadi tertinggal.
Tanya jawab ini berisi permasalahan seputar udhiyah mulai dari makna dan sebab penamaannya, hingga hukum-hukum di dalamnya, baik yang lazim terdengar maupun tidak. Semoga dari risalah tanya jawab ini, dapat memperkaya pengetahuan pembaca tentang masalah udhiyah, di samping pengetahuan lain yang sudah diperoleh dari sumber-sumber yang lain. Selamat belajar…!!!
1. Apakah yang dimaksud dengan Udhiyah (Kurban)?
Udhiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada di hari-hari Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
2. Kenapa dinamakan udhiyah?
Penamaan itu dinisbatkan kepada waktu dhuha, karena merupakan waktu yang disyariatkan untuk mulai menyembelih.
3. Apa saja dalil disyariatkannya Udhiyah?
Dalil dari Al-Qur’an
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
An-Nahr adalah beribadah (dengan berkurban) dan menyembelih pada hari Idul Adha. Inilah pendapat mayoritas Ahli Tafsir sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauzi di Zaadul Masiir (9/249)
Dalil dari As-Sunnah
1. Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban dengan dua domba putih yang bertanduk yang beliau sembelih dengan tangannya sendiri, sembari mengucapkan basmalah dan bertakbir. Beliau meletakkan kakinya disamping leher domba.” (Muttafaq ‘Alaih)
2. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan basyarnya (kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).” (HR. Muslim 5232).
3. Dari Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa menyembelih (hewan kurban) setelah shalat (ied) maka ibadah kurbannya telah sempurna dan ia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.” (HR. Al-Bukhâri 5225).
Dalil dari Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama)
Para ulama sepakat akan pensyariatan Udhiyah sebagaimana dikatakan Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (11/95). Namun ada perbedaan pendapat tentang hukum Udhiyah.
4. Apa hukum dari Udhiyah?
Setelah para ahlul ilmi bersepakat atas pensyariatannya, selanjutnya mereka berbeda pendapat dalam penetapan hukumnya.
Pendapat pertama: Menurut jumhur hukumnya Sunnah Muakkadah. Mereka berdalil dengan hadits berikut ini. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan basyarnya (kulit/kuku) sedikitpun juga (hingga ia selesai menyembelih).” (HR. Muslim 5232).
Kemudian riwayat yang shahih dari Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa keduanya pernah tidak berudhiyah karena takut kalau orang-orang menganggapnya wajib.
Pendapat kedua: Abu Hanifah dan Al Auza’i berpendapat bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu. Inilah yang dirajihkan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah berdasarkan dalil berikut:
Ibadah itu dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu hukum asalnya adalah mengikuti beliau. Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Barangsiapa mendapatkan kelapangan untuk berkurban lalu tidak berkurban maka janganlah ia hadir ditempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad serta diunggulkan kemauqufannya oleh al-Hafidz (al-Fath: 3/16)
Pendapat yang tampak (jelas) dalam masalah ini – wallahu a’lam – bahwa hukumnya adalah sunnah muakkadah. Dalil-dalil yang mewajibkan atasnya tidak menunjukkan bahwa hal itu wajib. Baik karena tidak shahihnya dalil tersebut atau amalan itu hanya sebatas perbuatan Nabi. Perbuatan itu tidak sampai pada perintah wajib (walaupun dikerjakan Nabi), sebagaimana yang ditetapkan dalam ilmu ushul. Akan tetapi bagi orang yang mampu tidak lantas meninggalkan amalan ini karena di dalamnya mengandung ibadah kepada Allah SWT dan para ulama bersepakat atas pensyariatannya.
5. Apakah Udhiyah juga disyariatkan kepada setiap keluarga?
Udhiyah disyariatkan kepada setiap keluarga. Sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya wajib bagi setiap keluarga pada tiap tahunnya berkurbandengan satu hewan sembelihan.” (HR. Ahmad (20207) dan at-Tirmidzi berkata, “Hasan Gharib.” ‘Abdul Haq berkata: Isnâdnya Dha’îf, dan dilemahkan oleh al-Khaththabi).
Berdasarkan atas hal ini, maka (satu hewan kurban) berlaku untuk semua penghuni rumah. Ada hadits shahih dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (5203) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa –atas hewan kurbannya-: “Bismillah, ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari ummat Muhammad.” Hadits ini menunjukkan bahwa masuknya penghuni rumah dalam satu hewan kurban adalah boleh hukumnya.
