Diantara kisah tentang masjid yang penuh dengan mutiara nasihat, beberapa sudah saya ceritakan melalui tulisan sebelum-sebelum nya di blog ini. Namun, rasanya belum pernah sekalipun saya menyinggung ke hal yang paling mendasar, yaitu sumber dari segala sumber utama.
Semoga tulisan yang singkat ini sedikit banyak memberi arti bagi yang membacanya.
-------
Masjid merupakan sarana untuk melindungi setiap individu dan masyarakat. Orang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid, ia telah berhasil menjaga stamina keimanan dan ketakwaannya. Oleh karena itu, Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan, Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (At-Taubah [9] : 18)
Rasulullah ﷺ juga bersabda yang artinya, ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, dari ketujuh golongan tersebut salah satu diantaranya adalah “Lelaki yang hatinya selalu terikat (terpaut) dengan masjid.” ~ HR. Bukhari no. 620, dan Muslim no. 1712, dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu.
Perlu diketahui, para ulama sepakat bahwa menegakkan shalat lima waktu di mesjid termasuk ibadah teragung bagi kaum lelaki. Namun, mereka masih berselisih pendapat tentang hukumnya, apakah fardhu ’ain atau fardhu kifayah. Jika fardhu ’ain maka wajib bagi setiap individu muslim lelaki yang sudah baligh untuk mengerjakannya, kecuali ada uzur.Diantara para ahli fiqih yang menyatakan bahwa shalat berjama’ah itu wajib adalah ‘Atha bin Abu Rabah, Hasan Al-Bashri, Abu ‘Amru Al-Auza’iy, Abu Tsaur, Imam Ahmad, ’Syaikhul Islam’ Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Ini juga pendapat yang dipilih Madzhab Zahiri dan dirajihkan oleh Ibnu Hazm. Serta tulisan / karangan Imam Syafi’i dalam “Mukhtashar Al-Mazany” tentang shalat berjama’ah. Beliau berkata, “Tidak ada keringanan dalam meninggalkan shalat berjama’ah kecuali bagi mereka yang berhalangan.”
Sedangkan fardhu kifayah yaitu jika sudah ada sekelompok muslim yang mengerjakannya, maka kewajiban ini menjadi gugur, sehingga mereka dapat shalat di rumah, namun tidak mendapatkan keutamaan-keutamaannya. Diantara Fuqaha yang berpendapat demikian adalah Madzhab Hanafi, Maliki dan sebagian Syafi’i yang mengatakan bahwa shalat berjama’ah itu sunnah muakad, tetapi mereka juga menegaskan bahwa meninggalkannya merupakan dosa, sedangkan mereka mensahkan (membenarkan) shalat yang tidak berjama’ah.
Meskipun demikian, kita perlu memahami dan menanamkan sungguh-sungguh dalam diri, bahwa teladan kita Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam menganjurkan dengan tegas bagi kita (para lelaki) untuk shalat berjamaah di masjid, diantara dalil akan hal ini adalah:
1. Tiada keringanan bahkan bagi orang buta sekalipun.
“Seorang lelaki buta menjumpai Nabi ﷺ dan dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak memiliki seorang penuntun yang bisa menuntunku berjalan ke mesjid.’ Kemudian ia memohon kepada Rasulullah ﷺ agar diberikan keringanan sehingga dia boleh shalat di rumahnya, lalu beliau ﷺ membolehkannya. Ketika orang tersebut berpaling pergi, seketika beliau ﷺ mendapat wahyu kemudian memanggilnya dan berkata, ‘Apakah kamu mendengar adzan shalat?’ Ia menjawab, ‘Iya.’ Beliau pun menyatakan, ‘Maka datangilah!’ ~ Shahih Al-Bukhari dalam “Adzan” No. 744, dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu
2. Ancaman dibakar rumahnya.
“Demi Dzat yang mana jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku sangat ingin memerintahkan (orang-orang) untuk mengumpulkan kayu bakar lalu dinyalakan, kemudian aku memerintahkan shalat sehingga dikumandangkanlah adzan untuk itu, lalu aku memerintahkan seseorang laki-laki untuk mengimami mereka, sementara aku mencari orang-orang (yang tidak mengikuti shalat berjama’ah) dan ingin rasanya aku bakar rumah mereka.” ~ Shahih Muslim dalam “Al-Masaajid wa Mawadli’ Al-Shalah” No. 63, dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu.
