Risalatun ila syababil ummah
Oleh : Prof. Dr. Raghib As-Sirjani
Di salah satu fakulti Universiti Kairo, Mesir, saya pernah menyampaikan ceramah pada sebuah seminar yang bertajuk “Masalah Generasi Muda”. Sebelum ceramah saya mulai, terlebih dahulu saya ingin menjejaki pendapat para mahasiswa yang hadir berkenaan dengan masalah terbesar yang mereka hadapi. Tujuan saya, agar saya tidak berada di satu lembah sementara mereka berada di lembah yang lain.
Saya meminta kepada setiap mahasiswa untuk menulis masalah yang paling penting yang dihadapinya; yang jika masalah ini diselesaikan, ia akan menjadi orang yang bahagia dan sejahtera. Para mahasiswa yang hadir menyambut penuh antusiasme. Mereka menulis berbagai masalah yang sedang mereka hadapi. Saya pun mulai meraba-raba beberapa masalah serius, yang kemungkinan sedang merundungi para mahasiswa (pemuda) saat ini.
Beberapa masalah yang hampir senada dan mirip, saya klasifikasikan ke dalam beberapa pokok masalah. Namun sungguh mengherankan, hampir seluruh masalah yang dikeluhkan oleh para mahasiswa tersebut, tidak ada dalam daftar masalah yang ingin saya sampaikan dalam seminar itu. Prediksi semula benar adanya, bahawa saya berada di satu lembah yang berbeza dengan mereka.
Saya pun menimbang dan berfikir sejenak : harusnya saya berceramah mengenai masalah yang sedang mereka hadapi atau saya berbicara mengenai masalah yang semestinya – menurut fikiran saya – mereka perlu perhatikan.
Akhirnya, saya pun memulai berceramah dengan memaparkan berbagai masalah hidup yang sedang mereka hadapi. Berikut adalah masalah yang mereka tulis :
* Takut menganggur setelah tamat kuliah.
* Ingin segera menikah, sementara waktu ini masih belum mampu sebab persiapan yang tidak mencukupi.
* Pecampurbauran antara mahasiswa dan mahasiswi serta akibat yang akan timbul; bangkitnya nafsu syahwat dalam kondisi yang bersinambungan.
* Tidak “Ghaddhul bashar” (menundukkan pandangan).
* Susahnya matapelajaran kuliah dan perasaan bahawa hal itu tidak bermanfaat.
* Onani / masturbasi.
* Kemiskinan.
* Cinta yang timbul dari satu pihak (cinta bertepuk sebelah tangan).
* Tersebar luasnya drugs.
* Merokok.
* Ingin membeli gadget canggih, tetapi orang tua tidak membenarkan.
Inilah masalah hidup yang sedang dihadapi para pemuda pada salah satu universiti di Mesir. Tak diragukan lagi, bahwa mereka telah mewakili kehidupan para pemuda di negeri ini (Mesir). Bahkan, ini merupakan potret hidup generasi muda di tengah-tengah masyarakat Islam secara umum. Padahal mereka adalah mahasiswa, orang terpelajar, dan berpendidikan. Bahkan, mereka punya rasa antusiasme untuk menghadiri seminar keislaman. Hanya, seperti inilah potret pemuda terbaik saat ini.
Meskipun demikian, meski mereka adalah potret hidup generasi muda yang dibanggakan, namun masalah hidup yang mereka sebutkan tak seperti yang saya harapkan sebelumnya. Bukan karena ini tak masuk dalam kategori masalah, tetapi kerana semua itu tadi telah menjadi masalah paling serius yang mereka hadapi saat ini. Sementara itu, mereka mengabaikan masalah – yang menurut saya – jauh lebih penting dan mendasar.
Banyak sekali masalah yang telah pupus dari kehidupan generasi muda kita, misalnya :
* Tidak diterapkan syariat Allah SWT. Dalam kehidupan nyata umat Islam, mereka lebih berpegang teguh kepada aturan dan undang-undang buatan manusia dan berpaling dari ajaran dan tuntunan Kitabullah serta sunnah Rasulullah SAW.
* Terjajahnya Negara-negara Islam dan penerapan cara kekerasan, penganiayaan, kebengisan, penyiksaan, dan pembunuhan yang paling keji di negara-negara Islam yang terjajah. Contohnya seperti di Palestina, Mesir, Suriah, Iraq, Kashmir, Burma, Chechnya, Afghanistan, Afrika tengah.
* Serangan dan hantaman media massa yang sangat keji terhadap Islam. Selain itu, cacian serta makian juga dilakukan secara terang-terangan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, serta para ulama. Hal ini dilakukan baik dalam akhbar harian, majalah, media elektronik, internet dan media lainnya.
* Hutang yang membelit hampir semua negara Islam. Bahkan hingga pada sebuah asumsi bahwa sangatlah tidak mungkin keluar dari belitan hutang ini.