6. Apa hikmah disyariatkannya Udhiyah?
Hikmahnya untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya. Diantaranya adalah dengan mengalirkan darah. Maka di sini, menyembelih hewan udhiyah lebih utama dari mensedekahkan nilainya – menurut mayoritas ulama –. Ketika hewan udhiyah itu lebih mahal, lebih gemuk, dan lebih sempurna, maka itulah yang lebih utama. Dari sinilah para sahabat radhiyallahu ‘anhum memilih hewan udhiyah yang gemuk. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Yahya bin Sa’id berkata: Aku pernah mendengar Abu Umâmah bin Sahl berkata, “Dahulu kami menggemukkan hewan kurbandi Madinah dan kaum muslimin juga pada menggemukkannya.”Untuk mendidik beribadah kepada Allah ta’ala.Menyebarluaskan tauhid yaitu dengan menyebut nama Allah azza wa jalla ketika menyembelihMemberi makan kepada orang-orang fakir dan membutuhkan dengan bersedekah kepada mereka.Memberi keluasan kepada diri sendiri dan sanak famili dengan makan daging yang merupakan makanan bergizi tinggi bagi badan. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menamainya dengan ‘pohon Arab’ sebagaimana yang diriwayatkan Said bin Manshur dalam kitab sunannya.
Sebagai wujud syukur atas nikmat Allah kepada manusia dengan harta benda.
7. Bagaimana cara pembagiannya?
Ada beberapa pendapat tentang hal ini.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Sepertiga dimakan, sepertiga diberikan kepada yang dikehendaki, dan sepertiga disedekahkan kepada orang-orang miskin”
Ada yang mengatakan: setengah dimakan sendiri dan setengah lagi disedekahkan.
Yang rajih adalah dimakan, dihadiahkan, disedekahkan, dan terserah dimanfaatkan sekehendaknya. Namun ketika seluruhnya disedekahkan, inilah yang paling utama.
8. Bolehkah menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir?
Diperbolehkan menghadiahkan hewan udhiyah kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslimin. Terkhusus ketika ada harapan darinya untuk masuk Islam. Maka dari itu, boleh untuk menghadiahi pegawai, pembantu, atau penggembala walaupun kafir. Inilah yang dikatakan Syaikh Utsaimin rahimahullah
9. Bagaimana jika cacat dari hewan udhiyah baru diketahui setelah hewan itu dibeli?
Bagi yang membeli hewan udhiyah, kemudian di tengah jalan terjatuh atau mengalami cacat, maka hewan itu tetap disembelih. Tidak ada dosa atas hal ini karena pemiliknya tidak melampaui batas (tidak sengaja). Ini termasuk udzur dalam syariat.
10. Bolehkah berhutang untuk membeli hewan udhiyah?
Dibolehkan membeli hewan udhiyah dengan berhutang ketika diyakini mampu untuk dilunasi. Jika hutangnya sudah terlampau banyak –di samping hutang untuk berudhiyah—, maka lebih didahulukan untuk melunasi hutang untuk menghindari tanggungan.
11. Apakah boleh berudhiyah untuk orang lain?
Diperbolehkan berudhiyah untuk orang lain yang tidak mampu berkurban, tetapi harus seizinnya, Jika orang lain ini mampu, maka kewajiban berkurban dibebankan kepadanya.
12. Bolehkah menghibahkan hewan udhiyah kepada orang yang membutuhkan agar dia bisa berudhiyah dengannya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membagikan hewan-hewan udhiyah kepada para sahabatnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari. Ini merupakan dalil bahwa orang kaya bisa membagi hewan-hewan udhiyah kepada fakir miskin agar mereka bisa berudhiyah.
13. Apa yang disunnahkan dalam berudhiyah?
Lebih utama adalah berudhiyah dengan hewan yang paling gemuk, paling mahal harganya, dan paling disukai, dan paling banyak dicari untuk dijadikan hewan udhiyah.
14. Apakah wanita juga tidak memotong rambut dan kukunya saat ia ikut berudhiyah?
Seorang wanita jika dia hendak berudhiyah, maka dia juga tidak memotong rambut dan kukunya berdasarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Hal ini berlaku umum bagi yang berkeinginan untuk berudhiyah, baik pria maupun wanita.