3. Tidak sah shalatnya
”Barangsiapa yang mendengar adzan lalu tidak mendatanginya, maka tidak sah (tidak ada) shalat baginya, kecuali bila ada uzur.” ~ HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih no. 1077 dan Irwa’ al-Ghalil no. 551.
Subhanallah...
Orang yang senantiasa melakukan shalat di masjid dan memakmurkan masjid adalah orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat. Di samping itu, ia juga membantu saudara-saudaranya untuk tetap istiqomah (konsisten) dengan keimanan. Jika pada suatu saat ia atau mereka futur (kondisi imannya lemah), mereka akan saling membantu. Dan di atas semua itu, konsentrasi dan kekhusyukan orang yang melakukan shalat di masjid jauh lebih baik daripada di rumah. Oleh karena itu, pahalanya juga lebih banyak dan manfaat yang diperoleh dari shalat tersebut juga lebih besar. Jika hal ini ditambah lagi dengan menghadiri majelis-majelis ilmu, juga majelis-majelis hafalan Al-Qur’an, serta mendengarkan beberapa nasihat ringan (kultum) yang terkadang disampaikan setelah melakukan shalat, maka hal ini akan membuatmu benar-benar terpaut dan terikat—baik secara lahir maupun batin—dengan masjid. Sehingga, pada akhirnya semua ini menopang kekokohanmu sebagai individu muslim yang saleh.Oleh karena itu, Allah ta’ala memberikan balasan kepada orang yang memelihara shalat berjamaah di masjid dengan balasan yang sangat besar dan berlipat ganda. Meskipun bentuk dan tata cara shalat yang ia kerjakan di masjid sama persis dengan bentuk dan tata cara yang ia lakukan di rumah, namun bedanya adalah bahwa di masjid shalat dilakukan dengan berjamaah.
1. Dari Ibnu Umar رضي اللّه عنه, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya “(Pahala) shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” ~ HR. Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Kewajiban Shalat Jama’ah. dan HR. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 43-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Penjelasan Mengenai Hukuman Keras Apabila Seseorang Meninggalkannya.
2. Dari Utsman bin Affan رضي اللّه عنه, Ia mendengar Nabi ﷺ bersabda yang artinya “Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama manusia atau bersama jama’ah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” ~ HR. Muslim: 3-Kitab Ath Thoharoh, 4-Bab Keutamaan Wudhu dan Shalat Sesudahnya.
3. Dan Abu Hurairah رضي اللّه عنه, juga mendengar sabda dari Nabi ﷺ yang artinya “Barang siapa yang berangkat menuju masjid—baik di pagi maupun di sore hari—maka Allah akan menyediakan tempat tinggal untuknya di surga setiap kali ia berangkat.” ~ Muttafaqun ‘alaih (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam redaksi lainnya dikatakan: ”Barang siapa shalat isya dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat setengah malam. Barang siapa shalat isya dan subuh dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat semalam penuh.” ~ Syarah al-Bukhari, al-‘Utsaimin, 3/62, Fathul Bari, 2/154—157.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa shalat berjamaah 5 waktu di masjid bagi para lelaki adalah wajib hukumnya, namun bukan berarti shalatnya tidak sah jika dikerjakan di rumah tanpa uzur syar’i, karena itu merupakan hak prerogatif sang pembuat syariat.
Yang jelas, berdasarkan dalil-dalil yang ada, seorang lelaki dapat dikatakan telah berdosa karena meninggalkan shalat berjamaah, dan sudah pasti ia termasuk kedalam golongan manusia yang paling merugi karena kehilangan berbagai keutamaannya.والله أعلم بالصواب