* Kerosakan manajemen kerajaan, birokrasi, dan transparansi. Maraknya pencurian, suap, penipuan, dan pemalsuan yang semuanya telah memposisikan dunia Islam dalam kategori negara-negara terbelakang dibandingkan negara-negara maju (barat) di muka bumi. Hanya satu negara saja yang mencapai nilai lebih dari angka 5 dalam masalah etika, norma (manajemen) pemerintahan, dan transparansinya. Negara tersebut adalah Malaysia yang memperoleh nilai 5.3. Sementara Tunisia hanya mampu meraih angka 5. Sedangkan negara-negara Islam lainnya, terpuruk di bawah angka 5 dalam masalah etika, norma, serta amanah. Padahal Israel saja meraih angka 6.8 dalam masalah etika, norma, transparansi dan kejujuran.
* Keterbelakangan ilmu (pendidikan). Alokasi biaya yang sedikit di bidang teknik, pembangunan, dan pengembangan ilmu. Negara Arab yang paling besar mengalokasikan dana untuk kemajuan pendidikan, tak lebih dari 0.6 % dari belanjawan negaranya. Sementara itu, Israel menyalurkan 2.4 % dari belanjawan negaranya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pendidikan.
* Tidak sampainya ajaran Islam yang agung kepada daerah-daerah yang jauh, di samping banyaknya umat manusia yang sama sekali belum pernah mendengarkan hakikat ajaran Islam yang mulia. Atau justru mereka mendengarkan ajaran Islam yang telah dimanipulasi dan diubah dari hakikat yang semestinya. Padahal setiap muslim berkewajipan menyampaikan kebaikan yang dimilikinya (Islam) kepada setiap umat manusia di muka bumi.
Marilah merenung sejenak sambil bertanya-tanya.. Apa perbedaan mendasar antara masalah yang tengah menimpa generasi mahasiswa sekarang dengan masalah yang baru disebutkan tadi?
Orang yang menganalisis dan meneliti hal ini secara serius, akan menemukan hal yang sangat mendasar. Bahwa, masalah yang menjangkiti generasi muda kita adalah masalah yang bersifat individual dan pribadi. Adapun masalah yang saya sebutkan tadi, keberadaannya bersinggungan dengan umat Islam secara universal dan integral.
Dari sini boleh kita simpulkan, potret generasi muda kita ini mencerminkan dan menjelaskan hal yang sangat mengkhawatirkan, yakni hilangnya komitmen sebagai seorang muslim dalam diri generasi muda kita. Komitmen mereka hanya sebatas kepentingan pribadi belaka.
Keadaan ini merupakan indikator yang sangat berbahaya bagi umat kita. Karena, untuk menyelesaikan masalah besar yang membelit hidup umat ini diperlukan perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan yang besar. Jika masalah ini benar-benar tak pernah terlintas dalam fikiran generasi muda kita, maka kita benar-benar harus merenung secara serius dan mendalam, di samping memberikan perhatian dan kepedulian yang besar.
Ada pertanyaan, “Mengapa generasi muda tidak peduli dengan masalah besar yang mendera umatnya sendiri? ”
Realitinya, generasi muda kita saat ini – kecuali yang dilindungi Allah SWT – menderita penyakit yang sangat berbahaya dan perlu terapi segera serta perhatian yang serius. Di antara penyakit yang paling serius adalah, “Ketidakjelasan tujuan hidup”. Ia tidak tahu, apa tugasnya dalam hidup ini dan apa posisinya di muka bumi ini. Kebanyakan pemuda telah kehilangan tujuan hidup mereka. Sekalipun ada, tak lebih dari sebatas memiliki mobil, apartemen, atau hal sejenisnya yang sifatnya materi saja. Meskipun kita sepakat bahwa tujuan seperti ini bukanlah sesuatu yang haram atau tidak bernilai. Namun, permasalahnya adalah tujuan utama dan obsesi besar telah sirna dalam hidup mereka. Sebaliknya, semua tujuan hidup kecil ini harusnya menjadi sasaran untuk merealisasikan tujuan hidup yang lebih besar, yang mesti dicapai sebahagian besar generasi muda.
Masalah ini merupakan malapetaka besar dalam hidup mereka. Seakan-akan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi.” (Al-Mu’minun : 37)
Kebanyakan dari generasi muda kita hanya tersibukkan dengan makanan, minuman, tempat tinggal, permainan, huru-hara, kenikmatan sesaat, dan syahwat dunia belaka. Mereka hanya disibukkan dengan semua hal tersebut. Kebanyakan mereka mengalami dekadensi moral yang sangat memprihatinkan.
Bahkan, ketika umat Islam hampir tenggelam di kedalaman masalah yang sangat kompleks, para pemuda hanya menyaksikan, menonton, dan mengawasinya dari kejauhan. Seakan, seluruh permasalahan yang menimpa tak ada hubungannya dengan mereka sedikitpun. Meskipun ia sadar betul, bahwa akhirnya ia akan masuk dalam jurang kehancuran bersama umatnya. Umat ini adalah umatnya, tanah air ini juga tanah airnya, agama Islam adalah agamanya, dan masa depan semua ini adalah masa depannya.