15. Bagaimanakah ketentuan sapi dan unta?
Sapi dan unta bisa untuk 7 orang atau lebih kurang dari itu. Jika lebih dari 7, maka tidak diperbolehkan. Hadits yang menerangkan hal ini shahih.
16. Bolehkah seseorang ikut patungan bukan untuk berudhiyah melainkan untuk mendapat hewan jatah daging?
Diperbolehkan mengikutsertakan seseorang yang menginginkan daging untuk ikut patungan dalam menyembelih sapi atau unta.
17. Bagaimana hukum menjual kulit hewan udhiyah?
Orang yang berudhiyah tidak boleh menjual kulit hewan udhiyah. Hal ini karena udhiyah tujuannya adalah memberikan seluruh bagian hewan karena Allah. Apa yang ditujukan karena Allah, maka tidak dibolehkan untuk mengambil bagian darinya. Oleh karenanya, penyembelih hewan juga tidak diberikan sesuatu dari hewan udhiyah itu sebagai upah.
Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim dan lafazh hadits berikut ini adalah miliknya dari ‘Ali radhiyallâhu ‘anu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau, memerintahkan mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin), serta memerintahkanku untuk tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.” (HR. Muslim no. 1317)
Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar (5/153) mengatakan, “Mereka bersepakat bahwa dagingnya tidak dijual, begitu juga dengan kulitnya. Adapun Al Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyah. Mereka berkata, “Alokasi nilainy itu sebagaimana pengalokasian hewan udhiyah.”
18. Bolehkah mensedekahkan kulit hewan udhiyah?
Diperbolehkan mensedekahkan kulit kepada orang fakir atau dihadiahkan kepada siapa pun.
19. Bolehkah seorang fakir menjual daging yang ia terima?
Seorang fakir boleh untuk menjual daging udhiyah yang ia terima.
20. Bolehkah memberikan hewan udhiyah kepada yayasan sosial?
Diperbolehkan memberikannya ke yayasan sosial seperti halnya dialokasikan kepada orang-orang fakir. Akan tetapi yang lebih utama adalah seseorang menyembelih sendiri, kemudian membagikannya. Hal ini untuk menampakkan syiar dari maksud udhiyah itu sendiri, yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
21. Bagaimanakah doa menyembelih hewan udhiyah?
Orang yang menyembelih mengucapkan,Allaahumma hadza ‘anni wa ‘an ahli baiti“Ya Allah ini (hewan sembelihan) dariku dan dari keluargaku.” Sebagaimana riwayat yang tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
22. Bolehkah menggabungkan antara aqiqah dan udhiyah?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Kalangan Hanabilah dan Muhammad bin Ibrahim, Mufti Arab Saudi di masanya membolehkan hal ini.
23. Bolehkah menggabungkan antara nadzar dengan udhiyah?
Tidak boleh menggabungkan antara nadzar dan udhiyah. Hal ini karena hukum keduanya berbeda satu sama lain. Masalah nadzar lebih ketat hukumnya daripada yang lainnya, karena manusia mewajibkan sesuatu atas dirinya sendiri, bukan Allah yang mewajibkan kepadanya.
24. Apakah satu hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga?
Satu hewan udhiyah cukup untuk satu keluarga berapapun jumlahnya.
25. Bolehkah satu hewan udhiyah untuk suami yang punya dua istri?
Seorang suami yang punya dua istri atau lebih, satu hewan udhiyah cukup untuk semuanya. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berudhiyah untuk seluruh istrinya.
26. Bagaimana jika dalam satu rumah ada orang yang bukan termasuk anak?
Jika ada anak yatim atau keponakannya, dan mereka itu makan minum bersama dalam satu rumah, maka satu kurban sudah cukup untuk semuanya.
27. Bagaimana jika dalam satu rumah ada saudara?
Di sini ada rincian tentangnya:
Jika keduanya di rumah yang terpisah, maka masing-masing berudhiyah.Jika dalam satu rumah, maka satu hewan udhiyah cukup untuk semuanya.
Sumber -- http://m.kiblat.net/2014/09/24/80-tanya-jawab-ringan-seputar-kurban-bag-1/